💚Bonus💙
Bonus: Suatu hari di kediaman Dahmin's family
•|685 words|°
"Sayang, aku hari ini libur," lirih Jimin dengan suara serak seperti orang baru bangun tidur. Ia membalikan tubuhnya, merentangkan tangannya lalu merengkuh tubuh sang istri ke dalam dekapannya.
Dahyun sempat agak terusik dari tidurnya, tapi begitu mendengar kata libur, ia langsung memandang wajah suaminya itu dengan mata berbinar. "Benarkah?"
Jimin mengangguk, masih dengan mata terpejam. Ia semakin mengeratkan dekapannya, meletakan kepalanya di ceruk leher Dahyun. "Kau sepertinya senang sekali, ya? Kau sangat merindukanku, huh?"
Dahyun mendelik, Jimin sama sekali tidak berubah. Sudah punya anak dua pun, ia tetap manja seperti ini. "Sedikit. Tapi kau serius libur? Sampai kapan?"
Jimin memandang Dahyun aneh. "Kau kenapa sesenang itu sih mendengar aku libur? Ada apa? Kau ingin sesuatu?"
Dahyun mengangguk antusias. "Hari ini saudaraku dari luar negeri akan kembali dan ia memintaku untuk mengajaknya berkeliling Seoul."
"Lalu?"
"Kau bisa menjaga Minhyun dan Jihyun?"
"Ani! Aku tidak bisa!" Jimin langsung menolak. Ia mendudukan dirinya lalu menatap Dahyun jengkel. "Memangnya ia tak punya kenalan lain untuk menemaninya? Aku kan hari ini libur, masa aku harus di rumah menjaga si kembar sedangkan kau asik jalan-jalan?"
"Kan ada bibi Jung."
"Tapi aku inginnya bersamamu!"
Dahyun menghela napas, "Baiklah. Tapi kau harus tetap menjaga si kembar untukku. Biarkan aku istirahat untuk hari ini."
"Apa? Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian! Selagi kau libur, kau harus mengurus kedua anakmu juga supaya mereka ingat kalau mereka punya ayah." Dahyun langsung pergi meninggalkan Jimin yang terus berteriak protes.
"Ahss—sial. Padahal aku ingin manja-manjaan dengan Dahyun."
#
"Minhyun-ah, aaa—"
Saat ini, Jimin sedang menyuapi Minhyun bubur. Sementara pandangan anak itu fokus pada televisi yang saat ini menayangkan sebuah kartun si kembar botak. Jimin sama sekali tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan, tapi kedua anaknya selalu menangis jika Jimin memindahkan chanelnya.
"Pappa—pappa—" ucap Jihyun. Jimin juga menyuapinya, tapi karena anak itu tak bisa diam, buburnya jadi belepotan kemana-mana. Jimin tersenyum gemas, "Anak papa sudah pintar bicara, ya."
Jimin terus menyuapi kedua anaknya dengan santai. Bahkan ia tidak menyadari kalau waktu kini sudah menunjuk angka delapan, itu artinya, sudah setengah jam ia menyuapi mereka tapi sampai sekarang tak kunjung selesai.
Dahyun yang baru selesai mandi dan ganti baju itu langsung misuh-misuh begitu melihat kedua anaknya yang sudah belepotan bubur sedang ayahnya malah asik tertawa karena si botak kembar itu di guyur pupuk kandang. Belum lagi keadaan ruang tengah itu yang sudah terlihat seperti kapal pecah. "Ya Park Jimin! Apa yang sedang kau lakukan?"
Masih dengan tertawa, Jimin menoleh pada Dahyun. "Ah, kau sudah selesai? Kemarilah, lihat! Mereka lucu sekali hahaha."
Dahyun menghela napas. Ia mengambil dua kain lap lalu mencelupkannya pada air hangat untuk membersihkan noda di pipi kedua anaknya. "Astaga, padahal baru aku tinggal sebentar tapi kalian sudah seperti gelandangan begini."
Bukannya membantu, Jimin malah mendekap tubuh Dahyun dari belakang. Ia menghirup wangi sabun Dahyun itu dengan lembut. "Hmm—kau wangi."
Dahyun berdecak, lalu mengambil alih makanan si kembar. "Tau bakal begini, lebih baik kau ke kantor saja. Bukannya membantu, kau malah semakin membuatku pening."
Mendengar itu, Jimin cemberut. "Kau ini kenapa semakin galak sih? aku kan sudah membantu menyuapi mereka."
"Iya tapi lama."
"Kan mereka juga perlu waktu untuk mengunyah."
"Tapi gigi mereka masih belum tumbuh."
"Oh ya? Masa sih? tadi Minhyun menggigitku dan rasanya sakit sekali."
Dahyun menatap Jimin aneh, "Apa yang kau lakukan padanya sampai ia menggigitmu?"
"Aku ingin mencubit pipinya tapi ia malah mengigitku."
Dahyun memutar bola matanya lelah. "Makanya kau jangan menjahili mereka." Dahyun tersenyum begitu melihat wajah kedua anaknya yang sudah bersih. Ia menyingkirkan tangan nakal Jimin yang malah memainkan payudaranya. "Ck! Lepas! Kau tidak malu pada anakmu?!"
"Kenapa harus malu? Kan mereka tau kalau aku ayah mereka. Iya, kan, Jihyunie?" Jihyun langsung menampar wajah Jimin dengan tangan mungilnya. Membuat Dahyun dan Minhyun tertawa.
"Kau sepertinya harus berusaha keras untuk mengambil hati mereka."
Jimin menatap Jihyun dengan tajam, tapi anak itu malah tertawa, membuat matanya yang sipit semakin tenggelam oleh pipi tembamnya.
Well, walaupun Jimin jarang memiliki moment seperti ini bersama keluarga kecilnya. Siapapun tahu, kalau lelaki itu sangat mencintai keluarga kecilnya itu. Terutama ibu dari kedua anaknya.
Fin
Special for tarayoong makasih udh ngasih ide💕
Buat ide yg lain, bakal aku pake di bonus chap selanjutnya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro