#18. We Married but...
Our wedding,
Dihari ke enam puluh satu.
•|414 words|°
Aku memandang pantulan wajahku yang sedang dirias. Hari ini adalah hari pernikahan kami.
Aku sudah mengambil keputusan kalau aku tidak akan meninggalkan Jim, lagipula aku sudah berjanji pada Jimin untuk tidak membatalkan pernikahan.
Ini memang berat, setelah kejadian kemarin, aku jadi sedikit takut pada Jimin. Tapi, aku tidak ingin membuat kedua orang tuaku malu karena membatalkan pernikahan di hari-H pernikahan.
Wajahku telah selesai dirias, dan gaun putih tanpa lengan telah membalut tubuhku. Aku terlihat sangat cantik.
Ditengah ratusan tamu undangan, aku melihat Jim telah siap di atas altar. Menungguku.
Bersama ayahku, aku mulai melangkahkan kaki diatas karpet merah ini. Diiringi dengan tatapan kagum para tamu yang terus mengiring hingga aku sampai di atas altar.
Selama kami mengucapkan janji suci, hingga saling menyematkan cincin. Jim terus menatapku datar—sama sekali tidak berekspresi. Ia bersikeras ingin membatalkan pernikahan ini sedangkan aku, apapun alasannya aku akan tetap menjalani apa yang telah aku tetapkan.
Semua orang bersorak, mereka meminta Jim untuk menciumku. Dalam sekali sentak, Jim meraih pinggangku lembut dan mencium keningku lama.
"Aku mencintaimu, terima kasih karena telah menepati janjimu."
Aku mengernyit. "Ap—"
Jim membungkam mulutku dengan ciumannya. Semua orang kembali bersorak. Ia menarik pinggangku, memperdalam ciuman kami. Jim tersenyum disela ciumannya.
Tidak, dia bukan Jim.
*
Malam ini, entah apa yang akan kami lakukan. Aku terlalu gugup.
Jimin masih belum keluar dari kamar mandi, dan aku di sini hanya menunggunya seperti orang bodoh.
Bagaimana kalau ia menyakitiku? Bukankah ia membenciku?
Berbagai dugaan negatif memenuhi otaku sekarang. Suara gemericik air perlahan tidak terdengar, disusul dengan munculnya Jimin dengan rambutnya yang basah.
"Kau belum mengganti bajumu?" tanyanya, begitu melihatku yang masih mengenakan gaun pengantin.
"Belum. Aku menunggu kau selesai mandi."
"Wae? Padahal kita bisa mandi bersama."
Aku mendelik, "Mesum." Lantas menghentakan kakiku memasuki kamar mandi.
"Ya! Kau sudah menjadi istriku!"
"Aku tidak peduli!" balasku berteriak di kamar mandi.
Aku menyalakan keran, mengisi bathub dengan air hangat. Badanku terasa remuk karena terlalu lama berdiri, jadi aku memutuskan untuk berendam. Hitung-hitung menghindari Jimin juga.
Namun baru saja aku akan membuka gaunku, seseorang tiba-tiba masuk tanpa permisi.
"Ups! Kau tidak menguncinya, sayang."
Aku melotot. "Ya! Park Jimin, keluar! Aku mau mandi!"
"Mandi saja, aku suamimu, tidak usah malu." Dia memandangku sambil tersenyum mesum.
Astaga, aku belum siap.
•🍒•
Ini apaan si🙉🙈
Ngetiknya jadi gemes sendiri sama merekanya 😂wkwk
Terima kasih untuk responnya kemarin. Aku terhura sekalihh😭😭 ternyata banyak juga yg suka sama cerita ini💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro