Chapter 30[End]
Tara menatap Alvan di layar macbook sambil menyeruput susu coklatnya. Di samping gadget berwarna silver itu berserakan berbagai pernak-pernik yang Tara gunakan untuk membuat pop-art book. Tadinya Tara sudah sangat mengantuk, tetapi Alvan tiba-tiba saja merengek untuk mengajaknya video call. Alvan sih enak, di sana saat ini adalah jam dua belas siang, sedangkan di Indonesia sudah tengah malam.
LDR bukan hanya soal jarak yang terbentang, tetapi perbedaan waktu. Karena perbedaan waktu antara Indonesia dan Amerika yang lebih dari sepuluh jam, jelas salah satu dari Alvan atau Tara harus ada yang mengorbankan waktu tidur jika salah satu dari mereka sedang kangen.
"Ra," panggil Alvan membuat Tara menaikkan sebelah alisnya.
"Apa?"
"Kamu lupa ini tanggal berapa?" tanya Alvan di sebrang sana.
Tara terdiam sejenak lalu matanya melirik kalender yang terdapat di atas meja belajarnya. "Delapan?" jawab Tara yang lebih kepada pertanyaan daripada jawaban.
Alvan memasang wajah bete. Dan Tara langsung memutar otaknya untuk memikirkan jawaban....
"Ih tanggal delapan! Happy anniversary!!!" pekik Tara kegirangan.
Alvan berdecih. "Bodo amat, Ra, bodo amat," katanya terlanjur kesal karena Tara melupakan hari jadi mereka.
Masalahnya kalau hanya sekedar monthsary sih bodo amat. Tapi ini adalah hari jadi ke dua tahun mereka. Catat, dua tahun! Masa bisa-bisanya Tara melupakan hal itu sih.
"Yah jangan baper dong, Van, gue lupa maaf abis dari kemaren lagi banyak tugas. Inget buat makan aja sukur," kata Tara membuat Alvan melotot di sebrang sana.
"Lo lupa makan?!"
Tara memejamkan matanya, yah keceplosan. "Gak lupa, Cuma rada telat doang."
Alvan melipat tangannya di dada. "Lo aja bawel nyuruh gue makan mulu tapi lo sendiri lupa makan, dasar."
Tara terkekeh. Tiba-tiba Tara mendekatkan wajahnya ke arah layar membuat Alvan menatapnya penasaran. Lalu tiba-tiba Tara mendekatkan sebelah tangannya ke mulut khas orang yang akan berbisik. "I love you."
Alvan berdecih, kata-kata itu sudah tidak mempan untuk mengalihkan perhatiannya. "Heh, udah ya, udah dua tahun kita. Cara lo ngalihin topik udah gak mempan lagi," kata Alvan membuat Tara cemberut.
"Ih, bodo ah!" Tara lalu mengangkat macbooknya ke tempat tidur bersiap untuk merebahkan dirinya.
"Udah mau tidur, Ra?" tanya Alvan ketika melihat Tara merebahkan dirinya dan meletakkan macbook dipangkuannya.
Tara mengangguk lalu menguap seolah menegaskan kalau dirinya memang sudah mengantuk. "Ngantuk banget, Van."
"Tadi katanya udah gak ngantuk lagi?" cibir Alvan.
Tara mengucek matanya, "itu 'kan tadi."
Alvan menghela nafas. "Yaudah deh, tapi jangan di matiin," kata Alvan yang dijawab Tara dengan dengusan. Kebiasaan Alvan jika saat videocall Tara mengantuk dan pamit untuk tidur, Alvan selalu meminta Tara untuk tidak mendisconnect sambungan mereka dan membiarkan begitu saja sampai nanti baterai macbook Tara habis. Katanya Alvan ingin menonton Tara tidur. Untung saja Tara adalah tipikal cewek yang tidurnya adem ayem saja. Tapi kalau dia ngorok sekalipun juga masa bodo. Di depan Alvan sudah tidak ada lagi yang namanya jaim bagi Tara.
"Bye!" kata Tara sebelum mengatur laptopnya di sebelah tubuhnya dan Tara langsung tidur.
Dan Alvan hanya bisa memandangi Tara yang perlahan-lahan tidur semakin pulas.
Dia rindu.
***
Keesokan harinya Tara bangun cukup siang karena kebetulan memang dia tidak ada jadwal kuliah. Hal yang pertama lakukan adalah mengecek macbooknya yang sudah mati total. Lalu Tara beralih ke ponselnya yang sejak semalam tak tersentuh. Ada banyak notifikasi dari grup, beberapa teman kuliahnya dan juga Alvan. Tara lalu memutuskan membalas satu per satu pesan dan menyisakan Alvan untuk menjadi pesan yang terakhir dibaca.
Alvan S Permana: Ra, gue punya surprise
Tara berdegup. Jangan bilang Alvan ternyata sudah pulang ke Indonesia? Tapi kalau memang Alvan pulang ke Indonesia, semalam seharusnya Alvan sedang berada di pesawat saat memvideocall Tara. Apa jangan-jangan Alvan sebenarnya memang semalam memvideocall Tara di Indonesia? Memangsih latar tempat yang menjadi background Alvan semalam saat memvideocall Tara terlihat asing, tidak seperti kamar Alvan selama di Amerika ataupun tempat-tempat lain yang biasanya melatar belakangi videocall Alvan.
Tara Andini: Apa? Jangan bilang lo di Jakarta?
Alvan S Permana: Gue bahkan ada di depan rumah lo, Ra...
Tara terbelalak kaget.
Tara Andini: Bohong!
Alvan S Permana: emang
Alvan S Permana: wkwkwk
Alvan S Permana: cie ngarep cie
Tara Andini: anjjjj
Alvan S Permana: wkwkwk yakali Ra
Alvan S Permana: Lu kata Amerika-Indonesia kayak Bekasi-Jakarta apa
Alvan S Permana: Dari bekasi ke jkt aja butuh waktu
Alvan S Permana: belom lagi macetnya nauzubillah
Alvan S Permana: lagian tiket pesawat mahal coy
Tara Andini: bodo amat
Tara Andini: benci gue sm lo
Alvan S Permana: yah jangan benci dong
Alvan S Permana: keluar rumah coba
Tara Andini: ga
Tara Andini: gak akan
Alvan S Permana: yah sayang serius
Alvan S Permana: keluar dulu coba
Alvan S Permana: you can hate me after that
Tara mendengus. Dia tidak mau dikerjai oleh Alvan lagi. Tapi Tara penasaran juga. Bagaimana kalau Alvan tidak bohong? Tara akhirnya memutuskan untuk mengeceknya. Toh kalau memang Alvan bohong, cowok itu tidak akan tau kalau Tara sudah tertipu. 'kan cowok itu tidak ada di sana.
Tara berjalan dengan perasaan berdebar. Di sisi lain dia takut kalau Alvan hanya mengerjainya, tapi di sisi lain juga dia berharap Alvan ada di sana. Muncul di depannya.
Ketika Tara membuka pintu rumahnya, mata Tara terkejut mendapati pemandangan di depannya.
Bukan, tentu saja bukan Alvan, melainkan ada Nino yang sedang memegang sebuah gitar.
Wajah Nino langsung cerah ketika mendapati Tara akhirnya membuka pintu rumahnya, karena dia sudah berada di sana sejak pukul tujuh pagi tadi. Dan sekarang sudah hampir jam sepuluh. Bayangkan betapa kelelahan dan kepanasannya Nino. Enggak kepanasan juga sih, karena sebenarnya ketika Nino tau jika Tara masih tidur, Nino memutuskan menunggu di dalam mobil.
"Lo...ngapain?"
Nino meletakkan jari telunjuknya di depan mulut, memberi gestur agar Tara tidak berisik.
"One, two, three..."
From the way you smile
To the way you look
You capture me
Unlike no other
From the first hello
Yeah, that's all it took
And suddenly
We had each other
And I won't leave you
Always be true
One plus one, two for life
Over and over again
So don't ever think I need more
I've got the one to live for
No one else will do
And I'm telling you
Just put your heart in my hands
I promise it won't get broken
We'll never forget this moment
It will stay brand new
'Cause I'll love you
Over and over again
Over and over again
Nino menyelesaikan lagunya dengan sempurna. Oh, oke ralat, maksudnya menyelesaikan lipsyncnya dengan begitu sempurna. Tidak ada lirik yang salah, semua sudah tepat dengan suara dari speaker mini yang dibawanya. Hebat.
Tara tidak tau dia bertepuk tangan karena kemampuan lipsync Nino yang sempurna atau kemampuan laki-laki itu menghiburnya. Yang pasti Tara bertepuk tangan sambil menahan tawanya.
"Oke...lo sebenernya ngapain, sih, No?" tanya Tara setelah tawanya mereda.
Nino mendengus lalu berlari ke arah mobilnya dan mengambil sebuah buket mawar putih yang langsung ia serahkan kepada Tara. "Perintah langsung dari big boss," kata Nino.
Tara menerima bunga itu dan mendekapnya. "Dari Alvan?"
Nino menjawab, "yaiyalah, Tar, kalo dari gue yang ada kena santet Alvan dari Amerika nanti."
Tara terkekeh. Dia lalu meraih kartu yang tersemat di buket bunganya.
Tertampang jelas tulisan ceker ayam khas Alvan.
"Kartunya?"
"Dikirim lewat email, gue scan," jawab Nino lagi.
Tara mengangguk lalu kembali menatap tulisan di kartu tersebut. Dan Tara seketika tersenyum.
Ra, surprisenya diwakilin Nino aja ya
Akunya masih menimba ilmu persiapan buat masa depan kita
Maaf Cuma bisa beliin bunga biasa
Abisan mubazir kalo beli bunga yang mahal
Udah mahal tapi cantiknya masih kalah sama kamu, hehe
See you, soon, sayang!
Sincerely, Your imam soon to be.
Nino berdecak saat melihat Tara yang senyum-senyum membaca kartu dari Alvan. Semalam Nino bahkan sudah hampir muntah ketika membaca kartu itu. Abis isinya gombal banget. Alvan emang paling jago soal gombal-gombal alay.
Untung cakep.
Kaya juga.
Hah sudahlah, kalau Nino membandingkan dirinya dengan Alvan yang ada dia hanya sedih sendiri.
"Kok lo mau sih No disuruh-suruh Alvan?" tanya Tara sambil mencium buket bunga tersebut.
Nino menghela nafas. "Kebetulan yang lagi lowong Cuma gue doang, Tar," kata Nino.
"Lo dari Bandung?" tanya Tara lagi karena merasa tidak enak dengan Nino yang harus direpotkan hanya karena Alvan ingin memberinya kejutan.
Nino mengangguk. "Keren 'kan gue? Ngalahin cowok lo gue ampe rela-rela dari Bandung ke sini buat ngasih lo surprise."
Tara terkekeh, iyasih, Nino bahkan rela jauh-jauh dari Bandung untuk melakukan semua ini untuknya. Ya meskipun perintah dari Alvan sih.
"Makasih banyak ya No," kata Tara tulus.
Nino jadi salah tingkah sendiri. "Hehehe, gak kok Tar gue gak sebaik itu. Alvan ngebayar gue."
Tara terbelalak. "Oh ya?"
Nino mengangguk pasti. "Iya, katanya nanti dia mau ngenalin gue sama temennya..."
Dan Tara tidak bisa untuk tidak tertawa. Nino masih saja Nino yan sama. Nino yang lucu, setia kawan dan...jones.
"No, kita makan yuk? Gue traktir," ajak Tara yang langsung membuat mata cowok itu berbinar.
"Aduh Taraaa lo peka amat sih, tau aja gue laper. Yuk, yuk!"
Tara terbahak. "Yaudah tapi gue mandi dulu. Lo nunggu di dalem aja."
Nino mengangguk antusias. "Oke."
Ariano Devandra: Mission clear
Ariano Devandra: Awas aja yg lo kenalin nanti cewenya zonk
Ariano Devandra: kalo sampe zonk ntar yang ini gue embat
Alvan S Permana: alhamdulillah
Alvan S Permana: siaap. Gabakal kecewa lu
Ariano Devandra: btw gue izin diajak makan ama cewe lo
Ariano Devandra: ditraktir wkwkwk
Alvan S Permana: tuh kan lo dapet rezeki jadinya
Alvan S Permana: kemana emang?
Ariano Devandra: kaga tau, tara nya masih mandi
Alvan S Permana: yaudah tiati
Alvan S Permana: jangan lupa dijaga
Ariano Devandra: apaan yang dijaga? tara maksud lo?
Alvan S Permana: bukanlah
Alvan S Permana: JAGA PANDANGAN LO MAKSUDNYE
Alvan S Permana: jangan jelalatan ama cewe gua
Ariano Devandra: ye si anjing-_-
Ariano Devandra: mending gua kelaperan gak makan daripada makan temen gue sendiri.
***
"Van, ish, kan gue bilang beli popcornnya yang asin aja... kok lo belinya yang manis sih?"
Alvan menatap Tara sambil mengunyah popcorn di tangannya. "Ih Ra, yang asin gak enak, enakan juga ini."
"Ih tau ah, tiap nonton gue ngalah mulu beli popcorn yang manis, sekarang sekali aja gue minta beli yang asin lo gak mau. Sebel."
"Ih yaudah sih, jadi lo gak ikhlas selama ini makan popcorn asin demi gue?"
"Apaansi, siapa juga yang gak ikhlas!"
"Itu tadi lo ungkit-ungkit lagi. Kalo ikhlas mah gak bakal dibahas lagi, lah!"
"Kok lo nyolot sih? Apa salahnya coba, tinggal beliin gue popcorn baru, 'kan gampang!"
"Ogah banget gue. Lo gak liat apa itu antriannya panjang banget kayak antri sembako? Lagian ini gue beli yang medium, Ra, isinya kebanyakan kalo buat sendiri."
"Bodo amat!"
"Yaudah kalo bodo amat. Ngapain juga gue peduli sama orang yang gak peduli sama gue?"
"Tau ah, ngeselin lo, tai!"
Tara menghentakkan kakinya kesal dan berjalan meninggalkan Alvan yang bengong dengan popcorn di tangannya.
Alvan buru-buru mengejar Tara, menahan lengan gadis itu. "Apaansih, Ra, jangan kayak anak kecil deh. Ini Cuma gara-gara popcorn."
"Kalo tau Cuma gara-gara popcorn terus kenapa lo malah nyolot ke gue?"
"Ya Allah gue gak nyolot, Tara, tapi tuh gue capek. Gue baru aja dateng dari Amerika kemaren, gue masih rada jetlag, tapi demi lo gue bela-belain nih sekarang jalan."
Tara melotot. "Oh, lo gak rela? Iya? Yaudah terus ngapain kesini kalo emang gak rela. Balik aja sana!"
"Apaansih?"
"Lo yang apaan! Tau ah, gue capek. Mending kita udahan aja!"
Alvan terkejut mendengarnya. "Apaansih? Gampang banget lo ngomong gitu."
"Bodo."
"Yaudah!" seru Alvan membuat Tara mengerjapkan matanya kaget.
"Ya—yaudah!" seru Tara balik. Lalu gadis itu berlalu meninggalkan Alvan.
Tapi bukannya berjalan keluar bioskop, Tara justru berjalan ke studio bioskop yang tertera di tiketnya. Iya, bukannya pulang, Tara malah memutuskan untuk tetap nonton. Masa bodo kalau dia harus nonton sendiri. Niat dia kesini 'kan memang untuk nonton. Peduli amat sama Alvan yang nyebelin.
Tara memberikan dua tiket bioskop ditangannya kepada petugas yang berjaga di depan pintu studio. Petugas itu mengernyit karena melihat Tara seorang diri sedangkan tiket yang diberikannya ada dua.
"Itu satu lagi punya saya, mbak!" sahut seseorang dari belakang Tara.
Rupanya Alvan.
Tara mendengus, lalu buru-buru menerima kembali tiketnya yang sudah dirobek petugas di pintu dan bergegas masuk ke studio mencari kursinya.
Tidak disangka Alvan ternyata mengekor di belakang Tara.
Mereka berdua akhirnya duduk bersebelahan dan saling bertatapan sengit.
"Layarnya di depan kali, liatinnya jangan kesini mulu," ucap Alvan sambil tersenyum remeh.
Tara berkedip. Apa barusan Alvan bilang? Ngeliatin dia? Dih!
Tara tidak merespon Alvan dan memilih memainkan ponselnya, toh lampu bioskopnya belum dimatikan, orang-orang juga belum masuk ke studio.
"Lo ngapain coba tetep nonton filmnya? Sendirian lagi, jones amat." Komentar Alvan membuat Tara mengalihkan tatapannya dari ponsel.
"Suka-suka lah."
"yaudahsih."
Tara mendengus. Dia berjanji dalam hati tidak akan mengacuhkan Alvan lagi setelah ini.
Film pun di mulai. Tara dan Alvan kini sama-sama menatap layar dengan serius. Pura-pura serius lebih tepatnya. Mata mereka memang terpaku pada layar, tetapi pikiran mereka melayang kemana-mana.
Hari ini Tara memang sedang PMS, emosinya sedang tidak terkontrol, bawaannya ingin marah-marah, perutnya pun sakit. Tetapi Tara mengabaikan sakit di perutnya demi bisa date dengan Alvan. Apalagi mereka baru bertemu lagi setelah hampir enam bulan.
Sedangkan Alvan, cowok itu masih lelah, dia baru saja sampai dari Amerika kemarin, kepalanya bahkan masih sedikit pusing. Namun Alvan melupakan itu semua demi bisa date dengan Tara. Alvan sudah kangen berat dengan pacarnya yang belum dia temui hampir enam bulan.
Tetapi hari yang mereka rencanakan untuk melepas rindu justru berubah jadi hari bencana. Mereka bertengkar, bahkan putus. Yang parahnya adalah semua hanya dikarenakan popcorn!
Tara menarik nafas. Berusaha mengontrol emosinya, menjernihkan pikiran. Tidak seharusnya Tara bersikap kekanak-kanakan seperti tadi. Kalau saja Tara tidak merajuk hanya karena sebuah popcorn, pertengkaran itu pasti tidak akan terjadi.
Sama seperti Tara, Alvan juga melakukan hal yang sama seperti pacarnya itu. Menjernihkan pikiran dan mengontrol emosinya. Tidak seharusnya Alvan bersikap egois seperti tadi. Benar kata Tara, gadis itu sudah banyak mengalah untuknya selama ini.
Alvan lalu melirik Tara yang sedang menatap kosong ke arah layar. Disikutnya pelan tubuh Tara membuat gadis itu melirik ke arahnya dengan pandangan yang menyiratkan 'apa?'.
Alvan memajukan sedikit tubuhnya ke arah Tara. "Balikan, yuk?" bisiknya.
Tara mengernyit. "Hah?"
Alvan lalu tersenyum. "Maafin gue ya, Ra?" pintanya sambil menggenggam sebelah tangan Tara.
Tara menatap tangannya yang digenggam Alvan bergantian dengan wajah cowok itu.
"Gue lagi jetlag, makanya ngaco. Maafin, ya?" pinta Alvan sekali lagi.
Tara akhirnya mengangguk. "Iya, gue minta maaf juga ya, Van..."
Alvan tersenyum senang dan mengangguk, lalu dia mendekatkan wajahnya untuk mencium pelipis Tara.
Taranya.
END
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro