7. A - Mama
Piringan hitam berputar menghasilkan suara instrumental syahdu yang memenuhi ruang kerja Antonio. Secangkir teh hangat menemani perjamuannya dengan Pierre.
"Apa kau benar-benar yakin dengan babu itu?" Pertanyaan itu sudah berulang kali Antonio lontarkan pada Pierre.
Pierre tersenyum miring. "Natuurlijk!" Laki-laki itu meneguk teh yang disajikan. "Aku tidak sedang bermain-main."
"Kau bahkan belum melihat bakatnya secara keseluruhan. Jangan gegabah." Antonio mengubah posisi duduknya. "Menurutku suaranya memang terdengar unik tapi itu saja belum cukup."
"Benar. Dia masih perlu diasah." Pierre meletakkan cangkir ke meja. "Lagi pula, aku tak peduli dengan kemampuannya yang lain. Suaranya sudah membuatku jatuh cinta."
Antonio menggelengkan kepala. "Kau benar-benar sudah gila."
Laki-laki itu berpikir sejenak. Kemudian mengingat sesuatu."Seleramu benar-benar mirip dengan ayahmu. Apa kau memilihnya karena teringat pada ibumu?" sindir Antonio.
Seketika Pierre melemparkan tatapan tak suka pada sahabatnya itu. Pertanyaan menohok itu tak langsung dibalas Pierre. Ingatan Pierre pada wanita pribumi yang melahirkannya itu tiba-tiba muncul. Wanita itu meninggal karena sakit saat dia mulai beranjak remaja. Hidup menjadi anak Indo-Eropa tak mudah. Sebagai anak yang terlahir dari rahim seorang nyai yang hanya dipandang sebagai gundik londo pemuas nafsu membuatnya sedikit didiskriminasi. Dia bahkan sempat tak diakui secara sah. Beruntung dia akhirnya resmi memiliki nama belakang sang ayah. Wajah dan perwakannya pun lebih dominan seperti orang Eropa. Namun jika mampu, Pierre akan memilih darah ibunya saja yang mengalir pada tubuhnya.
"Jangan samakan aku dengan pria tua berengsek itu," hardiknya.
"Oke het spijt me." Antonio merasa bersalah. "Kenapa kau belum memaafkannya? Padahal sudah hampir sepuluh tahun berlalu. Apa kau masih membencinya?" tanya Antonio.
Mata Pierre menatap fokus pada cangkir di atas meja. Memori itu kembali berputar di kepalanya. Seolah kematian sang ibu baru kemarin terjadi. "Peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Malam di mana mama yang sekarat justru dikurung dalam kamar bagai hewan ternak oleh bedebah tua itu."
"Seharusnya waktu itu aku bunuh saja dia," imbuh Pierre penuh emosi.
"Sudahlah, bagaimana pun juga dia adalah ayahmu. Lagi pula dia sudah menerima balasannya." Antonio mengalihkan pembicaraan agar atmosfer suram tak meliputi sahabatnya. "Omong-omong bagaimana dengan Miss Noer? Apa kau sudah tak tertarik lagi padanya?"
Berhasil. Seketika perasaan Pierre menjadi lebih baik. Laki-laki itu merespons santai. "Kepopularannya semakin menurun. Aku harus segera mencari bintang lain untuk menggantikannya."
Antonio sedikit tersentak. "Apa kau berniat akan menggantinya dengan babu itu?"
"Tentu saja tidak. Aku tak sebodoh itu." Laki-laki itu melanjutkan bicaranya. "Dia memang punya potensi tapi untuk menjadi bintang utama rasanya terlalu berlebihan."
Antonio menganggukkan kepala. "Benar. Instingmu sebagai seorang seniman memang sudah tak diragukan lagi. Namun apa kau yakin babu itu mau bergabung dengan kelompok operamu? Mungkin saja dia masih betah denganku di sini."
Mendengar perkataan Antonio barusan sontak membuat Pierre tergelak. "Jadi kau pikir kesempatan emas ini akan dilewatkannya begitu saja?" Laki-laki itu menyondongkan badan mendekati Antonio. "Apa kau mau bertaruh denganku?"
***
Catatan :
Natuurlijk! = Tentu saja!
Oke het spijt me = Oke saya minta maaf
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro