Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6


ALVAN memarkirkan motornya di pelataran parkir sebuah mall di kawasan Pondok Indah. Untungnya Alvan sudah sering ke mall tersebut dan hafal dimana letak kios j.co berada. Dengan langkah cepat Alvan menyusuri pusat perbelanjaan tersebut.

Setelah memilih dua belas rasa donat secara acak, Alvan berjalan ke arah kassir untuk membayar pesanannya namun matanya terpaku pada sosok cewek yang sedang berdiri masih lengkap dengan seragam putih abu-abu yang ditambah sweater warna navy blue sambil menatap menu minuman di papan.

Rambut coklat milik cewek itu yang tercepol asal membuat anak-anak rambutnya yang tidak ikut tercepol menempel di sekitaran pelipis dan rahangnya menimbulkan kesan manis membuat mata Alvan untuk beberapa waktu terpaku pada sosoknya sebelum akhirnya secara refleks ia memanggil sosok yang dikenalnya itu.

"Tara?"

Cewek itu menoleh ketika sadar namanya dipanggil. Matanya terbelalak menunjukkan keterkejutannya. "Al..van?"

Alvan melambai dengan bersemangat karena sosok itu benar-benar Tara. Entah kenapa Alvan bersikap se-bersemangat itu hanya karena tidak sengaja bertemu Tara disini.

Alvan melirik kassir yang ternyata sudah menunggu Alvan. "Oh iya maaf mbak, jadi berapa?" tanya Alvan sambil meringis tidak enak karena sudah membuat petugas kasir itu menunggunya. Untung saja saat itu tidak ada pembeli lain setelah Alvan jadi dia tidak menghambat pembeli lain.

"Ngapain lo disini?" tanya Alvan kepada Tara yang kini sudah berdiri lebih dekat dengannya.

"Mau nonton Van, tapi filmnya masih satu jam lagi jadi gue jalan-jalan aja dulu. Lo sendiri?" tanya Tara balik.

Alvan mengedikkan dagunya ke arah pesanannya. "Tuh, beli donat buat dibawain ke temen yang sakit."

Tara mengangguk-angguk.

"Eh Tar, lo pesen apa? Sini gabungin aja sama gue."

"Hah? Eh gak usah!"

"Yaelah gak apa-apa sih! Mba ini nambah... lo mau apa?" tanya Alvan kepada Tara.

Tara menatap Alvan sungkan. Tara yakin kalau nanti ujung-ujungnya Alvan akan membayarkan pesanannya juga. Bukannya geer atau apa, masalahnya Tara tau sekaya apa seorang Alvan ini.

"Gak usah, Van!"

"Yaelah Tar, buruan mbaknya udah nungguin tuh!" ucap Alvan keras kepala membuat Tara mau tidak mau akhirnya menyebutkan pesanannya. "Iced thai tea..."

"Yang uno apa due?" tanya Alvan menggantikan tugas sang kasir untuk menanyakannya pada Tara. "Uno aja."

"Yaudah, itu satu mbak sama..." Alvan menatap papan minuman sejenak. "capuccino caramelonya deh mbak satu. Yang uno juga."

"Atas nama?"

"Alvan dan Tara."

Hening. Alvan langsung mengejapkan matanya sadar kalau ucapannya agak rancu.

"Eh maksudnya Alvan buat yang capuccino terus Tara buat yang Thai tea, bukan Alvan dan Tara..eh"

Tara terkikik. Lucu juga melihat Alvan mendadak salting, padahal Tara yakin mbak-mbak kasirnya juga ngerti maksud Alvan soal nama mereka tanpa harus diperjelas.

"Iya udah pokoknya gitu deh, mbak!" ucap Alvan sambil memberikan selembar uang seratus ribu dan selembar lima puluh ribu. "Duduk dulu yuk, Tar!" ajak Alvan sambil menunjuk ke arah salah satu kursi yang berhadap-hadapan.

Tara mengangguk dan berjalan duluan menuju kursi yang dimaksud Alvan sambil membawa dua piring donat free yang diberikan atas pembelian dua jcoffe tadi, sedangkan Alvan mengambil plastik berisi donat yang ia beli lalu menyusul Tara.

"Lo gak apa-apa nunggu rada lama? Bukannya lo mau jenguk temen lo?" tanya Tara saat mereka sudah duduk berhadapan.

"Woles, jenguknya di rumah kok gak ada jam besuknya."

Tara hanya mengangguk-angguk.

"Lo mau nonton apaan, Tar? AADC 2, ya?" tanya Alvan kepo.

"Hahaha, tau-tauan AADC lo, Van!" ucap Tara sambil tertawa-tawa. Pasti Alvan abis nonton atau mungkin diajak nonton sama pacar atau gebetannya, pikir Tara.

"Iyalah, tante sama nyokap gue heboh banget pas tau AADC ada yang kedua. Bokap gue sampe dipaksa pulang kantor muter-muter nyariin tiketnya. Nyokap sama tante gue maksa banget mau nonton premierenya."

Tara terbahak. "Iya? Terus dapet gak? Kan rame banget tuh! Tadi aja di bioskop antriannya gila banget."

"Dapet sih untungnya. Terus ternyata bokap beli tiketnya banyak gitu, gue diajak nonton juga. Dipaksa sih lebih tepatnya!"

Tara tertawa. Membayangkan Alvan dan Papanya ada di antara penonton AADC 2 yang sudah dipastikan lebih banyak kaum hawanya ketimbang kaum adam. Ya secara cowok-cowok jarang banget suka film yang berunsur drama apalagi romantis. Alvan tau juga karena memang film AADC itu lagi booming banget diomongin hampir semua orang.

"jadi lo beneran mau—"

"Alvan?"

Ucapan Alvan terputus ketika namanya dipanggil oleh barista. Alvan lalu berdiri dan berjalan untuk mengambil minumannya. Alvan juga memutuskan untuk sekalian mengambil minuman Tara karena minuman itu juga selesai disiapkan bersamaan dengan miliknya.

"Silahkan menikmati," ucap sang barista.

Alvan lalu meletakkan minumannya di meja dan menyerahkan kepada Tara minumannya. "Nih," ucapnya sambil kembali duduk di hadapan Tara.

Tara tersenyum sambil meraih minumannya. "thanks, Van."

"Dan sebelum lo mau bayar gue, itu minuman gue beliin. Ok?" ucap Alvan sebelum Tara bahkan sempat bergerak untuk mengeluarkan dompet dari tasnya.

Tara sudah mengiranya. Tapi tau kalau menolak akan menjadi hal yang sia-sia maka Tara akhirnya hanya bisa mengulas senyum sekali lagi. "Thanks lagi ya, Van."

Alvan mengangguk. "Selow. Btw lo mau nonton jam berapa emang? Terus sendirian?" tanya Alvan sambil mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan.

Tara melirik jam tangan putih yang melingkari pergelangannya. "Emm.. dua puluh menitan lagi kayaknya studionya dibuka. Enggak kok gue gak sendirian."

"Ohh.." Alvan mengangguk-angguk. Jujur saja Alvan kepo dengan siapa Tara mau nonton tapi entah kenapa Alvan tidak mau menanyakannya. Entah kenapa Alvan tidak mau mendengar kalau-kalau jawaban Tara adalah sama pacar gue. Aneh.

Alvan lalu merasakan getaran di kantung celananya menandakan panggilan masuk. Dengan cepat Alvan merogoh kantung celana abu-abu itu dan menarik keluar ponselnya. "Kenape, Tra?" tanyanya langsung setelah menggeser tanda hijau dan melihat id pemanggil.

"..."

"Masih kok, kenape?

"..."

"Oh,yaudah iye. Berapa?"

"..."

"Alah sialan. Hooh, yaudeh sip."

Setelah telfon terputus Alvan lalu mengunci layar ponselnya dan kembali memasukkan ponsel pintar itu ke kantung celananya. Begitu mendongakan kepala, mata Alvan langsung bertatapan dengan mata Tara. Dan Alvan baru sadar kalau Tara memiliki iris mata coklat terang.

"Siapa?" tanya Tara. Entah karena kepo atau hanya sekedar basa-basi.

"Putra. Nitip roti abon katanya buat Sacha."

"Sacha?" tanya Tara mengernyit.

Alvan tersadar kalau Tara tentu tidak kenal dengan Sacha, bahkan Alvan ragu kalau Tara juga kenal dengan Putra. "Iya, adeknya temen gue yang sakit itu."

Tara tidak bertanya lebih. Sepertinya dia sama sekali tidak kepo dan Alvan yakin pertanyaan Tara barusan hanya sekedar basa-basi saja.

"By the way lo jadi nonton apa sih, Tar? Beneran AADC 2?" tanya Alvan. Kalau ini Alvan nanya karena emang beneran kepo.

"Enggak kok, nonton civil war gue," jawabnya sambil tertawa renyah.

Mata Alvan terbelalak. "Lo suka superhero marvel, Tar?"

"Gue—"

Ucapan Tara terputus saat ia merasakan colekan di puncak kepalanya. Tara menoleh dan menemukan sesosok cowok berseragam SMA yang sudah ditutupi hoodie abu-abu berdiri menjulang di sampingnya.

"Yeee, malah asik-asikan ngemil gak inget gue!" ucapnya sambil merebut gelas minuman milik Tara bahkan sebelum sempat cewek itu membuka mulut.

"Eanjir minum apaansih lo, kok aneh gini rasanya!" ucap cowok itu sambil memeletkan lidah ketika sudah berhasil meminum minuman milik Tara.

"Ihh itu tuh thai tea. Lebay lo, rasanya kan mirip teh tarik."

"Dan gue kan gak suka teh tarik!"

"ya bodo. Siapa suruh ngembat punya orang! Ihhh, Dimas!" Tara berseru saat cowok yang ternyata bernama Dimas itu mengacak-acak rambutnya gemas.

Alvan memperhatikan cowok yang tiba-tiba datang itu dan Tara dalam diam. Mendakak Alvan jadi merasa tidak enak. Jangan-jangan ini pacarnya Tara? Sudah pasti sih, melihat bagaimana interaksi mereka yang dekat itu. Nonton film berduaan, ya pasti lah mereka pacaran.

Karena untuk ukuran teman, interaksi mereka itu terlalu berlebihan. Pantas saja Tara menonton film superhero. Pasti karena ajakan cowoknya ini.

"Eh Van kenalin, ini Dimas..."

Alvan terkesiap. Ia mengangguk kecil ke arah Dimas yang sedang menatapnya dengan tatapan menilai. "Alvan."

"Dimas ini—"

"Gue balik duluan ya Tar, udah ditungguin ternyata," ucap Alvan memutus kata-kata Tara sambil bergegas berdiri.

"Eh? Oh yaudah, thanks ya Van udah nemenin dan beliin ini," kata Tara sambil mengangkat gelas minumannya.

Alvan mengangguk sambil menenteng plastik donatnya. "Ok. Duluan, ya, Tar, Dim!" ucapnya sambil melambai sekilas kepada ke dua orang tersebut.

Tara melambai sedangkan Dimas hanya menganggukan kepalanya.

"Hati-hati di jalan, Van!" seru Tara sebelum Alvan benar-benar keluar dari gerai j.co tersebut.

"Temen lu, kak?" tanya Dimas setelah Alvan benar-benar pergi dan cowok itu menempati tempat Alvan barusan.

Tara mengangguk. "Iya, sekelas."

"Tumben lo bisa cepet akrab sama cowok. Emang udah kenal dari lama?" ucap Dimas sambil meraih donat Tara yang masih utuh belum tersentuh dan melahapnya tanpa izin.

Tara menggeleng menatap cowok berbaju SMA di depannya—yang merupakan adik kandungnya—yang masih bertingkah layaknya bocah di depannya ini, badan jangkung Dimas benar-benar tidak singkron dengan umur dan tingkah polahnya yang lebih mirip anak SD ketimbang anak SMA kelas sepuluh.

"Baru kenal kok, belom pernah sekelas sebelumnya. Gak tau, orangnya supel sih jadi ya gue nyaman aja ngobrolnya."

"Awas loh hati-hati, baper itu dimulainya dari rasa nyaman."

Ucapan sok menggurui Dimas langsung dihadiahi jitakan maut dari kakaknya. "Paansi lo, anjir."

Dimas berdecih. "yee dikasih tau! Udah yok ah ke bioskop, keburu buka nih studionya!"

"Yaudah sih tenang, kan nanti ada iklan sama trailer-trailer dulu!" sewot Tara karena Dimas menarik-nariknya untuk segera pergi.

"Mau beli nachos dulu, kakakku sayang, takut ngantri!"

Dan mau tidak mau Tara menuruti kemauan adik laki-lakinya tersebut. "Cari pacar sana lo, jadi kalo mau nonton gak usah ngajak-ngajak gue!"

Dimas terkekeh sambil berjalan dan merangkul pundak kakaknya yang lebih pendek darinya dengan manja. "Gak ah, kalo sama pacar nanti pasti gue yang bayarin. Kalo sama kakakku sayang kan gue yang dibayarin!"

Tara hanya bisa menghela nafas pasrah.

***

DI lain tempat Alvan sedang mengantri di gerai breadtalk yang cukup ramai. Sebelah tangannya sedang memegang ponsel yang menampilkan beranda path.

Mata Alvan sempat terpaku pada postingan path Ify yang menunjukkan bahwa cewek itu sedang nonton film Civil War di bioskop di daerah Setiabudi. Alvan menyempatkan diri meninggalkan love pada postingan Ify tersebut. Well, biarpun di dunia nyata Alvan tidak berinteraksi dengan Ify bukan berarti di sosial media mereka juga. Setidaknya hanya untuk menlike postingan masing-masing sih mereka kadang masih melakukan. Hanya saja untuk komentar mereka tidak pernah.

Mata Alvan kemudian tertuju pada salah satu komentar di postingan Ify.

Tara.

Entah kenapa sejak mengenal Tara, nama cewek itu jadi sering muncul dimanapun. Alvan jadi kembali teringat cewek itu. Pasti sekarang Tara sudah duduk di dalam studio bioskop bersama Dimas.

Tiba-tiba ponsel Alvan berdenting menandakan sebuah chat masuk. Alvan tersenyum saat menemukan nama Alea, cewek yang menjadi gebetannya baru-baru ini muncul.

Alea Inggrid: Van?

Alvan S Permana: Iya, kenapa Le?

Alea Inggrid: Gpp Van, hehe. Lo lagi apa?

Alvan S Permana: Lagi ngantri breadtalk nih. Lo sendiri?

Alvan S Permana: Jangan bilang lagi kangen gue, Le

Alea Inggrid: Wuih enak tuh, beliin sabi kali.

Alea Inggrid: Wooo geer kamu, Van! Hahaa. Lagi nungguin pesenan nasi goreng nih di kantin LIA, lapeer!

Alvan S Permana:

Alvan S Permana: Hmm enak

Alea Inggrid: Ihhh Alvaaan! Malah makin laper, huhu!

Alvan S Permana: Sabar ya Alea :p

Alvan terkekeh setelah berhasil mengerjai Alea sambil bergeser dan meletakkan nampan berisikan roti-roti yang akan dibelinya ke meja kasir untuk dihitung saat tiba gilirannya membayar. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala Alvan dan dengan segera Alvan mengetikan pesan untuk Alea.

Alvan S Permana: Le, besok nonton yuk?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro