Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

✴Memory |1|

| 669 words |°

Seorang bocah kecil dengan mata kecilnya terus menangis sejak ia keluar dari rumah hantu.

Banyak pengunjung yang melihat bocah itu prihatin, beberapa dari mereka bahkan banyak yang bertanya seperti; dimana ibumu, nak? kau tidak apa-apa? dan bla bla bla hingga pertanyaan paling nyeleneh seperti; Dek, umur berapa? jadi pacar kakak mau?

Tapi bocah itu sama sekali tidak menghiraukan mereka. Ia hanya terus menangis sampai yang keluar bukan hanya air matanya saja tapi air hidungnya juga.

Rupanya, aksi menangisnya itu tidak hanya mengundang perhatian orang dewasa saja. Seorang bocah perempuan juga terlihat mendekatinya.

"Kau sedang nangis, ya?" tanya bocah perempuan itu dengan tatapan polos.

Bocah itu tidak menjawab, tapi tangisannya sudah sedikit mereda. Tatapannya tidak terlepas dari wajah  si bocah perempuan.

"Namamu siapa?" tanyanya.

"Jimin."

"Chimin?"

Bocah itu hanya mengangguk saja, tak peduli dengan fakta kalau si bocah perempuan itu salah mengucapkan namanya.

Bocah perempuan itu memiringkan kepalanya ke satu sisi, memperhatikan wajah bocah itu yang penuh dengan cairan yang sudah agak mengering.

"Kau kotol."

Ia lantas mengambil sesuatu dalam sakunya. Tanpa banyak bicara, bocah perempuan itu membasahi sapu tangannya, memerasnya dan mengusapkannya ke seluruh wajah Jimin. Tak pelak, membuat orang dewasa yang melihatnya terenyuh, merasa gemas dengan interaksi kedua bocah itu.

Bocah perempuan itu bersorak senang setelah berhasil membersihkan wajah Jimin. "Woah ... kau sangat tanteng!"

"Ganteng," koreksi Jimin dengan wajah datar.

Bocah kecil itu mengibas-ngibas tangan tidak peduli. "Pokoknya Tanteng! ayo kita foto disana!"

*

Malam harinya, Jimin teruduk diam sambil memeluk lututnya di pinggir jalan—tepat didepan rumah si bocah perempuan tadi. Ia belum sempat bertanya siapa namanya, jadi setelah mereka berfoto, ia langsung mengikutinya.

Suasana malam cukup sepi—terlebih dengan udara dingin yang terus berhembus, membuat banyak orang lebih memilih menghabiskan waktu malam di rumah.

Mata kecil Jimin terus melihat apapun yang ada di sana—dari mulai mobil, tiang listrik bahkan sampah dan semut yang berbaris di pinggirnya. Jimin takut, ia ingin pulang tapi tidak tahu jalan pulang—sungguh naas.

Jimin melihat seseorang di ujung jalan, cahayanya remang-remang namun Jimin dapat melihat kalau orang itu sedang melambai padanya. Jimin bangkit, lantas berlari menghampirinya. Jimin tersenyum akhirnya ia bisa pulang, namun mukanya langsung pucat pasi begitu melihat wajah orang itu yang menyeringai.

"Halo, anak manis."

*

Jimin terbangun di sebuah ruangan putih dengan kaca di ketiga sisinya. Entah sudah berapa lama ia tertidur disini. Mata kecilnya menatap takut seseorang di dalam cermin itu.

Saat Jimin bangun, ia juga bangun. Bahkan saat Jimin berkedip dan menjerit, orang itu juga melakukan hal yang sama.

Ia meringkuk ketakutan dibalik selimut. Keringat dinginnya bercucuran, jantungnya memompa cepat, tubuhnya gemetar. Ada apa dengan tubuhnya? ada apa dengan dirinya? kenapa ia merasa sangat ketakutan hanya dengan melihat bayangannya sendiri?

Seseorang memasuki ruangan ini, tangan Jimin menyibak sedikit selimutnya untuk melihat siapa yang datang.

"Kau sudah bangun, manis?"

Suara itu lagi, tanpa aba-aba Jimin langsung menegakkan tubuhnya dan membungkuk hormat kepada wanita itu.

"Anak pintar." Wanita itu tersenyum, mengelus rambut Jimin layaknya anjing peliharaan. "Kenapa kau bersembunyi?"

"A-aku takut," jawab Jimin tanpa berani memandang wajah wanita itu. Badannya selalu bergetar dan bereaksi berlebihan. Rasanya lebih menakutkan daripada melihat bayangannya sendiri.

"Kau akan terus kesepian jika terus bersembunyi." Wanita itu melanjutkan, "Akan sia-sia aku menyuntikan cairan itu jika kau terus bersembunyi. Kau harus melihat mereka, mereka semua temanmu."

"Teman?"

"Iya, teman. Kau bisa menggunakan mereka saat kau lelah."

Jimin tidak begitu mengerti ucapan wanita itu. Tapi, begitu wanita itu keluar dari ruangannya setelah menyuruhnya makan, ia mulai memandang seseorang didalam cermin itu. Seharian ia bercerita; tentang betapa kakeknya membencinya, betapa ia merindukan rumah dan—bocah perempuan itu.

Rasanya sungguh menyenangkan, ia merasa punya teman walaupun hanya dengan bayangannya sendiri. Sampai ia mendengar suara seseorang dibelakangnya.

"Hai, namaku Jimin."

*

Emm ... Gimana ya, jadi ini tuh semacam selingan gitu. Potongan-potongan ingatan mereka di masa lalu.

Ini sama sekali gk nyambung sama cerita sih sebenernya, tapi ini cuma buat memperjelas aja; soal kenapa jimin bisa alter ego, jadi penguntit(?) dan sebagainya.

Semoga gk bosen ya. Chap selanjutnya bisa di up hari ini jika banyak yg minta😂 kalau gk ya, tetep di up bsk. Anyeong😘💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro