Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

✴Memory |2|

Kamis, tepat sepuluh hari setelah Jimin dinyatakan hilang.

•|678 words|°


Dari banyaknya kesibukan di kota Seoul, pasangan suami istri bermarga Park ini seolah telah kehilangan cahaya hidup mereka. Anaknya menghilang, dan sampai sekarang belum ada perkembangan informasi apapun dari pihak polisi.

Mereka sudah melaporkan kehilangan anaknya ke berbagai media; baik di media cetak, media sosial maupun media pertelevisian. Namun, mereka masih belum menemukan titik terang, perihal keberadaan Jimin sekarang.

Yang paling parah adalah ibunya. Kesehariannya hanya diselimuti rasa khawatir juga penyesalan yang sangat dalam. Ia menyesal, karena telah membiarkan anaknya berlibur bersama ayahnya.

Sebenarnya, ayahnya—kakek Jimin—sama sekali tidak membenci Jimin. Hanya saja, umurnya yang sudah sangat renta, membuatnya sulit mengingat dan mudah melupakan sesuatu.

Saat di taman bermain, sang kakek bukan meninggalkan Jimin, tapi ia lupa kenapa ia bisa berada disana. Alhasil, begitu ia keluar dari rumah hantu, ia langsung saja menghubungi supirnya lalu pulang ke rumah tanpa membawa sang cucu kembali.

"Bagaimana? apa pihak polisi sudah menemukan anakku?" tanya Tuan Park pada Tuan Jeon, tangan kanannya yang dipercaya untuk menangani kasus hilangnya Jimin.

"Masih belum ada perkembangannya sampai saat ini, tapi aku sudah menemukan rekaman cctv-nya." Tuan Jeon mengeluarkan sesuatu dalam tasnya. "Aku sudah menyalin rekamannya dilaptopku."

Taun Park memijat keningnya dan mendesah lelah. "Bisa kita bicarakan intinya saja? aku tidak punya banyak waktu."

Tuan Jeon kembali menutup laptopnya. "Baiklah. Dari rekaman cctv, Jimin terlihat mengikuti sebuah keluarga di Perumahan Sakura di wilayah Gyeongcan. Sampai pukul sepuluh malam, dia masih duduk di depan rumah milik Tuan Kim yang merupakan salah satu klien perusahaan anda. Sepertinya, Jimin mengikuti anak perempuan mereka karena keduanya sempat terlihat berbicara saat masih di taman bermain."

"Benarkah? kau sudah menghubungi mereka?" sahut Tuan Park dengan raut bahagia. Namun tuan Jeon menggeleng.

"Masalahnya, mereka sama sekali tidak menyadari kalau Jimin mengikuti mereka. Dan tepat saat pukul sebelas malam, Jimin sudah tidak terlihat cctv. Sebelumnya, ia sempat berjalan ke arah utara tapi dia langsung tidak terlihat lagi di cctv manapun setelah itu."

Raut Tuan Park kembali keruh. "Lalu, apa masih ada lagi? apa tidak ada seorangpun yang melihat kemana anakku pergi setelah itu?"

"Tidak ada, tapi ada satu masalah lain disini tuan."

Tuan Park mengangkat sebelah alis. "Apa itu?"

"Kau tahu Lucy Kim? model majalah dewasa yang baru saja dibebaskan karena kasus penculikan anak dibawah umur?"

Tuan Jeon melanjutkan, "Beberapa orang pernah melihatnya berkeliaran di sana. Di ujung utara perumahan yang langsung menjurus ke hutan."

*

Jimin kecil terlihat sedang meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Kedua tangannya terus menekan telinganya, air matanya terus mengalir sambil terisak.

Raut wajahnya sangat pucat, matanya merah dengan kantung mata yang menghitam karena kurang tidur.

Seseorang didalam cermin itu terus menekannya, memintanya untuk menyerahkan tubuhnya. Jimin takut, ia masih ingin hidup.

Sudah dua hari, wanita itu tidak mengunjunginya. Jimin takut, ia takut kalau semakin lama berada disini, ia akan menjadi gila.

Kepalanya mendongak cepat kala mendengar suara pintu terbuka. Raganya langsung berlari, menghambur ke pelukan wanita itu begitu masuk ke ruangan Jimin.

"Hey ... kau kenapa?" tanya wanita itu.

Jimin terisak. "A-aku takut. Aku ingin pulang," rengeknya sambil terus memohon.

Wanita itu mengangkat sudut bibirnya, berjongkok dan mensejajarkan wajahnya menatap lelaki kecil manis di hadapannya. "Kau takut?"

Jimin mengangguk takut-takut.

Wanita itu tersenyum, membelai pipi Jimin yang basah oleh air mata. "Kenapa kau tidak berbicara dengan mereka?"

"Mereka—siapa?"

"Bayanganmu dalam cermin itu."

"Mereka bukan bayanganku!" Jimin menjerit. "Mereka monster! mereka—hik—mereka ingin aku mati."

"Mereka begitu karena kau takut. Cobalah ajak ngobrol mereka, maka kau tidak akan merasa kesepian lagi."

Jimin mengangguk, lantas kepalanya berotasi ke belakang dan mendapati sosok lain sepertinya yang tengah tersenyum lebar. Pelan namun pasti, sudut bibir Jimin mulai terangkat, menampilkan senyum manis namun sangat menyayat hati.

Wanita itu tersenyum, merasa berhasil karena telah membuat kepribadian lain masuk ke dalam tubuh Jimin.

*

Balik lagi dengan memory pt 2.

What do you feel?

Kemarin ada yang sempet nebak, tapi sayang imajinasiku gk ke situ :v

Sepertinya, nanti bakalan ada lagi memory kek gini, aku gk mastiin bakal ada berapa, karena ini akan terus bertambah seiring dengan konflik yang masih belum selesai.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro