Chapter 11
TEPAT pukul delapan malam Alvan sampai di rumah dan saat itu semua anggota keluarganya sudah duduk nyaman di meja makan sambil menunggu Adri yang dibantu Bi Minah dan Bi Juleha menyiapkan hidangan di meja. Sudah merupakan peraturan wajib di keluarga Alvan jika semua anggota keluarga harus makan malam bersama di meja makan. Semua itu untuk menjaga kedekatan dan keharmonisan keluarga, karena di momen makan malam merupakan waktu dimana mereka semua berkumpul setelah seharian melakukan aktifitas dan kesibukan masing-masing yang berbeda.
"Cie yang katanya gak mau masuk les eh ketemu cewek langsung gak mau diajak pulang, cie!" Ledek Rully saat melihat Alvan berjalan ke meja makan masih lengkap dengan seragam putih abu-abunya.
Bukannya pergi ke kamarnya untuk ganti baju, Alvan justru memilih menghampiri meja makan untuk mengganggu Maura yang sedang sibuk memainkan games di ponsel Rully dengan cara menghujani puncak kepala Maura dengan ciuman membuat adik perempuannya itu menjerit-jerit.
"Mas Alvaaaaaan!" Jerit Maura menggelegar di dalam ruang makan besar tersebut.
Melihat adiknya kesal membuat senyum Alvan semakin lebar, namun Alvan menunda melanjutkan kegiatannya mengganggu Maura dan menjawab ledekan ayahnya. "Apaansih, Pa, mana cewek."
"Tadi Mama kamu cerita, kamu disuruh beli sate padang buat Mama taunya malah asik berduaan makan sate sama cewek, terus katanya mau pulang gak mau les eh pas udah ketemu cewek malah semangat banget langsung mau masuk les."
Skakmat.
Adri yang muncul dari dapur membawa piring berisi gorengan tempe baru matang langsung menyahut, "iya tuh Pa, terus Alvan sampe nyuruh Pak Anton supirnya Mami Vera buat nganterin motornya yang dititip di rumah Papi demi buat nganterin...siapa Van tadi namanya?"
Alvan mendengus tapi ia tetap menyahut, "Tara," ucapnya sambil kembali mengisengi Maura. Tapi kali ini bukan karena Alvan memang senang mendengar adiknya menjerit-jerit karenanya namun sebagai bentuk salah tingkahnya.
Rully tertawa melihat anak laki-lakinya yang sudah beranjak dewasa itu nampak malu-malu. Sejak dulu Alvan memang sering salah tingkah dan malu-malu kalau diledek soal pacar atau gebetannya. Namun meski begitu, Alvan adalah anak yang cukup terbuka dengan kedua orang tuanya, makanya baik Rully ataupun Adri tau jika Alvan sedang punya pacar atau gebetan sekalipun karena Alvan pasti akan bercerita kepada mereka dan mereka juga tidak pernah melarang, hanya memberi nasehat dan batasan-batasan apa saja yang tidak boleh dilanggar.
"Mamaaaa ini Mas Alvan gangguin aku terus, ih!" seru Maura saat Alvan dengan gemasnya meraup wajah mungil namun chubby milik adiknya itu karena gemas.
Adri berdecak, "Alvan ganti baju dulu gih sana, jangan gangguin adiknya! Ini kita udah mau mulai makannya!" perintah Adri sambil mengambil posisi duduk di samping Rully.
Alvan terkekeh lalu untuk terakhir kalinya mendaratkan ciuman di pipi Maura. "Abis Mou wangi sih, Mas Alvan suka! Hehehe, ok, bos!" dan jawaban Alvan membuat Rully dan Adri saling pandang lalu terkekeh, merasa dejavu.
***
Hari itu Tara sedang tidak membawa motor dikarenakan bannya yang bocor sehingga Tara terpaksa naik layanan ojek online untuk berangkat dan pulang sekolah.
Melihat Tara yang tidak berbelok ke parkiran motor seperti biasanya, Alvan langsung berlari mengejar Tara—meninggalkan Nino yang sedang berjalan bersamanya kebingungan.
"Ra!" panggilnya saat Tara sudah mencapai gerbang.
Tara memutar tubuh dan dahinya mengernyit ketika menemukan sosok Alvan sedang berlari ke arahnya. "Kenapa Van?" tanyaan saat cowok itu sudah tepat berada di depannya.
Alvan memasang cengiran. "Balik sama siapa, Ra?"
"Ini mau mesen gojek kayaknya, gue gak bawa motor soalnya."
Alvan tersenyum cerah—sangat cerah sampai-sampai orang bisa saja silau karenanya. "Wah kebetulan! Bareng gue aja, yuk!" ajaknya tanpa babibu.
Tara mengernyit. "Hah? Rumah kita kan gak searah Van. Jauh malah!"
Alvan tau Tara akan menolak karena merasa tidak enak, maka Alvan sudah menyiapkan jawaban. "Gue mau ke rumah Opa gue, Ra. Kan kebetulan sama-sama di Tebet, jadi sekalian aja!"
Tara nampak berfikir sejenak. "Ih gak enak tapi Van, gue!"
Alvan mengibas tangannya. "Ahelah selow ajasih! Yuk, mau ya?" tanyanya lagi dan sekilas terdengar nada memohon dari suaranya.
"Emang lo bawa helm lebih?"
"Gampang itu!" Alvan lalu menarik lengan Tara menuju ke parkiran motor. Dia meminta Tara untuk menunggu sebentar di motornya dan Alvan langsung berlari ke arah pos satpam.
Tara bisa melihat Alvan berbincang dengan pak satpam dan tidak lama Alvan sudah berjalan kembali ke arah Tara sambil menenteng sebuah helm. "Gue pinjem punya pak satpam dulu," kata Alvan sebelum Tara sempat bertanya.
"Sori ya Van, jadi ngerepotin."
Alvan nyengir, "selow Ra."
Lalu mereka pun pulang berboncengan. Tanpa mereka ketahui, pemandangan itu tengah diamati baik-baik oleh sepasang mata tajam milik seorang perempuan.
***
Alvan S Permana: Buy 1 get 1 free frappucino. Share this to your friends and get the special coupon.
Tara Andini: Woops, sorry to say nih Van, gue udah dapet duluan kuponnya wkwk
Alvan S Permana: Yailah Ra, bukan itu kali maksud gue ngirim gituan
Tara Andini: Eh? So, what?
Alvan S Permana: Ahelah Ra, masa harus gue jelasin sih? Lo kan kaga lemot, Ra
Tara Andini: Wah kebetulan sinyal gue emang lagi lemot nih Van
Tara Andini: Wkwkwk
Tara Andini: Ayolah Van jangan kode, be gentle, just spill it :)
Alvan mendengus membaca balasan Tara. Ternyata Tara tau. Oh come on, Van, pastilah Tara tau, modus lo tuh receh banget. COUPON BUY 1 GET 1 STARBUCKS? Please deh!
Alvan memberanikan dirinya lalu dengan cepat mengirimi Tara balasan.
Alvan S Permana: Fine, you win silly girl.
Alvan S Permana: Gue tau ini terkesan kayak modus bgt
Alvan S Permana: bodo ah dikata modus emang iya kok wkwk, Sabtu ini jalan yuk, Ra?
Alvan cepat-cepat mengklik tombol lock di tepi atas ponselnya setelah menekan tombol send. Jantungnya berdegup, penasaran dan juga deg-degan menunggu jawaban Tara.
Setelah tau Tara tidak punya pacar, Alvan memang merasa lega. Tapi setelahnya, satu perasaan lain justru muncul. Yaitu rasa kekhawatiran Alvan jika Tara tidak merasakan hal yang sama dengannya. Dan itu akan lebih menyakitkan daripada sekedar Tara punya pacar jika memang benar adanya.
Read.
Alvan memberanikan diri menyalakan kembali layar ponselnya dan jantung Alvan langsung ketar-ketir saat melihat tanda Tara telah membaca pesannya.
Sepuluh menit telah terlewati setelah Alvan mengirimkan pesannya dan pesan itu terbaca tapi tidak ada tanda-tanda jika Tara akan membalas.
Apa jangan-jangan Tara sedang mengetikkan jawabannya?
Kalau jawabannya iya tidak mungkin selama itu.
Kalau jawabannya tidak? Bisa saja. Siapa tau jawaban tidaknya dibubuhi alasan maka membutuhkan waktu cukup lama untuk diketik.
Ahhh, Alvan jadi semakin ketar-ketir sendiri dengan pikirannya tentang kemungkinan jawaban Tara dan ketika ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk, Alvan yang panik tidak sengaja menjatuhkan ponsel itu hingga meniban wajahnya sendiri—karena posisinya yang bermain hp sambil tiduran.
Rasa nyeri langsung mendera tulang pipi Alvan, namun hanya sejenak karena Alvan langsung segera membuka ponselnya. Tidak sabar ingin melihat apa jawaban Tara.
Tara Andini: WKKWKWKWKWKK, oke.
Tara Andini: ehhh sori Van lama, ternyata belom kepencet send-_- guenya keburu ke kamar mandi wkwk, gue kira udah dikirim
Dan Alvan tidak pernah merasa selega ini.
Pernah deh, waktu dia menahan buang air besar selama perjalanan karena terjebak macet di tol dalam kota dan akhirnya berhenti di sebuah restoran terdekat dari pintu keluar tol untuk menumpang ke toilet. Rasa leganya hampir sama, namun bedanya, balasan Tara membuat Alvan lega sampai tidur sambil senyum-senyum sendiri.
Ya setidaknya sebelum sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya namun kali ini bukan nama Tara pengirimnya.
Alea Inggrid: Alvaaaaaan sombong ih
Alea Inggrid: Sabtu jadi kan nemenin gue ke ultah temen gue?
Alea Inggrid: Awas ya gak jadi, lo udah janji :p
Damn it.
***
Meski ini baru minggu ke-empat semester baru dimulai, namun rupanya anak-anak kelas 12 di SMA Bakti Siswa sudah mulai disibukkan dengan berbagai materi dan tugas. Tidak tugas di sekolah, tidak tugas di rumah semuanya sama-sama menguras otak, tenaga dan waktu. Maka tidak heran murid-murid sangat mendambakan weekend. Setidaknya jika di rumah mereka bisa sedikit beristirahat atau paling bantar mengerjakan tugas dengan suasana yang santai bukannya suasana membosankan di sekolah. Memang sih di sekolah banyak teman, tapi tetap saja, kalau tugas dan gurunya yang lebih mendominasi sih tidak enak.
"Lo udah ngomong sama Haryo, Dhil?" tanya Alvan seusai bel istirahat berdering sambil menutup buku cetak matematika di depannya.
"Nope. Gue ngomong, tapi dia ngacangin," jawab Fadhil cuek. Oke bukan sikap Fadhil yang cuek ya tapi nadanya. Memang Fadhil ini kalau bicara nadanya seperti ogah-ogahan dan agak ketus. He seems sweet but actually he's pretty cool.
"Kenapa sih tu anak? Masa iya marah Cuma gara-gara Nino waktu itu?" tanya Alvan penasaran. Bukan kepada Fadhil melainkan lebih kepada dirinya sendiri.
Setelah kejadian Haryo left grup waktu itu, Haryo memang benar-benar mendiami sahabat-sahabatnya.
Alvan dan sahabat-sahabatnya awalnya diam saja karena mengira Haryo memang butuh waktu, seperti kata Fadhil waktu itu. Tapi ketika hampir tiga hari dan belum ada juga perubahan atau tanda-tanda Haryo akan kembali seperti semula, Alvan serta yang lain langsung mengambil tindakan untuk bicara dengan Haryo. Dan atas saran Putra, hanya Fadhil yang cocok untuk bicara dengan Haryo karena khawatir jika Alvan atau Nino atau bahkan dirinya sendiri yang bicara dengan Haryo, yang ada mereka justru bertengkar sungguhan.
Karena orang baper dipertemukan dengan orang yang tidak sabaran serta emosian jatuhnya akan kacau. Dan diantara Alvan, Putra, Fadhil serta Nino, Fadhil adalah yang tersabar diantara keempatnya. Setidaknya Fadhil tidak akan langsung balas nyolot jika nanti Haryo bersikap menyebalkan.
It happens sometime, but they did it though. So they believe they will make it this time, they hope.
Fadhil lalu bangkit dari kursinya. "Kantin, ga?" tanyanya. Meskipun sudah tau apa jawaban Alvan, namun setidaknya Fadhil tetap berbasa-basi dengan sahabatnya.
Iyalah Fadhil tau apa jawaban Alvan. Semua itu karena setiap hari sekarang Alvan makan bekal Tara. Mungkin jika itu sekali dua kali wajar, tapi ini setiap hari. Dan sepertinya Tara bukan lagi menyisakan bekalnya untuk Alvan tapi memang sengaja membawa dua porsi dari rumah untuk Alvan hanya saja diletakkan dalam satu kotak bekal. Dan hal itu membuat Fadhil kadang bertanya-tanya, sudah sejauh mana proses pdkt mereka?
"Ikut lah, laper nih gue!"
Mendengar jawaban Alvan yang berbeda dengan ekspetasinya membuat Fadhil mengernyit. "Hah?"
Alvan memandang Fadhil yang mengernyit dengan bingung. "Kenapa, lu?" tanyanya.
Fadhil menetralkan wajahnya. "Gak apa-apa, yaudah yuk."
Mereka berdua pun berjalan menuju kantin.
Dan tanpa mereka berdua—lebih tepatnya Alvan—tau, langkahnya diperhatikan diam-diam oleh Tara.
"Tar, tumben si Alvan gak makan bekel lo?" tanya Dewi saat Tara berjalan ke meja Ify sambil menenteng kotak bekalnya. Mungkin tadi Dewi melihat saat Alvan pergi dengan Fadhil menuju kantin. Karena semenjak Tara berbagi bekalnya dengan Alvan, cowok itu jarang pergi ke kantin saat istirahat pertama, kalaupun ke kantin dia akan kembali lagi ke kelas membawa gorengan atau jajanan ringan lainnya untuk dimakan bersama bekalnya Tara.
"Gak tau," jawab Tara cuek lalu ia berdiri dan berkata, "gue mau ke kantin dulu ya beli es teh. Ada yang mau nitip?"
"nitip pilus deh Tar, dua ya!" ucap Fara sambil mengacungkan dua jarinya.
Tara mengangguk lalu menatap lingkaran teman-temannya, "Yang lain?"
Melihat teman-temannya menggeleng Tara lalu segera beranjak namun langkah Tara terhenti saat ia mendengar suara Ify.
"Gue ikut, Tar."
***
Begitu sampai di kantin Ify dan Tara berjalan ke kios minuman Bu Siti untuk memesan es teh. Kios Bu Siti adalah kios yang paling ramai di jam istirahat karena menjadi satu-satunya kios yang menjual berbagai minuman di kantin kelas dua belas. Beruntungnya SMA Bakti Siswa merupaka sekolah swasta elit yang menyediakan kantin terpisah untuk setiap tingkatan. Alasannya agar setiap murid bisa menikmati makanan di jam istirahat tanpa perlu berdesak-desakan.
Ketika Tara mengantri di kios bu Siti, rupanya ia berdiri bersebalahan dengan Alea dan temannya. Karena mereka memang sama-sama tidak saling kenal makan Tara tidak menyapa—meskipun dia tau Alea. Tadinya Tara cuek-cuek saja dengan keberadaan Alea sampai saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Alea dan temannya.
"Le, si Alvan udah semakin ngegas tuh, sekarang mulai ngajakin makan di kantin bareng!" ucap gadis di sebelah Alea.
Mendengar nama Alvan disebut membuat kuping Tara jadi lebih peka dari biasanya. Syaraf ketidak peduliannya bahkan tidak berfungsi, kini sepenuhnya Tara menyimak baik-baik.
"Iya ya, kemarin-kemarin tuh si Alvan udah mulai jarang ngechat gue gitu, gue kira dia kayak udah mundur atau gimana kan ya. Makanya semalem gue chat aja, basa-basi soal ke pestanya Audy."
"Mungkin dia lagi banyak tugas atau apa kali Le. Buktinya sekarang malah diajakin makan bareng di kantin. Tapi dua hari yang lalu gue liat Alvan bonceng cewek, tapi gue gak tau siapa kayaknya anak IPS juga."
Alea terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "temen doang kali,hahaha! Buktinya dia sekarang sama gue, kok."
"Iya sih. By the way pestanya si Audy itu malem minggu kan?"
"Iya Bi, dan gue gak sabar liat Alvan pake kemeja ihh!"
"Yaelah Le, tiap hari juga Alvan pake kemeja!"
"Bedalah bego, kemeja seragam sama kemeja bebas. Fix gue harus nyalon dulu!"
Percakapan Alea dan temannya terus berlanjut sampai mereka berdua pergi dari kios Bu Siti setelah menerima minuman mereka. Sedangkan Tara mendadak jadi kehilangan arah, bingung dan...she lost her mind.
Bahkan Tara kebingungan saat Ify menepuk pundaknya untuk memberi tau kalau pesanannya sudah jadi. Dengan linglung Tara mengambil gelas plastik berisi es tehnya dan berlalu begitu saja, bahkan tanpa mengambil kembalian. Maka Ifylah yang mengambil kembalian milik Tara dan langsung berjalan mengejar temannya itu.
Ify yang sejak tadi hanya diam sebenarnya memperhatikan apa yang terjadi dengan seksama. Mungkin Ify terkesan cuek, tapi sebenarnya dia adalah pengamat. Dan sudah lama ia mengamati Tara serta Alvan yang notabennya adalah mantan pacarnya.
Karena sifat Alvan yang ramah kepada semua orang membuat kedekatannya dengan Tara terlihat biasa saja. Ditambah gosip jika Alvan sedang pdkt dengan Alea sudah cukup beredar luas membuat orang-orang mengira jika Alvan dan Tara memang hanya sekedar dekat sebagai teman. Tetapi Ify jelas berkata tidak.
Ify adalah orang yang cukup mengenal Alvan serta Tara. Ify dan Alvan berteman cukup lama sebelum akhirnya mereka memutuskan pacaran dan karena suatu alasan yang tidak bisa Ify jelaskan, mereka putus di hari ketiga mereka pacaran. Namun jelas, mereka pernah sangat amat dekat sebelumnya. Ify sering pergi dengan Alvan, setiap malam mereka selalu menyempatkan untuk chat, sesekali bahkan mereka video call—intinya mereka sangat amat dekat. Ify sudah tau lumayan banyak kebiasaan dan sifat Alvan yang tidak terlalu ia tunjukan kepada orang lain kecuali keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Alvan memang baik dan ramah. Tetapi Alvan tidak pernah sedekat itu dengan perempuan kecuali Alvan memang memiliki rasa dengannya. Alvan bukanlah tipe cowok yang gemar memberi harapan palsu. Alvan akan berusaha menjaga jarak dengan gadis yang tidak ia sukai, tetapi tentunya tetap bersikap baik dan ramah kepada mereka hanya saja sewajarnya. Dan dari cara Alvan selalu berusaha berada di sekitar Tara dan mengobrol dengannya, Ify tau Alvan memang menyukai Tara.
Tapi Alea?
"Tar, tungguin gue!" Ify segera berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan langkah Tara yang masih kelihatan bingung. "What's wrong?" tanya Ify.
Tara terlihat terkejut dengan pertanyaan Ify. Jika Ify sampai bertanya apa yang salah, berarti Tara sudah bersikap tidak wajar, maka Tara langsung menetralkan wajahnya. "Nothing. Kenapa emang?" tanyanya balik, berpura-pura bodoh.
Ify diam sejenak, berpikir. Tapi akhirnya Ify memilih untuk menggeleng, belum saatnya, mungkin. Ify tidak akan meminta Tara bercerita, because Ify believe that Tara will definitely tell her own story, someday.
Tara memasuki ruang kelas dengan pikiran bercabang. Dia paham situasinya sekarang. Kenapa semalam tiba-tiba Alvan bilang padanya untuk tidak melebihkan porsi bekalnya karena Alvan tidak akan meminta bekalnya, ternyata karena Alvan janjian dengan Alea.
Bagaimana bisa Tara lupa kalau Alvan sedang pdkt dengan Alea?
Apa karena pertemuan mereka secara kebetulan di tempat bimbel? Atau karena Alvan yang mengantarnya pulang setelah bimbel padahal rumah Tara hanya sekitar lima ratus meter dari tempat bimbel? Atau karena Alvan yang setiap malam selalu menyempatkan diri mengajaknya chat? Atau karena chat Alvan kemarin malam yang mengajaknya jalan sabtu besok?
Banyak pertanyaan berkecamuk di pikiran Tara membuat gadis itu kebingungan sendiri bahkan sampai ia duduk kembali di meja tempatnya untuk makan.
Anggaplah Tara sudah kegeeran karena perlakuan Alvan sampai-sampai ia melupakan fakta kalau Alvan kini sedang menggebet Alea. Iya, kenapa juga Tara bisa sampai kegeeran Alvan suka padanya padahal jelas-jelas ada Alea?
Maka Tara mengambil kesimpulan. Sikap Alvan kepadanya itu hanyalah sekedar sikap terhadap seorang teman dekat. Iya, teman. Mungkin karena kecocokan mereka dalam selera humor dan obrolan yang selalu meluas dengan berbagai topik dan rasa nyaman, Alvan ingin menjadikan Tara sahabatnya. Iya, mungkin itu.
"Tar? Kok bengong? Buruan makan, keburu bel." Dan ucapan Fara berhasil menarik kesadaran Tara.
Tara menatap bekalnya, namun sayangnya dia sudah sepenuhnya kehilangan selera makannya.
ncsg
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro