Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#20. I'm Forget All But I Only Remember You

Lima jam,
setelah panggilan 'yeobo'nya
dihari ke enam puluh dua.

•|660 words|°

Dari jarak lima meter, aku mengamatinya yang sedang membelikan churros dan minuman dingin untukku.

Aku bosan di rumah, jadi aku memintanya untuk membawaku ke taman bermain. Jimin belum bekerja, ia mengambil cuti selama sebulan, alhasil ia hanya menurut saja saat aku mengatakan ingin kemari.

Aku tersenyum, tanganku lantas melambai heboh ke arahnya yang telah selesai mendapatkan jajanan. Ia tersenyum tak kalah lebar, bahkan kakinya berlari kecil, membuat bando anak anjing yang dikenakannya ikut bergerak.

Seorang pemuda berambut blonde menghampiriku, membuat pemandangan Jimin terhalang oleh tubuhnya.

"Emm ... boleh aku minta nomor ponselmu?" ia menggaruk ceruk lehernya gugup. "Sepertinya aku menyukaimu. Apa kau sudah punya pacar?"

"Hah?!" Aku melongo dengan tampang bodoh. Apa maksud orang ini, bahkan aku tidak pernah melihatnya apalagi mengenalnya.

Pandanganku teralihkan saat melihat Jimin sudah ada di belakang pemuda itu.

"Ada apa, sayang?" tanyanya kepadaku, tatapannya langsung mengarah pada pemuda itu. Tatapan yang tajam dengan rasa tidak suka yang sangat kentara.

"Oh, jadi kau pacarnya?" tanya pemuda itu pada Jimin.

Aku nyaris memekik, saat Jimin meraih pinggangku dan menarikku mendekat padanya dengan posesif.

"Aku suaminya."

*

Jimin terus menatap ke jendela, mengabaikanku seolah aku tidak sedang bersamanya. Aku menekuk wajah sebal, rasanya sungguh tidak menyenangkan.

Begitu ia berhasil mendeklarasikan diri  sebagai suamiku di depan umum—dan mempermalukan pemuda itu tentu saja. Ia langsung menarikku masuk kereta gantung, bahkan ia tidak mengindahkan keinginanku yang ingin masuk ke rumah boneka.

"Kau kenapa?" tanyaku setelah beberapa saat. Ia menoleh sekilas, lalu menggenggam tanganku.

"Entahlah, aku merasa marah saat melihat lelaki itu berbicara padamu," katanya sambil memainkan jari-jariku.

"Kau ... cemburu?" tanyaku memastikan.

Jimin mendongak dan tersenyum tipis. "Sepertinya iya, aku tidak akan segan-segan memberi mereka pelajaran jika berani mengganggu istriku."

Aku terkekeh, menepuk pundaknya dengan keras. "Menggelikan."

Selang beberapa saat, kami hanya terdiam. Saling menikmati keindahan di luar sana dengan tangan—yang tanpa sadar—masih terus bertaut.

Aku jadi teringat, saat pertama kali aku menaiki ini dengan Jim. Dan sekarang, aku kembali menaiki kereta gantung ini dengan Jimin, si pemilik tubuh yang asli. Sungguh, tidak dapat dipercaya.

"Emm.. Jimin-ah, bukankah kau waktu itu bilang kalau kau membenciku? tapi kenapa kau menikahiku?" pertanyaan itu spontan terucap olehku, saat bayangan mengerikan Jimin kembali terulang dalam ingatanku.

Jimin terdiam, ia mengusap-ngusap tanganku dengan ibu jarinya. "Menurutmu? bukankah kau juga setuju, untuk menikah dengan penguntitmu ini?"

Aku mendengus kembali mendorong bahunya dengan keras. Iya dia benar—sangat benar—membuatku kesal sendiri. "Aku hanya penasaran, kalau tidak mau menjawab ya tidak usah." Aku memalingkan muka.

"Sebenarnya aku memang membencimu sebelumnya." Dari sudut mataku, aku melihatnya sedang menarawang ke langit-langit kereta gantung. "Aku benci, harus memperhatikan tanpa diperhatikan. Mengamati tanpa terlibat. Melihat tanpa bertindak juga berharap tanpa kepastian. Aku membenci semua itu."

Aku terdiam, sepertinya aku memang sudah memperlakukannya dengan buruk sebelumnya.

"Namun aku paling membenci saat aku jauh darimu. Mungkin ini terdengar aneh, tapi setelah kejadian penculikan itu, aku melupakan semuanya. Termasuk, ibu dan ayahku."

Aku menoleh padanya dengan raut terkejut. Ia malah tersenyum, "Itu benar dan anehnya, aku hanya mengingat kakekku yang telah berbuat jahat padaku dan—kau."

Aku membeku tanpa suara.

"Percaya atau tidak, kejadian itu telah merenggut semua ingatanku. Yang tersisa hanya ingatan buruk dan baik."

Jimin mendekatkan wajahnya, membuatku dapat merasakan deru napasnya yang hangat. "Aku mengingatmu, dari semua kenangan baikku, hanya kau yang ku ingat."

"Ekhm! Jimin, ini—terlalu dekat." Aku sudah terjebak, kepalaku sudah menyentuh kaca dan Jimin mengurung tubuhku.

"Wae? Apa kau masih ragu padaku?"

"Bu—bukan begitu."

"Lantas?"

"Ini tempat umum."

Jimin semakin mendekatkan tubuhnya, sebelum menyentuh leherku dan menciumku.

"Aku tidak peduli."


•🍒•


Pengen nanya, SEANDAINYA mereka beneran pacaran di real life kalian bakal kek gimana?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro