Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13

Nino melempar bola basket ditangannya yang langsung meluncur masuk ke dalam ring dengan lancar. Suara benturan yang khas antara bola dan ring berbunyi pasca lemparan yang Nino lakukan dan setelah itu keheningan melanda ke empat remaja yang sedang duduk melingkar di lapangan basket tersebut.

Kedatangan Haryo yang masih memakai baju basket diiringi seorang wanita pertengahan dua puluh di belakangnya yang membawa baki berisi seteko cairan dingin berwarna kuning dan lima gelas beling tinggi membuat empat remaja yang semula sibuk berkutat dengan ponsel atau pikirannya masing-masing itu akhirnya mengalihkan perhatian mereka.

"Makasih mba Asih..." Ucap Nino kepada pembantu rumah tangga Haryo yang bernama Asih yang sudah cukup dikenalnya tersebut.

"Iya sama-sama mas Nino," ucapnya lembut.

"Makasih ya mbak," ucap Fadhil dan Putra juga hampir bersamaan.

Ketiga remaja yang memang sedari tadi kehausan itu dengan segera berebut untuk menuang cairan menyegarkan tersebut ke gelas masing-masing--oke, sebenarnya hanya Nino dan Putra lah yang sedang berebut karena Fadhil tentu terlalu cool untuk bersikap kekanakan seperti kedua temannya yang lain, sedangkan Alvan sejak tadi hanya diam saja masih sibuk dengan pikirannya.

Kehadiran Haryo yang duduk bersila tepat di samping Alvan lah yang membuat cowok itu tersadar dari lamunannya. "Kenapa toh lo Van, kok daritadi bengong?" suara Haryo lengkap dengan aksen jawa medhok khasnya membuat Alvan menatap sahabatnya itu sejenak lalu menggeleng pelan.

"I'm okay, kenapa kok lo nanya gitu?" tanya Alvan bingung.

Sepertinya Alvan memang tidak sadar kalau dirinya tadi sudah melamun cukup lama sampai membuat Haryo heran.

Ohiya, saat ini kelima sahabat itu sedang berada di rumah Haryo dalam rangka berdamai dengan Haryo. Intinya hari ini jadi hari maaf-maafan mereka, bahkan Alvan, Fadhil, Nino dan Putra sampai patungan segala untuk membelikan berbagai macam makanan favorite Haryo.  Dan Haryo yang memang sudah rindu pada teman-temannya itu tentu saja langsung memaafkan, bahkan ia ikut minta maaf karena beberapa hari belakangan ini agak sensitif.

Haryo mengernyit, lalu akhirnya dia hanya mengedikan bahu, mungkin Alvan memang belum mau cerita atau memang Haryo saja yang terlalu perasa.

"Yo, katanya mau cerita lo kenapa belakangan ini jadi rada emosian?" Tanya Nino setelah menandaskan isi gelasnya kemudian ikut bergabung bersama Alvan dan Haryo yang kemudian disusul pula oleh Putra dan Fadhil.

"Iya Yo, katanya lo mau cerita," sahut Putra sambil melepas kemeja flanelnya dan menyisakan kaus dalaman hitam polos karena merasa kegerahan.

"Tapi janji ya lo jangan pada ketawa!" ancam Haryo.

"Yaelaaah!" Seru Nino. "Kayak beha baru aja sih lo, kaku!" Tambahnya.

Haryo menghela nafas sebelum memulai ceritanya. "Jadi... sebenernya gue dijodohin sama Nanda."

"What?! Jadi lo mau kawin muda, Yo?" Tanya Putra dengan mata sipitnya yang  membulat dan membuatnya terlihat lucu.

Nino menggeplak kepala Putra karena ocehan ngaconya. "Nikah dulu Tra, kawin duluan mah dosa."

Fadhil menggeleng mendengar jawaban Nino yang semakin ngaco.  Lalu ia melirik ke arah Alvan yang sama sekali belum memperdengarkan suaranya. Biasanya soal seperti ini Alvan yang paling cerewet mengoceh atau sekedar meladeni kengacoan Nino. Maklum, yang normal diantara mereka kan memang cuma Fadhil.  "Van?" tegur Fadhil sambil menyenggol lengan Alvan membuat cowok itu tersentak.

"Hah? Iya-iya gue setuju aja."

"Bah mabok ini anak. Ini yang lagi ada masalah bukannya si Haryo, ya? Ngapa si Alvan yang jadi ngaco, dah?" Tanya Nino saat menyadari jika Alvan sudah kembali melamun. Sejak tadi pagi Nino menjemput ke rumah Alvan, cowok itu memang nampak banyak pikiran--awalnya Nino kira karena Alvan yang baru bangun tidur dan masih salam proses mengumpulkan nyawa--maklum lah namanya juga pelajar, hari Sabtu maunya ya bangun siang. Tapi sekarang Nino yakin, Alvan bukan sedang mengumpulkan nyawa tetapi sedang memikirkan sesuatu.

"Eh sori guys, gue rada banyak pikiran," ucap Alvan sambil meringis tidak enak karena sudah melamun lalu ia melanjutkan, "emang lagi pada bahas apaan?" tanyanya sambil nyengir.

"Gak cocok liat lo lemot gitu, Van. Yang cocok cuma si Haryo!"

"Heh! Tak bilang eyangti ya, lo ngatain gue lemot!" Ancam Haryo yang membuat Nino nyengir sambil mengangkat tangan bertanda 'ampun'.

"Cerita aja kali Van kalo emang lagi ada masalah," ucap Putra.

Alvan meringis. "Iya, ntar gantian ama Haryo, sekarang bahas si Haryo dulu."

Keempat sahabat Alvan itu kemudian mengangguk mengerti, lalu Fadhil mengedikan dagunya ke arah Haryo sambil berucap, "lanjutin, Yo!"

Haryo mengangguk. "Iya, pokoknya gue dijodohin sama si Nanda, tapi gak berarti gue nikah muda juga, katanya sih acara tunangannya nanti abis gue UN."

"Anjir!" Seru Alvan yang baru mendengar berita tersebut.

"Buset Yo, idup lo drama juga ya," komentar Putra sambil berdecak antara setengah iri dan setengah lagi kasihan.

Nino mengibaskan tangannya bersemangat. "Ah gue mah udah nyangka Haryo bakal dijodohin, secara kan keluarga ningrat emang udah pasti nikahnya sama keluarga ningrat juga. Terus kan si Nanda kata lo emang keluarganya juga udah sahabatan ama keluarga lo dari jaman dulu. Terus Yo, masalahnya apa dah? Lo emang gak suka sama Nanda? Dia kan cantik."

"Harus berapa kali gue bilang sih, No, tampang tuh gak selamanya jadi ukuran orang buat jatuh cinta!" tegur Alvan yang selalu tidak setuju dengan pendapat Nino yang selalu menilai penampilan selalu menjadi penilaian pertama.

"Ahelah Van, gue sih gak mau muna ya. Kalo penampilannya gak menarik kan juga malesin. Ya seenggaknya gak usah secantik Tiffany SNSD, paling enggak se Raisa oke lah." Dan ucapan ngawur Nino mendapatkan keplakan double spesial dari Alvan dan Putra.

Fadhil memilih untuk mengabaikan ketiga temannya yang lain dan fokus kepada Haryo. "Terus kenapa, Yo? Lo lagi suka cewek lain, atau?"

Haryo menggeleng. "Gue ndak suka sama Nanda. She's truely rude girl and I'm so sick of it."

Nino, Alvan dan Putra yang sedang berdebat sama-sama mengalihkan perhatian mereka kepada Haryo.

"Hah? Gak salah dengerkan gue? Nanda, kasar?" tanya Nino meyakinkan yang kemudian disahuti juga oleh Putra. "Ini maksudnya Nanda si Raden Putri Ananda Ayu Widodo? Cewek kelas sebelas yang lemah lembut kemayu itu, kan?"

"Iya."

Kali ini Fadhil ikut mengernyit heran. Pasalnya Nanda yang ia tau adalah sesosok gadis manis lemah lembut ala putri kraton anggun yang bicara saja masih menggunakan aku kamu. Wajah polos gadis itu tidak menunjukkan sama sekali gadis itu adalah sosok yang kasar. Kepikiran Nanda bersikap kasar saja tidak pernah ada di benak Fadhil dan teman-temannya.

"She had two faces, just for your information."

"Hah, seriusan? Masa? Kok kalo ketemu kita kayaknya dia tuh ayu-ayu aja tuh!"

"Kemayu kali maksud lo, Tra, ayu sama kemayu beda arti," koreksi Alvan sok tau. Meskipun keluarga Papanya keturunan Jawa tapi Alvan tidak hidup dalam tradisi Jawa sekental keluarga Haryo, bahkan Alvan hanya sedikit saja tau kosa kata dalam bahasa Jawa.

"Yaudah iya maksud gue itu!"

Alvan memutar bola matanya."emang dia kasarnya gimana, Yo? Tukang mukul gitu?" Tanya Alvan kepo. Bukan hanya Alvan tapi Nino, Putra bahkan Fadhil juga ikut penasaran.

"Ya gitu, dia tuh suka banget ngomong 'anjing' dan sebangsanya, kelakuannya juga rebel banget dan you know what? Dia sering banget ke club buat dugem."

"What the? Kok lo bisa tau, Yo? Dia nunjukin semua sifat aslinya itu ke elo?" Tanya Nino terperangah.

Haryo mengangguk. "Gue rasa dia sengaja nunjukin itu ke gue supaya gue nolak acara perjodohan. Ok, sekarang stop bahas soal gue dan kita move ke Alvan. Van, lo kenapa?"

Seluruh perhatian kini beralih ke Alvan yang membuat cowok itu menggaruk kepala belakangnya canggung.

"Gue lagi galau, njir!" Ucapnya kemudian.

Nino menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Alvan. Dia sudah memiliki hipotesis di dalam kepalanya soal kegalauan Alvan, namun Nino belum ingin memuntahkannya dan membiarkan Alvan sendiri yang berbicara.

Alvan kini meremas rambutnya frustasi. "Nanti malem gue mau jalan sama Tara," ucapnya membuat Haryo yang memang sejauh ini tidak begitu tau soal hubungan Alvan dan Tara karena selalu disibukkan dengan Nanda terkejut. "Apa? Lo sama Tara? Sejak kapan?!" Seru Haryo kaget.

"Terus masalahnya?" Tanya Fadhil, Nino dan Putra mengabaikan seruan Haryo hampir bersamaan.

Alvan meletakkan wajahnya di atas kedua telapak tangannya. "Dan gue lupa kalo minggu lalu gue janji sama Alea buat nganter dia ke pesta."

"Owh man, you're done!" seru Nino dramatis.

Putra berdecak. Kenapa untuk masalah sesepele ini Alvan sampai harus frustasi segala coba? Kadang Putra tidak habis pikir dengan temannya itu, padahal Alvan kan sudah punya pengalaman pacaran lebih banyak, masa hanya mengatasi masalah sepele seperti ini saja dibuat seribet itu. "Van, yaudah sih, tinggal bilang aja sama Alea lo gak bisa dateng kan selesai urusannya."

"Gila ya lo, gak enak lah, kan gue yang janji!" sungut Alvan atas saran dari Putra.

Putra mengangguk, membenarkan apa kata Alvan tapi agak tidak setuju juga karena kalau Alvan mengenakan alasan 'tidak enak' maka Alvan tidak akan bisa memilih antara Tara atau Alea.

"Gue liat lo kemaren makan di kantin sama Alea, itu apa maksudnya?" tanya Nino teringat bahwa kemarin Alvan makan berdua di kantin bersama Alea.

Alvan mendongakkan wajahnya menatap keempat temannya bergantian dengan pandangan suram. "Gue tadinya mau ngomong soal gak bisa nganterin dia tapi dia terus-terusan bahas soal persiapan buat ke pesta itu bikin gue gagal ngomong."

"Kok lo jadi gak punya pendirian gitu sih, Van? I mean, lo sukanya sama siapa?"

Alvan terdiam. Wajah Tara langsung memenuhi kepala Alvan mempertegas perasaannya. Dan tanpa keraguan mulut Alvan bergumam, "Tara," jawabnya.

"Yaudah, batalin acara lo sama Alea dan pergi sama Tara. Gak usah ngerasa gak enak sama Alea, dia bukan siapa-siapa lo. Ok, emang sih salah lo karena lo sempet deketin dia but kalo gue jadi dia, gue juga pasti mau gak mau terima lah, toh perasaan kan gak bisa diatur sama manusia," ucap Nino panjang lebar yang langsung dihadiahi tepukan kagum dari Putra dan Haryo.

"Mantap, Nino!" seru mereka rusuh.

Namun Fadhil berpendapat lain. "Tapi gue yakin, Tara juga bakal gak enak sama Alea kalau dia tau ini," katanya kalem.

"Tau darimana lo?" tanya Putra sambil mengernyit ke arah Fadhil.

"Cewek. Karena Tara itu cewek, cewek itu punya rasa saling gak enak satu sama lain," jelasnya lagi.

"Expert banget ya lo Dhil, beda emang yang udah pacaran hampir lima tahun sama jomblo-jomblo brengsek macem kita," puji Nino kagum.

"Ah gue tau! Kenapa gak lo anter aja si Alea ke tempat pestanya tapi cuma nganter doang abis itu lo jalan deh sama Tara. Jadi kan lo gak perlu merasa terlalu gak enak tuh sama Alea dan bisa tetep jalan sama Tara," saran Putra pada Alvan.

Alvan nampak berfikir sejenak. "Iya juga," ujarnya. Kemudian Alvan berdiri dari posisi duduknya membuat keempat temannya menatapnya bingung.

"Lah, lo mau kemana?" tanya Putra bingung.

"Siap-siap lah, mau jalan sama Tara!" Jawab Alvan riang seperti anak kecil yang baru pertama kali mendapatkan mainannya.

"Lah tai, urusan cewek aja lo langsung gercep!" sindir Nino.

Alvan hanya nyengir sambil melambaikan tangannya dan melangkah menjauh dari lapangan basket di rumah Haryo tersebut menuju halaman samping yang langsung mengarah ke pagar.

"Lah, itu anak kan tadi jalannya bareng kita, sekarang naik apaan dah dia?" tanya Putra bingung.

Nino mengibas tangannya, "bodo amatlah, duit dia banyak ini, nyewa helikopter online juga bisa dia," ujarnya asal.

"Lah, emang sekarang udah ada helikopter online juga ya? Terus kalo helikopter itungannya pake apa? Kan kalo motor sama mobil pake kilometer?" tanya Haryo polos membuat Nino dan Putra saling pandang dan menghela nafas bersamaan, "bodo amat kang mas Haryo, bodo amat!" seru mereka lelah.

Fadhil yang hanya terkekeh saja melihat kelakuan teman-temannya lalu teringat sesuatu dan segera mengetikkan sesuatu di ponselnya, sebuah pesan chat untuk Alvan.

M.Fadhil A: lo harus tegasin pilihan lo Van, atau jatuhnya lo jadi php dan dua-duanya bakal tersakiti secara langsung ataupun gak langsung.

***
Alvan menatap jam tangan yang melingkar di tangannya. Sekarang sudah jam 19.45 dan dia masih terjebak macet dalam perjalanan menuju rumah teman Alea yang berulang tahun.

Alea melirik Alvan gusar, merasa tidak enak karena membuat cowok itu jadi terlambat dengan urusannya. "Van, maaf banget ya lo malah jadi telat gini gara-gara gue?"

Alvan memaksakan sebuah senyuman yang untungnya masih terlihat manis. "No probs."

Alea meneguk ludahnya. Alea tau kalau Alvan sebenarnya kesal tapi tentu saja cowok itu terlalu baik untuk menunjukkannya kepada Alea.

"Ini emang harus banget ya temen lo ngadain pestanya disini? I mean kenapa juga malem minggu kayak gini harus semacet ini, sih?" tanya Alvan kesal. Sepertinya kesabaran Alvan sudah mencapai limit. He can't handle it anymore.

"Gue gak tau, Van, apa gue turun di sini aja kali ya terus naik busway? Yang kosong jalurnya cuma busway doang, lainnya padet," ucap Alea dengan nada tidak enak. Namun dalam hati juga cewek itu berdoa agar Alvan tidak akan tega padanya dan membiarkan dia turun dari mobil.

"Percuma, Le, lo turun dan gue akan tetep telat karena gue kejebak ditengah-tengah gak bisa muter," jawab Alvan tanpa perduli dengan nadanya yang kini berubah jengkel. Alvan benar-benar sudah tidak bisa menyembunyikan kekesalannya lagi.

Sebenarnya Alvan bukan kesal dengan Alea melainkan kepada kemacetan yang menghambat perjalanannya dan juga waktu yang bergerak semakin cepat.

Alvan lalu mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Line untuk memberi kabar pada Tara yang pasti sudah menunggunya.

Alvan S Permana: Ra, gue kejebak macet parah. Gue masih di daerah sudirman sekarang, gue gatau macetnya kapan selesai
Alvan S Permana: lo marah ga kalo misalnya malem ini batal?
Alvan S Permana: P
Alvan S Permana: P
Alvan S Permana: P

Tara Andini: marah

Alvan membulatkan matanya saat membaca pesan balasan dari Tara. Tanpa sadar ia menggigiti bibir bawahnya sambil mengetikan balasan.

Alvan S Permana: demi apa? Ahhh Ra plis dong jangan marah
Alvan S Permana: kalo bisa gue teleportasi deh sekarang juga
Alvan S Permana: ra plis plis
Alvan S Permana: gue ke rumah lo deh ntar bawain makanan sama frappenya, tapi agak malem
Alvan S Permana: taaaraaaa

Tara Andini: gue gak akan bukain lo pintu.

Alvan tanpa sadar menggeram, dia sepenuhnya lupa kalau saat ini sedang berada dibalik kemudi mobil dan di sampingnya ada seorang gadis yang diam-diam menatapnya penasaran.

Tiiit!

Bunyi klakson dari arah belakang membuat Alvan terlonjak kaget, hampir saja ia menjatuhkan ponselnya namun Alvan berhasil menangkap ponsel pintar itu dan ia lempar ke dashboard mobil sambil bersumpah serapah. "Damn it!" Serunya sambil memajukan mobilnya mengisi kekosongan jarak yang ternyata sudah agak lebar antara mobilnya dan mobil di depannya. Begitu sadar mobilnya sudah berada di jarak aman Alvan kembali mengambil ponselnya dan tiba-tiba kepalanya yang semula terasa mendidih seperti baru saja disiram air dingin.

Tara Andini: gue gak bakal marah kalo lo berhenti main hp pas lagi nyetir even lo lagi kejebak macet sekarang.
Tara Andini: you can chat me later when you're arrive!
Tara Andini: dan gue akan bukain lo pintu rumah gue asal lo beliin gue dua frappucino :p tapi jgn yang pake kupon!
Tara Andini: wkwk kidding deng, just put your handphone right now and have a safe drive, see ya later!
Tara Andini: Kl lo bales chat gue yang ini gue beneran marah.

Alvan meletakkan kembali ponselnya di atas dashboard sambil tersenyum, dan hal itu berhasil membuat Alea semakin penasaran, siapa sebenarnya yang ingin Alvan temui sampai membatalkan janjinya kepada Alea dan bersikap seperti saat ini di depannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro