Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 | Terungkap - Bagian II

Rasanya baru lima detik yang lalu Elka merasakan lonjakan kepercayaan diri yang kuat karena merasa ia berhasil memprovokasi Rosita dengan balasan-balasan menyebalkan darinya. Namun, setelah mendengar kejutan besar yang disuguhkan Rosita, nyali Elka langsung goyah.

Bukan hanya terkejut, ia dapat merasakan bulu kuduknya meremang lantaran ia amat tidak nyaman oleh informasi konyol yang diucapkan Rosita.

"Saya tak menyangka Ibu memiliki selera humor yang unik." Elka tertawa kikuk demi menutupi gejolak aneh yang ia rasakan di hati.

Rosita sedang bergurau, 'kan?

"Begini, Bu, sekukuh apa pun Ibu menolak kebersamaan kami, saya nggak akan mudah disingkirkan sebab ini bukan soal uang dan ketenaran, melainkan perkara hati saya yang tak bisa menampik dalamnya cinta untuk cucu Ibu. Ibu boleh saja tidak seide dengan hubungan kami, tapi saya yakin bahwa kami adalah pasangan yang terikat oleh takdir. Jadi, Ibu tidak perlu bercanda seperti barusan hanya demi menggoyahkan keteguhan hati saya."

"Saya terlihat seperti orang yang gemar bergurau?" tukas Rosita datar, pancaran matanya benar-benar sulit untuk ditebak. Sebaliknya, dia berperan sebagai interogator yang berusaha mencari celah dalam melemahkan argumen dusta seorang terdakwa.

Cara Rosita berbicara meninggalkan kesan tegas yang membuat Elka merasa berkewajiban menjawab pertanyaannya, tapi jangan remehkan Elka. Kebebalannya juga tak bisa dianggap enteng.

"Setiap orang punya preferensi humor yang unik," lontar Elka diplomatis.

"Kau terlalu berpikir positif. Saya mengatakan yang sebenarnya. Daniyal menjalin hubungan serius dengan Handini Laroka."

"Ibu sadar apa yang Ibu katakan jauh dari batas norma sosial?"

Rosita tertawa. Benar-benar tertawa seolah hal yang Elka katakan membuatnya amat terhibur. Gusi sehat serta giginya yang rapi, ikut terlihat.

"Sudah lama saya meninggalkan kebiasaan manusia normal. Hal yang menjadi tolok ukur dari lazim tidaknya suatu norma, tidak lagi saya ikuti sebab saya percaya bahwa hidup tak melulu harus mengikuti norma-norma yang berlaku. Itu merepotkan. Saya punya standar sendiri untuk batas kewajaran mengenai suatu hal. Dan percayalah, kau tidak akan berani menghadapi saya jika kau tahu orang seperti apa yang sedang kau hadapi sekarang."

Elka tidak tahu apakah dia yang gagal paham tentang perkataan Rosita, atau apa yang baru saja dia dengar memang sesuai dengan interpretasinya.

"Umur hanyalah angka, bukan? Bila dua hati tak bisa menafikan kasih yang ingin dijalin, maka apa pun rintangannya, pada akhirnya mereka tetap satu."

"Tunggu ... tunggu, Bu." Elka mengangkat satu tangannya. "Kita sedang membicarakan topik ped*filia."

"Ya, lalu?" timpal Rosita enteng.

Tahu-tahu saja, vas bunga yang tadi dihiasi tulip putih oleh Rosita, hancur berkeping-keping setelah Daniyal yang entah sejak kapan sudah berada di dekat meja, melemparnya pada dinding ruang makan yang berada tidak jauh dari belakang tubuh Rosita.

Kejadiannya sangat cepat. Sama seperti ketika Daniyal menarik Gabri tadi. Elka tak sempat menunjukkan reaksi berlebihan sebab dia sama sekali tak memprediksi kejadian barusan. Satu-satunya reaksi nyata yang tampak adalah matanya terbelalak. Ini jauh lebih mengejutkan dibanding melihat adanya mayat terbaring kaku di sampingnya.

Sialan! Jantungnya seperti akan copot akibat kejadian mencengangkan itu.

"Meleset, sayang sekali." Daniyal menggeleng tak puas. "Aku harus lebih sering melatih fokus. Sayang, kau mau membantuku melatih konsentrasi? Aku punya banyak target yang dapat dijadikan sasaran."

Dengan langkahnya yang tenang terkontrol, Daniyal mendekati Elka sambil melengkungkan senyum tanpa dosa. Seolah percobaan pembunuhan yang baru saja dia lakukan bukanlah hal berarti.

Ke mana perginya para pekerja di rumah ini? Mengapa sejak tadi batang hidung mereka tak terlihat? Daniyal dan Rosita harus dilerai sebelum semuanya berada di luar kendali Elka. Dia tak bisa menghadapi dua manusia ini seorang diri.

"Maaf membuatmu menunggu, aku harus menyingkirkan para pengganggu." Daniyal mengelus lembut kepala Elka. Sejurus kemudian, ia menatap Rosita yang sejak tadi tak mengalihkan pandangannya dari kekasihnya, seakan kejadian mengerikan yang Rosita alami adalah hal biasa yang selalu ia rasakan. "Oma, aku kecewa denganmu. Alasanku mengizinkan Elka datang menemuimu supaya kalian bisa mendekatkan diri. Bukannya membicarakan omong kosong dengannya. Namun, aku akan mengesampingkan hal itu sebab yang menjadi fokus utamaku adalah, rupanya Oma telah benar-benar percaya pada Elka sehingga Oma secara leluasa menunjukkan wajah Oma yang sebenarnya kepadanya."

"Oma percaya pada perempuan ini karena dia tak akan lama bersama kita," terang Rosita sambil menengadahkan kedua tangannya kepada Elka. "Setidaknya sebelum berpisah, dia harus tahu rahasia besar tentangmu agar dia pergi tanpa berharap apa pun lagi darimu. Oma hanya berusaha membuatnya sadar."

Tak akan lama bersama kita katanya? Mengapa Elka merasa nyawanya terancam berkat perkataan yang diucapkan dengan nada santai itu?

"Sayangnya Oma, aku adalah anjing setia untuk Elka."

Tangan hangat Daniyal bergerak perlahan melingkari bahu Elka yang terbuka. Gestur sederhana, tetapi membuat sekujur tubuh Elka meremang. Ia sampai mengatupkan rahang kuat-kuat demi menjaga wajahnya agar tetap datar.

Sialan Daniyal. Beraninya dia membuat Elka merasakan gejolak aneh yang tak seharusnya dia rasakan. Terlebih di situasi sekarang. Entah mengapa, dia selalu bereaksi berlebihan pada gestur-gestur kecil yang ia terima dari Daniyal. Dan ini semakin menjengkelkan!

Ada apa dengan dirinya? Astaga, dia sudah benar-benar gila hanya karena akhir-akhir ini selalu menghabiskan waktu dengan pria yang hobinya mengancam ini.

"Itu artinya, ke mana pun dia pergi, aku mengekor di belakangnya. Jangan berharap dapat menyentuhnya karena aku bisa saja menjadi anjing gila yang siap menghabisi siapa pun yang berani mendekatinya. Dan yakinlah, akan kubuat semuanya mudah. Menghilangkan para pengganggu adalah perkara mudah bagiku. Bukankah itu yang Oma tanamkan kepadaku sejak kecil? Uang dan kekuasaan adalah segala-galanya, kita bisa berbuat sesuka hati tanpa takut menghadapi konsekuensi. Terima kasih, Oma, berkatmu aku mendapatkan pelajaran berharga."

"Tutup mulutmu."

Tidak ada lagi ekspresi tenang yang sulit dibaca, hilang sudah keanggunan yang sebelumnya tak terelakkan dari seorang Rosita Laila. Semua itu digantikan oleh gelegak murka yang terpampang nyata di wajahnya.

Daniyal terkekeh. "Sayang, apa yang harus dilakukan ketika orang tua marah?"

"Bertindak sebagai anak baik? Kadang orang tua hanya butuh dimanja. Faktor usia. Semakin tua, semakin kekanakkan."

Sekacau apa pun situasinya, Elka tak bisa lengah. Sejak awal tujuan utamanya adalah mengikuti alur permainan yang Daniyal atur.

"Caranya?"

"Mungkin, perpisahan kita bisa membuat Omamu senang? Sesungguhnya, Daniyal, aku tak ingin hubungan kalian memburuk hanya karenaku."

"Silly you, kau tahu itu mustahil. Melepasmu sama saja dengan merenggut jiwa dari tubuhku."

"Jangan begini, aku benar-benar tidak menginginkan perpecahan di antara kalian."

"Dibanding mengkhawatirkan hal tak berguna seperti saranmu, aku punya solusi lain agar kau tidak perlu merasa bersalah lagi." Daniyal menunduk, menatap Elka yang juga tengah menengadah kepadanya dengan tatapan intens. Dia mengusap pipi Elka dengan gerakan amat lamban, sedang lengkung memikiat di bibirnya tak pernah pudar. "Bagaimana kalau ... kubunuh saja sumber masalah kita supaya tidak ada lagi yang perlu kau khawatirkan?"

Gila.

Keluarga ini benar-benar gila. Elka jadi tahu dari mana Daniyal mendapatkan ketidakwarasannya. Itu menurun langsung dari Rosita. Mereka sama gilanya!

***

Pendar oranye yang berasal dari lampu jalan menerpa wajah Elka kala mobil yang ia tumpangi melaju di antara kendaraan lain. Seperti rencana awal, Karol kembali menjemput mereka setelah urusan di kediaman Lateef rampung. Tebak apa yang terjadi selepas percakapan alot di rumah itu?

Rosita mengamuk.

Dia meneriaki Daniyal dengan makian paling mengerikan yang tidak sepatutnya diucapkan oleh nenek untuk cucunya. Namun, itu masih masuk akal mengingat semencengangkan apa kata-kata Daniyal terhadap Rosita. Merencanakan pembunuhan di hadapan targetnya langsung, itu sinting.

Baru setelah Rosita lepas kendali, pria-pria tinggi berbadan kekar sekonyong-konyong datang dari berbagai sisi dan membentuk blokade, menghalau Rosita dari pandangan Daniyal. Elka pikir mereka akan menyerang, tetapi dugaannya salah. Dia dan Daniyal dibiarkan pergi begitu saja kala Daniyal mengajaknya pulang. Bukankah itu aneh? Mengapa mereka tidak muncul di saat Daniyal melemparkan vas ke arah Rosita?

Lebih mengejutkan lagi, ketika keluar dari dalam rumah, Elka mendapati pemandangan mencekam.

Gabri terkapar di teras rumah dengan wajah babak belur. Pelipisnya terluka, begitu juga dengan hidungnya yang berdarah. Pria itu pingsan. Elka tahu itu perbuatan Daniyal sebab ketika mereka melewati tubuh Gabri, dia terang-terangan melangkah santai di atas perutnya.

Dugaan Elka semakin diperkuat setelah Daniyal berkata pada para security yang berjaga di pos untuk jangan menolong Gabri atau mereka akan berhadapan dengan dirinya. Elka yakin orang-orang tersebut siap menuruti perintah Daniyal karena wajah mereka kompak memucat saat mobil Daniyal berhenti di pos jaga.

Sebenarnya, sebesar apa pengaruh Daniyal sehingga mereka seketakutan itu dengan dirinya?

"Kapan kau berencana cuti?"

Celetukan Daniyal menginterupsi lamunan Elka. Benar juga, sejak pulang dari kediaman Lateef mereka sama sekali tidak saling bicara. Konyol memang, Elka yang awalnya jemawa karena berpikir dia bisa menghadapi seorang 'Daniyal', kini malah dipermalukan oleh asumsinya sendiri.

Siapa yang tak akan gentar bila melihat langsung perbuatan bengis yang dilakukan Daniyal? Bahkan Rosita yang tidak lain adalah Omanya, mendapatkan perlakuan buruk darinya. Elka boleh saja percaya diri dia mampu melakukan debat alot dengan pria ini, tetapi untuk urusan menang kalah, jelas pemenangnya tetap Daniyal.

Itu terbukti sampai sekarang. Pertahanan diri Daniyal terlalu solid untuk digoyahkan. Elka salut pada Karol, dia yang mampu menghadapi bos gila seperti pria tersebut perlu mendapatkan standing ovation.

"Aku akan mengambil cuti saat Rafael libur panjang."

Elka merutuk dalam hati karena suaranya terdengar seperti tikus terjepit. Lagi-lagi dia menunjukkan sisi lemahnya di depan Daniyal. Apes sekali harinya.

"Aku berjanji akan mengajaknya berlibur. Dia berharap bisa pergi memancing bersamaku." Berbeda dari Elka yang menampilkan gestur was-was, Daniyal tampak tenang. Matanya terpejam, sementara punggungnya bersandar pada jok mobil.

"Aku sudah mendengar rencana itu darinya."

"Lalu?"

Napas Elka berembus berat. "Tidak mungkin aku membiarkannya pergi denganmu seorang diri."

"Kenapa? Kamu takut aku semakin mencuci otaknya?"

Tak ada tanggapan dari Elka. Sungguh, dia terlalu lejar menanggapi umpan silat lidah yang dilayangkan Daniyal kepadanya. Dia perlu menata ritme jantungnya yang belum begitu stabil usai menghadapi kejadian mendebarkan di istana Lateef.

"Berita tentang kita," kata Daniyal menggantung ucapannya, "Besok akan hilang sepenuhnya. Maksudku, rumor buruk tentangmu. Kamu memang sudah melakukan klarifikasi dengan awak media, tapi aku wajib membersihkan namamu. Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mengurusnya."

"Apa aku perlu berterima kasih?"

"Menurutmu?"

"Untuk apa aku berterima kasih atas hal yang memang sudah sepantasnya kudapatkan. Lagi pula semua itu terjadi akibat ulahmu, jadi memang tugasmu mencari jalan keluarnya."

"Aku melakukan itu agar kau tetap merasa aman selama menyandang status sebagai kekasihku. Memperkenalkanmu pada banyak orang lebih menjamin keselamatanmu dibanding membiarkan mereka mendapati sendiri kedekatan kita," ujar Daniyal sembari mengangkat dua bahunya singkat.

Kata-kata Daniyal seakan menandakan bahwa mereka adalah pasangan sungguhan. Elka segera mengalihkan fokus sebelum otaknya yang belakangan kurang berfungsi dengan baik, tak merangkai anggapan konyol lagi.

"Hah, seolah aku tidak tahu saja intensi burukmu. Kamu memang berniat membuatku jadi bulan-bulanan penggemarmu. Berkatmu, kehidupan kantorku berantakan," decak Elka sinis.

"Kau dilempari telur? Sayang sekali aku melewatkannya. Setidaknya aku harus memotret tampang kusutmu yang berlumur telur."

Lihatlah keparat ini! Dia memulai tingkah menyebalkannya lagi. Elka ingin berteriak pada Karol untuk mempercepat laju mobil supaya dia sesegera mungkin dapat membebaskan diri dari usikan Daniyal. Namun, dia sadar takdirnya amat sial sebab dia malah terjebak bersama orang-orang yang tali kewarasannya patut dipertanyakan.

Elka bersedekap sambil memasang tampang gondok. Emosinya benar-benar diuji seharian ini, jadi dia harus meregulasinya sebaik mungkin agar tekanan darahnya tetap normal. Mustahil memang, tetapi mengatur emosi adalah sebuah keharusan agar terhindar dari hipertensi. Masalahnya sudah terlalu banyak, dia tak perlu sakit juga, bukan?

"Jangan pernah temui Gabri tanpa sepengetahuanku." Suara Daniyal tiba-tiba terdengar tajam.

"Dengar, dia yang menghubungiku, bukan sebaliknya. Jadi, jangan pojokkan aku karena bukan aku yang memulai konflik." Elka memberikan penegasannya supaya terlepas dari kesalahpahaman Daniyal.

"Aku sedang memperingatkanmu agar lebih hati-hati untuk kedepannya. Dia milik Rosita."

"Sudah kukatakan bahwa dia yang lebih dulu menghubungiku. Aku bahkan tidak membalas pesan darinya."

"Kau memblokir nomornya?"

Elka mengernyit. "Kau terdengar seperti kekasih yang posesif," ucapnya spontan tanpa memikirkan konsekuensi yang mengekor di belakangnya.

Akibat perkataan impulsif tersebut, Daniyal yang mulanya memejamkan mata, kini menatap Elka dengan satu kening terangkat. Mulutnya terkulum geli. Jelas-jelas dia sedang menahan tawa!

Elka bodoh! Hati Elka memberontak hebat lantaran tak terima pada spontanitas otak dan mulutnya yang tak kompak malam ini. Dia malu. Sangat-sangat malu!

"Bukankah kita memang sepasang kekasih?"

"Kutarik kembali kata-kataku," timpal Elka cepat.

"Kamu pasti senang karena aku mulai posesif kepadamu. Selamat, mimpimu di bangku kuliah akhirnya menjadi nyata. Pria yang kau cintai kini terikat kuat denganmu."

Daniyal terus melayangkan kalimat menjengkelkan. Elka tahu kejadiannya akan jadi begini. Mulut pengkhianat! Jeritnya dalam hati.

"Benar juga, normalnya pasangan kekasih selalu merayakan hari jadi hubungan mereka. Sayangnya, tanggal untuk hari jadi kita tidak begitu jelas. Menurutmu tanggal berapa yang cocok? Ah, bagaimana dengan enam Juni? Kita bertemu kembali di hari itu, di rumahnya Pak Iksan."

Daniyal semakin gencar menggoda Elka yang wajahnya sudah sekaku kayu. Bagaimana bisa kejadiaannya jadi seperti ini? Bukankah tadi dia sedang berperang melawan kegelisahannya selepas pulang dari kediaman Lateef? Mengapa sekarang situasinya berbeda 360 derajat?

"Sebagai kekasih yang baik, aku ingin membuatmu bahagia di hari jadi kita. Katakan, kau menginginkan hadiah apa untuk anniversary kita yang kesatu bulan?"

"Really, Daniyal?" ucap Elka datar.

"Aku berusaha menyenangkanmu."

Sebagai balasannya, Elka mendengkus. Masih dengan tangan terlipat di dada, ia langsung memejamkan mata sambil menolehkan kepala ke sisi jendela mobil. Kacau, baik otak dan situasinya sama-sama berantakan. Pelaku utamanya adalah Daniyal, dia yang membuat Elka mulai mempertanyakan diri!

"Oh, satu lagi. Aku harus menegaskan ini agar kamu tidak kecewa."

Elka abaikan Daniyal. Otaknya ia sibukkan dengan jadwal padatnya pada esok hari. Belum lagi dia harus menangani krisis di perusahaan akibat gosipnya dengan pria itu. Memperbaiki reputasi perusahaan merupakan tugas utamanya.

Sebenarnya, di sela waktunya mengurus persiapan festival tadi, Elka juga bertemu dengan pihak media. Ia sudah melakukan transparansi kepada para wartawan yang menanyakan keabsahan informasi terkait hubungannya dengan Daniyal.

Dia berkata secara terbuka bahwa mereka memang dekat, tetapi tidak terlibat dalam hubungan pernikahan. Sementara untuk Rafael yang disangka anak mereka, Elka secara tegas menerangkan bahwa bocah tersebut memang anaknya, tapi Daniyal bukanlah Ayahnya. Dia tak pusing mengenai tanggapan yang nanti akan diterimanya dari orang lain. Toh, dia sudah telanjur mengaitkan diri dalam ranjau kesialan.

Mungkin karena itulah, sikap Karlina jadi melunak lantaran dirinya sudah mengetahui status hubungan Elka dengan sang idola. Buktinya, bosnya itu menghubungi Elka sore tadi dan mengatakan bahwa besok mereka akan membahas solusi ampuh untuk mengondisikan situasi di kantor.

" .... Satu-satunya perempuan yang kuinginkan."

Suara Daniyal yang mendadak timbul, lagi-lagi menyita perhatian Elka. Apa yang baru saja diucapkan olehnya?

"Kau tidak mendengar ucapanku?" Daniyal bertanya usai mendapati raut bingung tergambar jelas dari paras Elka.

Elka pikir, mungkin dia mulai mengantuk. Matanya pasti telah menipu. Mana mungkin Daniyal menatapnya dengan sorot sedalam itu? Hanya sekilas memang. Sehingganya Elka yakin dia salah melihat.

"Baiklah. Akan kuulangi."

Jeda dua detik Daniyal ambil sebelum kemudian melanjutkan tuturannya.

"Aku tidak terlibat dalam hubungan seperti yang diterangkan Rosita kepadamu. Jangan mempercayai kata-katanya karena kamu adalah satu-satunya perempuan yang kuinginkan."

Ucapan tersebut tahu-tahu saja mengantarkan efek yang sama seperti ketika Daniyal melingkarkan tangannya di sepanjang bahu Elka saat di rumah Rosita tadi. Lihat, dia memang mengantuk. Pasalnya perkataan Daniyal langsung menyegarkan matanya.

Namun, bencana baru menerjang Elka tanpa bisa ia cegah. Kenyataan mengerikan perlahan merambati hatinya, memicu keresahan yang tidak seharusnya dia rasakan.

Dia pasti keliru, sangat keliru.

Sial, harapan Elka seketika sirna. Otaknya telah berhasil mengungkap arti perasaan yang dia alami akhir-akhir ini ketika berada di dekat Daniyal. Ia bagai ditampar telak, tubuhnya menegang setelah mengetahui keanehan hatinya.

"Jangan khawatir, sampai kapan pun, aku tetaplah milikmu. Milik Elka Dyatmika. Perempuan pembangkang yang gemar menguji kesabaranku. Tenang saja, Elka, kupastikan hubungan kita mustahil untuk kandas. Selamanya, kau terjebak bersamaku."

Elka tahu betul Daniyal sedang bercanda. Ya, saat ini dia mendengarkan rentetan bualan, tetapi apakah wajar dia merasakan secercah kehangatan di hati hanya karena ucapan omong kosong tersebut?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro