Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 | Terungkap - Bagian I

Elka menyentuh lengan Daniyal, berusaha mengingatkan lelaki tersebut untuk berhenti menyiksa tangannya. Ada apa dengan dirinya? Semenjak melihat wanita di depan mereka, dia mendadak menampilkan raut menakutkan. Namun, mendengar nada suara yang keluar dari bibir wanita ini, Elka bisa menebak bahwa sebelumnya mereka pasti cukup dekat.

"Katakan, Daniyal, perempuan di sampingmu buk—"

"Menyingkirlah."

Wanita itu menjengit kaget, lalu secara spontan bergeser ke sebelah. Memberikan ruang bagi Daniyal dan Elka melanjutkan langkah. Begitu saja, lalu Daniyal segera mengajak—lebih tepatnya menyeret Elka—memasuki area rumah lebih dalam.

Elka masih memandangi sosok jelita yang terpekur sendu menatap lantai itu hingga kemudian Daniyal membuat perhatiannya teralih sebab pegangan pria tersebut semakin tak terkendali.

"Tanganku bisa patah jika kamu cengkeram dan seret sesuka hati." Elka menyuarakan protes. "Selalu terobsesi mencederaiku."

Walau tak membalas ucapan ungkapan kekesalan Elka, Daniyal perlahan-lahan mengendurkan genggamannya. Langkah mereka juga tak lagi terburu-buru seperti tadi.

"Rosita sepertinya butuh hiburan. Bermain peran sebagai Nenek penyayang mulai membosankan baginya," kata Daniyal tanpa melihat reaksi Elka. Tatapannya lurus ke depan. "Hiburlah dia."

"Dengan cara?"

"Buat dia marah. Jangan biarkan dia tenang. Rosita benar-benar harus percaya bahwa kita adalah pasangan kekasih."

Narasi yang sama kembali diulangi Daniyal, memancing rasa gemas Elka.

"Kamu tahu menghadapinya tidak semudah membohongi Rafael dengan segala tipu dayamu. Wanita cerdas sepertinya tak akan mudah dikecoh oleh acting burukku. Kita sedang menghadapi Rosita Laila. RoLa Corp takkan sebesar itu jika nalarnya tumpul. Sebagai cucunya, kamu pastilah tahu orang seperti apa dirinya."

Dengkusan tajam terdengar dari Daniyal.

"Sekarang pesimis adalah senjata barumu untuk melarikan diri? Jangan mencoba hal yang nanti kau sesali. Memaksamu terlibat dalam rencanaku adalah pertimbangan besar yang kupikirkan sejak lama. Kamu bisa menghadapinya karena dirimu dan Rosita sama-sama gemar memakai topeng malaikat." Daniyal menukas sarkastis. "Mempertemukan kalian adalah cara terbaik untuk membuat pertahanannya runtuh. Hilangkan asumsi eksesifmu sebab menghadapinya sesederhana menyembunyikan fakta bahwa kamu adalah pembunuh. Keduanya sama-sama mudah."

"Aku tidak menyangka hubungan kalian serumit ini. Mengapa kamu dan Omamu sampai terlibat perang dingin?" Elka abaikan perkataan bengis Daniyal. Ia alihkan obrolan pada pertanyaan yang sejak kemarin terus berputar di benaknya. "Dan bukankah akan lebih baik bila aku tahu sebagian kecil inti permasalahan kalian agar peranku tepat sasaran? Secuil petunjuk darimu, menentukan keberhasilan rencana kita."

"Lakukan saja tugasmu dengan benar. Berhenti bertanya."

Elka dongkol sendiri mendengar tanggapan sinis pria itu, tapi yang membuatnya semakin kesal adalah, mengapa pula dia jadi ikut penasaran pada situasi rumit antara Daniyal dan Rosita? Ini jelas bukan urusannya. Namun, tetap saja dia bertanya-tanya mengenai inti kemelut yang sedang terjadi pada dua orang tersebut.

Langkah mereka pun mulai mendekati ruangan tak berpintu yang hanya dipisahkan oleh partisi kayu berukiran bunga. Letaknya bersebelahan langsung dengan area living room.

Di sana, mereka disambut oleh wanita tua yang tak lain adalah Rosita Laila. Dia berdiri di ujung meja makan berukuran besar. Semua benda dan ruangan yang ada di rumah ini memiliki ukuran masif sehingga membuat Elka sedikit terintimidasi. Ia fokus menatap Rosita yang sedang merangkai tulip putih, dan ia letakkan pada vas bunga berbahan kaca di atas meja makan.

Pemilik RoLa Corp itu mengenakan shift dress berwarna putih, membuatnya terlihat anggun ketika dipandangi. Awalnya Elka pikir, mereka akan mendapatkan sapaan ramah dari sang empunya rumah. Nyatanya tidak, Rosita malah semakin memfokuskan diri dalam merangkai tulip-tulipnya. Sambutan dingin yang cukup membingungkan. Bukankah kata Daniyal, Omanya sendiri yang mengundang mereka?

"Oh, hai, Elka! Sudah sampai, ya? Kita bertemu lagi. Aku menunggu balasan darimu sejak hari itu. Sayangnya, kau tak kunjung membalas. Ah, mari-mari, silakan duduk. Aku membuatkan teh khusus untuk tamu istimewa Bu Rosita." Gabri mendadak muncul entah dari mana. Ia mendekati meja makan sambil membawa nampan yang bertatakan cangkir-cangkir berwarna putih.

"Lho, ke mana perginya Bu Handini? Dia menunggu kedatanganmu, Daniyal. Elka, apa di depan sana, kau melihat wanita yang memakai kimono dress bermotif mawar?"

Gabri menyapa Elka layaknya mereka adalah teman akrab. Terang saja Elka menoleh cepat pada Daniyal. Seperti yang ia duga, tatapan lelaki itu menghunus tajam ke arahnya. Seolah tatapannya berkata, "Kamu bermain-main dengan bajingan ini di belakangku?"

Kejadiannya begitu cepat. Elka belum sempat berkedip saat Daniyal bergerak gesit meraih kerah kaus Gabri. Nampan yang dipegang pria malang itu seketika terjatuh. Ditambah, gelas-gelas teh yang Elka jamin harganya selangit, ikut bernasib nahas.

Teh yang mulanya hendak disajikan langsung menggenangi lantai, menciptakan pola baru pada lantai marmer yang bercorak cokelat dengan dasar putih tersebut. Beruntung gelas-gelas itu tidak pecah, mungkin hanya sedikit retak. Tentu saja, harga sebanding dengan kualitas.

Tak cukup sampai di situ, Daniyal menarik kasar kerah Gabri. Dia sempat oleng sebelum kemudian terseret secara mengenaskan oleh Daniyal. Gabri terseok-seok dengan cara paling memprihatinkan.

Untuk ukuran pria dewasa, dia malah terkesan seperti anak kecil yang tak memiliki banyak tenaga. Entah dirinya terlalu lemah atau memang dasarnya Daniyal saja yang bertenaga gajah.

"Wow, wow, tenang, Daniyal. Tidak perlu berlaku anarkis. Bu Rosita tak suka dengan konfrontasi seperti ini."

Meski raut tersiksa menggantung di wajah Gabri, kata-kata yang terlontar darinya tetap bernada tenang. Pria aneh. Elka menyaksikan bagaimana lelaki itu memberikan perlawanan dengan cara menggeliatkan bahu, tetapi malah berujung nahas sebab Daniyal terus menyeretnya tanpa ampun. Dia diperlakukan bak hewan yang akan disembelih.

Daniyal dan keahlian mengeretnya memang tak bisa diremehkan. Elka yang selalu kena seret saja, sering merasa tersiksa saat Daniyal mulai menggila. Dan melihat raut kesengsaraan Gabri, dapat dipastikan tenaga yang Daniyal keluarkan berkali-kali lebih kuat dari yang pernah Elka terima.

Elka terus memperhatikan aksi anarkis yang tersaji di depannya sampai dua sosok kontroversial itu menghilang di balik tembok yang menjadi titik pertemuan antara Daniyal dan wanita cantik tadi. Benar juga, apa dia sudah pergi? Elka jadi penasaran dengan nasib wanita itu. Cara Daniyal menghadapinya amat jauh dari kata ramah.

"Saya ikut senang kamu menikmati pemandangan barusan."

Kali ini, Elkalah yang menjengit kaget. Ia langsung berbalik menghadap Rosita yang entah sejak kapan sudah memperhatikan gerak-geriknya. Beruntung, ia secepat kilat mengatur ekspresi. Wajah angkuh seperti yang pernah dia tampilkan ketika pertama kali bertemu Rosita, segera ia pasang.

"Aneh." Elka berucap heran. "Ibu tahu, sejauh saya mengenal Daniyal, dia tak pernah berlaku kasar. Dia pria baik yang selalu membuat saya merasa aman di dekatnya. Dan baru saja, dia bertingkah ganjil."

It's showtime.

"Bagaimana mungkin pria baik sepertinya bisa berlaku demikian? Mungkinkah, penghuni rumah ini berulang kali mengusik ketenangannya sehingga dia muak? Pantas saja ketika tadi kami tiba, ekspresi keras di wajah Daniyal agak sulit ia kontrol. "

Berbohong memang perbuatan rendahan, tapi Elka yang bertahun-tahun mempraktekkannya—berangkat dari pengalaman pahit tak berkesudahan yang memaksanya mengenakan ragam topeng dusta—sulit memungkiri bahwa bohong telah menjadi sahabat karibnya. Lihat bagaimana mulutnya piawai merangkai kata.

"Berkat itu pula saya sadar, Daniyal yang tidak menahan diri untuk menyakiti Gabri, menjadi pertanda bahwa kebenciannya pada penghuni rumah ini sudah sangat besar. Tak heran dia mencari kesenangan di luar rumah. Entah kepada siapa saya harus berterima kasih karena sudah menciptakan Daniyal dalam versi pemberontak ini. Saya bahagia bisa mendapatkan perhatiannya saat dia berusaha mencari kesenangan di luar rumah."

Elka terus memprovokasi Rosita. Dia toh hanya mengikuti instruksi Daniyal. Kemudian tanpa dipersilakan, Elka mengambil tempat duduk di kursi yang berada di seberang Rosita sambil memasang raut tak acuh.

"Wanita arogan," tukas Rosita blak-blakan. Ia pun kembali mengalihkan fokus pada hasil rangkaian bunganya. "Daniyal pun begitu. Jemawa. Merasa dirinya punya kuasa. Kecocokan kalian dapat saya maklumi. Lagi pula, Daniyal memang butuh hiburan untuk mengisi waktu luangnya. Saya membebaskan dia memilih mainan lain untuk diajak bersenang-senang karena suatu saat nanti, pasangan yang akan menjadi istrinya adalah wanita pilihan saya."

Kening Elka terangkat spontan. Oh tidak, apakah dia akan mengalami drama orang kaya yang selalu ditampilkan dalam opera sabun kesukaan Sus Ami?

"Wanita tidak jelas sepertimu, kurang pantas bersanding dengan cucu saya. Saya memang membebaskan kalian menjalin hubungan. Namun, saya pastikan kalian akan berpisah ketika waktunya Daniyal menikahi perempuan pilihan saya."

"Itu berita buruk," desah Elka memasang tampang suram.

Sedetik kemudian, ia malah tersenyum geli, lalu menopang dagu dengan kedua tangan. Ditatapnya Rosita lekat-lekat. Menambah gestur ekstra demi memancing kemarahan Rosita, ternyata tidak buruk. Bermain dengan ancaman Rosita yang terdengar serius, entah mengapa malah menjadi hiburan tersendiri baginya.

"Tenang saja, saya memaklumi kebiasaan konglomerat. Pernikahan bisnis adalah hal lumrah, bukan? Hanya saja, saya perlu mengingatkan Ibu bahwa saya tidak takut berkompetisi. Sebaliknya, saya mencintai tantangan."

"Oh, atau mungkin, Ibu kurang mengenal Daniyal? Dia pria keras kepala. Watak pembangkangnya adalah hal mutlak. Tidak ada jaminan dia bersedia mengikuti perintah Ibu. Kenapa? Sebab cinta kami tak mudah patah. Saya beritahu lebih dulu supaya Ibu bisa mengantisipasi rasa kecewa."

Semakin dia berbicara, rasanya seperti ia sedang dijadikan target untuk dihabisi. Cara Rosita memandanginya, raut kalem dengan minimnya gurat emosi, Elka akui membuat hatinya berdesir tak nyaman.

"Mengesankan. Tekadmu kokoh. Sayangnya ... saya pemilih, Elka. Wanita yang boleh menjadi pendamping Daniyal adalah dia yang setara dengan kami. Suka atau tidak, kamu tidak berhak mengubah pendirian saya. Kamu boleh meminta apa saja setelah waktu bermain kalian selesai. Bagaimana pun juga, jasamu harus dibayar karena sudah menghibur cucu saya."

Elka meringis dalam batin. Kata-kata Rosita memang terdengar ringan, tetapi maksud ucapannya setajam anak panah yang melesak kuat di hati.

"Ibu benar, siapa yang tidak menyukai uang? Saya butuh itu untuk melanjutkan hidup. Terima kasih sudah berniat membantu rakyat kecil ini, saya terharu atas kebaikan hati Ibu. Hanya saja, tidak berasal dari kalangan konglomerat, bukan berarti saya kesulitan menyanggupi kebutuhan hidup. Calon menantu Anda ini pekerja keras. Mendulang uang bukan hal berat bagi saya." Elka beri senyum termanisnya pada Rosita. "Tapi ... kalau Ibu memang berniat membantu saya, baiklah. Saya beri tahu apa keinginan saya. Siap mendengarnya?"

Rambut Elka ia kibas ke belakang dengan gerakan seanggun mungkin. Secentil yang ia bisa.

"Lateef. Marga yang saya inginkan untuk disandang oleh anak kami nanti. Cicit Ibu."

Pelan, Rosita anggukkan kepalanya. Usai merapikan sisa-sisa pekerjaannya, dia menempati kursi yang berhadapan langsung dengan Elka. Daniyal benar, cara Rosita mengatur ekspresi patut diacungi jempol. Bagaimana mungkin dia tetap terkontrol setelah mendengar kata-kata menyebalkan Elka? Elka saja ingin menjahit mulutnya.

"Kamu mencintai Daniyal?"

"Lebih dari yang Ibu kira," jawab Elka lugas.

"Bukan karena uang dan ketenaran yang dia janjikan?"

"Saya sama sekali tidak kekurangan materi untuk menghidupi diri. Saya pun tidak berminat dalam dunia hiburan. Showbiz terdengar melelahkan untuk pribadi saya yang lebih menyukai privasi dan intimasi."

Rosita menegakkan punggung, ia menatap Elka sembari memasang raut tenang. Elka tidak ingin berbohong, gerak elegan Rosita memang mengagumkan. Rosita boleh saja berumur renta, tapi pesona kharismanya tak luntur

Dan Elka akui dia gila sebab mau-mau saja menantang Rosita yang notabene bukanlah orang sembarangan. Betapa dia tidak beruntung karena terjebak dalam drama keluarga Lateef.

"Daniyal memiliki calon istri," ungkap Rosita masih dengan senyum hangat di bibir. "Sayang sekali, Elka, betapa pun kamu memprovokasi saya, pada akhirnya Daniyal hanya akan menikahi wanita pilihan saya."

"Benarkah?"

"Kamu tahu wanita itu."

Kening Elka berkerut. Siapa? Kapan mereka pernah bertemu? Di mana? Elka langsung bertanya-tanya.

"Wanita yang baru saja keluar dari tempat ini ...."

Rosita terkesan menggantung ucapannya. Senyum misterius yang terpoles di bibirnya terlihat mengerikan. Seketika kesan elegan yang terpancar darinya, lenyap tanpa bekas. Alih-alih terlihat elegan, dia tampak seperti ahli taktik yang gemar merencanakan tindak kriminal.

"Ya?" sahut Elka bingung, tetapi sejurus kemudian, ia teringat pada pertemuannya dengan wanita yang merupakan tante Daniyal tadi. Mungkin sapaan tante terlalu berlebihan untuk wanita cantik sepertinya. "Ah, maksud Anda Tante Daniyal? Kami sempat berpapasan tadi."

Rosita terkekeh, seolah dia menikmati raut bingung yang menggantung di wajah Elka.

"Handini Laroka. Calon istri Daniyal."

Rasanya Elka mendengar sesuatu yang salah. Apa telinganya keliru menangkap maksud perkataan Rosita barusan?

"Ya, kamu tidak salah dengar. Dia calon istri Daniyal," tukas Rosita seolah tahu makna di balik ekspresi linglung perempuan muda di depannya.

Calon istri? Calon ... istri? Wanita paruh baya tadi?

Elka terperangah.

Tunggu.

Apa Rosita baru saja menyebutkan kata Laroka? Nama itu merupakan marga dari pemilik bank ternama di tanah air. Stephanus Laroka—pemilik Bank Sentrum Indonesia.

"Kau tahu, Elka, pria yang kini menjadi kekasihmu adalah pria yang sejak kecil tinggal satu atap bersama calon istrinya. Mereka saling cinta. Sayangnya karena suatu keadaan, mereka berpisah. Tapi saya berani menjamin, itu takkan lama sebab sekarang sudah saatnya bagi mereka untuk kembali bersama."

Rosita menautkan dua tangannya, lalu menumpukan siku di atas meja.

"Elka ... Dyatmika, saya berusaha mengajakmu berkompromi. Silakan pilih, bertahan dengan Daniyal dengan risiko hidupmu hancur, atau pergi secara baik-baik setelah menerima kompensasi besar dari saya?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro