Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3 : Bimbingan dan Rencana

Mama Ortiz, Belinda, yang dikenal sebagai wanita yang penuh perhatian dan bijaksana, merasa ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan Ortiz. Setelah pertemuan calon keluarga baru kali ini, Belinda memutuskan untuk berbicara dengan Ortiz secara pribadi di ruang tamu yang nyaman.

Malam itu bahkan tidak menunggu hari isok. Belinda memanggil Ortiz saat pria itu hendak pergi untuk bermain skateboard. "Ortiz, ada yang ingin Mama bicarakan dengan kamu. Duduklah sebentar," katanya dengan nada lembut namun serius.

Ortiz, yang sudah mendengar sedikit tentang pertemuan tersebut, merasa sedikit gugup tetapi mencoba terlihat tenang saat ia duduk di sofa di sebelah mamanya. "Ada apa, Ma?"

Belinda memandang Ortiz dengan penuh perhatian. "Mama tahu bahwa kamu mungkin merasa canggung atau bahkan sedikit bingung tentang calon keluarga baru kita. Jadi, Mama ingin membicarakan ini dengan kamu lebih dalam."

Ortiz mengangguk, memandang mamanya dengan rasa ingin tahu. "Ya, Ma. Aku juga merasa aneh dengan semua perubahan ini. Bagaimana menurut Mama tadi?"

Belinda menghela napas sejenak sebelum berbicara. "Pertemuan ini penting untuk kita semua. Mama ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dan bahwa kita semua bisa menyambut keluarga baru ini dengan hati terbuka. Mama juga ingin mendengar pendapat dan perasaan kamu tentang hal ini."

Ortiz merasa sedikit lega mendengar dukungan dari mamanya. "Aku cuma berharap bisa beradaptasi dengan baik dan tidak merasa terlalu terasing."

Belinda tersenyum lembut. "Mama tahu itu tidak mudah, Ortiz. Tapi ingatlah, pertemuan ini bukan hanya tentang menyesuaikan diri dengan keluarga baru, tapi juga tentang bagaimana kita bisa membangun hubungan yang baik. Kalaupun ada kekhawatiran atau keraguan, Mama ingin kamu merasa bisa berbicara tentang itu."

Belinda menatap Ortiz dengan penuh perhatian. "Aku senang mendengar itu, Ortiz. Apa yang kamu pikirkan?"

Ortiz melanjutkan dengan penuh keyakinan. "Aku benar-benar percaya bahwa kehadiran papa Zaini dan kakak Krisan akan memberikan dampak positif bagi keluarga kita. Meskipun awalnya mungkin terasa canggung, aku yakin kita semua bisa belajar banyak dari mereka dan dari satu sama lain."

Belinda tersenyum, merasa terharu. "Kamu benar-benar merasa seperti itu?"

Ortiz mengangguk dengan mantap. "Iya, Mama. Aku merasa bahwa meskipun ada banyak perubahan, kita bisa membuat ini menjadi awal yang baik. Aku berkomitmen untuk terbuka dan menyambut mereka dengan hati yang hangat. Dengan dukungan dan usaha dari kita semua, aku yakin kita bisa membangun keluarga ini dengan... baik."

Belinda terlihat lega dan tersenyum bangga. "Terima kasih, Ortiz. Itu sangat berarti bagi Mama. Keyakinan dan dukunganmu akan sangat membantu dalam proses ini."

Ortiz menambahkan, "Aku juga ingin Mama tahu bahwa aku akan berusaha keras untuk membuat situasi ini menjadi positif. Aku yakin, dengan kerja keras dan komunikasi yang baik, kita bisa menjadikan keluarga ini lebih kuat dan harmonis."

Belinda mengulurkan tangannya dan memegang tangan Ortiz dengan lembut. "Aku percaya pada kamu, Ortiz. Bersama-sama, kita akan menghadapi perubahan ini dengan positif dan menciptakan masa depan yang lebih baik untuk keluarga kita."

Percakapan itu memperkuat keyakinan Ortiz dan memberikan dorongan bagi Belinda, menjadikan mereka lebih siap untuk menyambut kehadiran papa tiri dan kakak tiri dengan harapan dan semangat baru.

Ortiz merasa lebih tenang mendengar kata-kata mamanya. "Terima kasih, Ma. Aku akan berusaha sebaik mungkin. Aku juga akan mencoba untuk lebih terbuka terhadap orang-orang baru ini."

Mama Ortiz mengangguk penuh pengertian. "Itu yang Mama harapkan. Mari kita jalani ini bersama, dan Mama yakin kita akan bisa membangun keluarga yang harmonis dan bahagia.

Malam itu, Ortiz mencoba menenangkan pikirannya dengan bermain skateboard di taman kota yang sepi. Udara malam yang dingin sedikit membantu menyejukkan pikirannya yang penuh dengan kerumitan. Meskipun percakapan dengan mamanya, Belinda, tadi memberinya sedikit ketenangan, tetap saja ada sesuatu yang mengganjal di hati Ortiz.

Setiap kali roda skateboardnya menyentuh aspal, pikirannya kembali melayang ke kejadian di toilet kafe kemarin—pertemuan canggung dan memalukan dengan Krisan, pria yang ternyata akan menjadi kakak tirinya. Bayangan wajah Krisan yang terkejut dan gugup terus menghantui Ortiz, membuatnya merasa malu dan tidak nyaman.

"Bagaimana aku bisa membuat kesan pertama yang begitu buruk?" pikir Ortiz sambil menggelengkan kepala, mencoba mengusir perasaan itu. Namun, tidak peduli seberapa keras ia mencoba untuk fokus pada triknya, pikirannya terus kembali pada hal-hal yang membuatnya resah.

Di balik kegelisahan itu, ada perasaan yang lebih dalam yang mulai merayap ke permukaan. Ortiz tidak bisa mengabaikan kenangan pahit tentang ayah kandungnya, yang meninggalkan luka yang mendalam dalam hidupnya. Sepuluh tahun yang lalu, kehidupan mereka berantakan karena kehadiran seorang ayah yang tidak bertanggung jawab. Butuh waktu lama bagi Ortiz dan Belinda untuk bangkit kembali dan menemukan kedamaian di Jawa, jauh dari bayang-bayang masa lalu itu.

Namun sekarang, setelah bertahun-tahun hidup tenang, mamanya kembali memperkenalkan sosok ayah ke dalam hidup mereka. Ortiz tidak bisa menghilangkan rasa takut dan cemas yang muncul. Apakah sosok ayah tiri ini akan membawa kebahagiaan, atau malah membuka kembali luka lama yang sudah susah payah disembuhkan?

Ditambah lagi, pertemuannya yang canggung dengan Krisan, kakak tiri yang akan segera menjadi bagian dari hidupnya, membuat semua terasa semakin rumit dan kacau. Ortiz merasa seperti tenggelam dalam lautan ketidakpastian—di satu sisi, ia ingin mendukung mamanya dan membangun keluarga yang baru, tetapi di sisi lain, ada rasa takut yang mencekam tentang masa depan yang tidak pasti.

Malam itu, sambil meluncur di atas skateboard, Ortiz membiarkan pikirannya bercampur aduk, mencoba mencari jalan keluar dari kerumitan yang ia rasakan. Ia tahu bahwa banyak hal yang tidak bisa ia kendalikan, tetapi di dalam hatinya, Ortiz hanya berharap bahwa apapun yang terjadi ke depan, ia bisa menemukan cara untuk menghadapi semua ini dengan keberanian dan hati yang terbuka.

***

Sepulang dari kafe malam itu, Krisan merasa tidak bisa menunggu sampai matahari terbit. Semangatnya meluap-luap, dan dia memutuskan untuk mengajak Jaka bermain basket, sekadar untuk menghabiskan waktu dengan cara yang menyenangkan dan melepas kegembiraan yang tak tertahan.

Malam itu, lapangan basket di kompleks perumahan tampak sepi, dengan cahaya lampu lapangan yang menerangi area bermain. Krisan dan Jaka memulai permainan dengan santai, melempar bola ke ring dan bersaing dalam permainan yang penuh tawa. Selama permainan, Krisan tidak bisa menahan diri untuk bercerita tentang Ortiz dan segala hal yang telah terjadi selama seminggu terakhir.

"Sebenarnya, ada yang sangat menggembirakan terjadi seminggu ini," kata Krisan sambil mengatur posisi di lapangan. "Aku akhirnya bertemu dengan Ortiz lagi—cowok yang aku cari-cari sejak kejadian di kafe. Aku tidak percaya ternyata dia adalah adik tiriku. Rasanya semua ini seperti mimpi."

Jaka melempar bola ke ring dan dengan mudah memasukkannya, sambil mendengarkan dengan penuh perhatian. "Jadi, bagaimana kalian berdua?"

Krisan melanjutkan, "Ortiz tampaknya lebih banyak diam dan canggung. Aku tidak benar-benar tahu kenapa, tapi aku merasa ada sesuatu yang belum sepenuhnya dia tunjukkan. Mungkin ada alasan di balik sikapnya yang sedikit tertutup."

Ketika mereka beristirahat sejenak di lapangan basket setelah bermain kurang lebih setengah jam, Krisan akhirnya bertanya kepada Jaka, "Jaka, aku penasaran, kenapa ya Ortiz terlihat diam dan canggung saat kita bertemu kemarin? Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi aku tidak tahu pasti apa itu."

Jaka mengambil gitar yang selalu dia bawa kemudian dia terdiam sejenak untuk berpikir sebelum menjawab, "Ortiz mungkin merasa canggung karena pertemuan kalian adalah situasi baru baginya, terutama dengan seseorang yang belum terlalu dikenalnya dengan baik. Apalagi, kamu juga hadir sebagai calon saudara tirinya. Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa Ortiz merasa belum sepenuhnya nyaman dengan situasi keluarga baru ini, terutama dengan kehadiran ayah tiri dan semua perubahan yang terjadi."

Jaka lalu memetik gitar itu dengan nada yang tidak diketahui Krisan. Dia melanjutkan, "Ortiz mungkin juga merasa sedikit tertekan atau khawatir tentang bagaimana dia harus bersikap. Itu bisa membuatnya terlihat lebih pendiam daripada biasanya. Mungkin dia butuh waktu untuk beradaptasi dan merasa lebih nyaman dengan semua orang."

Penjelasan Jaka memberikan Krisan sedikit gambaran tentang kemungkinan alasan di balik sikap Ortiz dan membantu Krisan lebih memahami situasi tersebut.

Jaka tersenyum mendengar antusiasme Krisan. Jemarinya dengan lentik menari-nari di atas senar, menghasilkan nada yang berkesan sejul dan damai. "Senang mendengar kamu bahagia. Sepertinya hubungan kalian mulai membaik, dan itu sangat bagus."

Krisan mengangguk setuju. "Iya, aku merasa kami bisa menjadi keluarga yang solid. Meskipun ada tantangan, aku yakin semua ini akan berakhir dengan baik. Dan malam ini, bermain basket seperti ini membuatku merasa lebih baik dan siap untuk apa pun yang akan datang."

Saat Krisan dan Jaka melanjutkan bermain basket, Krisan kembali meminta saran. "Jaka, aku masih merasa bingung tentang bagaimana aku harus mendekati Ortiz. Selain mengantar jemput sekolah, apa yang bisa aku lakukan sebagai seorang kakak untuk membuatnya merasa lebih nyaman?"

Belum lama mereka berbicara, Dimas muncul setelah selesai kerja di kafe dan bergabung dalam permainan basket. Krisan segera menyambutnya dan meminta pendapat Dimas. "Galuh, aku baru saja berbicara dengan Jaka tentang Ortiz. Aku ingin tahu, menurutmu, apa yang bisa aku lakukan selain mengantar jemputnya untuk membuat Ortiz merasa lebih nyaman?"

Dimas juga antusias, memikirkan beberapa saran. "Pertama, cobalah untuk lebih banyak berinteraksi dengan Ortiz dalam kegiatan sehari-hari. Mungkin kamu bisa mengajaknya berpartisipasi dalam aktivitas yang kamu suka, atau bahkan mengajak dia untuk berkumpul dengan teman-teman kerjamu dalam suasana santai. Ini bisa membantu Ortiz merasa lebih terintegrasi dan diterima."

Dia melanjutkan, "Selain itu, sering-seringlah memberikan pujian dan dorongan. Ketika seseorang merasa dihargai, mereka biasanya akan lebih mudah membuka diri. Pastikan juga untuk mendengarkan dan memberi perhatian saat Ortiz berbicara, bahkan jika dia tampak canggung atau tidak banyak bicara."

Dimas juga menyarankan, "Dan jangan lupa untuk menjadi contoh yang baik. Tunjukkan sikap positif dan keterbukaan dalam hubungan kalian, sehingga Ortiz merasa ada tempat yang aman untuk dirinya sendiri."

Krisan merasa berterima kasih atas saran-saran Dimas dan Jaka. Dengan tambahan perspektif dari Dimas, Krisan merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan dalam mendekati Ortiz dan membangun hubungan yang lebih baik dengannya.

Setelah menerima saran dari Jaka dan Dimas, Krisan merasa terinspirasi dan mulai memikirkan berbagai cara untuk mendekatkan diri dengan Ortiz dan Belinda. Namun, pikirannya yang sibuk membuatnya kehilangan fokus saat bermain basket. Ia akhirnya memutuskan untuk duduk di pinggir lapangan, menyaksikan Dimas dan Jaka yang sedang beradu keterampilan bermain basket.

Sambil duduk dan menyaksikan permainan, Krisan merenungkan ide-ide yang telah dia dapatkan. Ia melihat Dimas dan Jaka dengan penuh perhatian, terkadang tersenyum melihat bagaimana mereka menikmati permainan. Krisan merasa tenang dan lebih fokus pada rencananya untuk mendekati Ortiz dan Belinda, sembari menikmati suasana malam dan kebersamaan dengan teman-temannya.

***

Pagi itu, Krisan merasa gugup ketika ia bersiap menjemput Ortiz untuk pertama kalinya. Ini adalah kesempatan baginya untuk mencoba memperbaiki kesan pertama yang canggung saat mereka bertemu di toilet kafe. Ketika Krisan tiba di depan rumah Ortiz, dia menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum membunyikan klakson mobil.

Ortiz, yang sudah bersiap-siap, melangkah keluar dengan tas sekolah di pundaknya. Dia merasa sedikit canggung saat melihat Krisan di balik kemudi, mengingat kejadian memalukan sebelumnya. Namun, Ortiz berusaha memasang wajah tenang saat membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Pagi," sapa Krisan dengan senyum hangat, meski ia bisa merasakan sedikit ketegangan di udara.

"Pagi," balas Ortiz singkat, menatap lurus ke depan. Suasana di dalam mobil terasa hening sejenak, dengan hanya suara mesin yang menjadi latar belakang.

Krisan merasa bahwa keheningan ini harus dipecahkan, atau suasana akan semakin canggung. Ia berusaha mencari topik ringan untuk dibicarakan. "Kamu biasanya berangkat sekolah jam berapa?"

Ortiz menoleh sedikit, senang bahwa Krisan mencoba membuka percakapan. "Biasanya sekitar jam enam. Aku suka datang lebih awal supaya bisa santai dulu sebelum pelajaran mulai."

Krisan mengangguk. "Itu kebiasaan yang bagus. Aku ingat waktu sekolah dulu, aku sering terlambat dan selalu terburu-buru."

Ortiz tersenyum tipis, merasa sedikit lebih rileks. "Serius? Aku malah nggak bisa kalau nggak datang lebih awal. Rasanya kayak ada yang kurang."

Mendengar tanggapan Ortiz yang lebih terbuka, Krisan merasa lega. Percakapan mulai mengalir lebih lancar. Mereka berbicara tentang hal-hal sederhana, seperti musik yang mereka sukai dan rutinitas sekolah Ortiz. Krisan menghindari topik yang lebih dalam untuk saat ini, sadar bahwa ini adalah langkah awal untuk membangun hubungan yang lebih baik.

Saat mobil mendekati sekolah, Ortiz merasa kelegaannya semakin bertambah. Meskipun awalnya canggung, Krisan berhasil membuat suasana menjadi lebih santai dan nyaman. Ketika mereka tiba di depan sekolah, Ortiz menatap Krisan dengan senyum yang lebih tulus.

"Terima kasih sudah antar aku, Krisan. Mungkin nanti kita bisa ngobrol lebih banyak," kata Ortiz sebelum keluar dari mobil. "Eh, kakak nanti jemput aku, kan?"

Krisan membalas senyuman itu dengan perasaan hangat di dalam hati. "Tentu, Ortiz. Aku senang bisa mengantar kamu. Hati-hati di sekolah ya."

Ortiz melambai singkat sebelum berbalik menuju gerbang sekolah. Di dalam mobil, Krisan merasa puas. Meski pertemuan pertama mereka di mobil ini dimulai dengan canggung, dia tahu bahwa mereka sudah mengambil langkah pertama menuju hubungan yang lebih baik.

BERSAMBUNG

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro