6. A - Pierre
Langkah Djoerijah terhenti ketika di hadapannya ada seseorang yang berdiri. Seseorang dengan rahang tajam khas pria barat itu berkacak pinggang.
"Bagus. Apa kau bisa menyanyikan lagu lain?" katanya.
Djoerijah terkejut. Dia tak menjawab dan hanya menunduk.
"Aku suka suaramu. Bisakah kau menyanyikan lagu lain?" ulang laki-laki itu.
Mendengar pujian itu sontak membuat Djoerijah bimbang. Dia senang suaranya diapresiasi tetapi dia takut Antonio datang dan menegurnya atau bahkan mengusirnya dari sini. Karena Antonio sangat membenci nyanyiannya.
Laki-laki itu seolah tahu kekhawatiran gadis itu. "Tenang saja. Aku bukan orang jahat." Laki-laki itu meyakinkan Djoerijah lagi. "Aku teman Antonio. Namaku Pierre." Dia mengulurkan tangannya pada Djoerijah. "Pierre Sander. Siapa namamu?"
Djoerijah ragu, karena statusnya di rumah ini hanya seorang babu. Namun akhirnya gadis itu memberanikan diri membalas jabatan tangan tamu dari majikannya itu walau hanya sebentar.
"Saya Djoerijah, Tuan," lirihnya tanpa melihat wajah sang lawan bicara.
Pierre tersenyum. "Baiklah, sekarang aku ingin kau menyanyikan lagu lain."
Djoerijah mulai menyanyikan lagu berbahasa Belanda yang liriknya sudah dihafal di luar kepala. Tentu saja dia menyanyikan salah satu lagu favoritnya yaitu "We Gaan Naar Zandvoort" yang biasa didengarnya tiap pagi.
Mendengar warna suara khas Djoerijah dengan ambitus suara sopran yang mampu membuat Pierre tertarik dengan gadis itu. Secara teknik juga tak buruk, meski masih terdengar amatir. Dia benar-benar jatuh cinta dengan suara Djoerijah. Pierre melihat potensi besar pada gadis belia itu.
Laki-laki itu memperhatikan Djoerijah saat bernyanyi dari atas hingga bawah. Wajahnya manis dengan hidung mancung dan kulit sawo matang yang membuatnya semakin terlihat ayu. Gadis itu mengingatkan dengan ibu kandungnya yang kini telah tiada.
Pierre tersenyum lebar dan memberi tepuk tangan setelah nyanyian Djoerijah berakhir. "Heel goed!"
Tiba-tiba Antonio menghampiri mereka. Laki-laki itu menyeret sahabatnya menjauh dari Djoerijah. "Wat doe je?"
Pierre hanya tertawa. "Kau juga dengar suaranya, bukan? Aku baru saja menemukan berlian. Suaranya sangat cocok untuk kelompok operaku."
"Je bent gek! Dia hanya seorang babu." Antonio berusaha menyadarkan Pierre. "Kau bisa cari penyanyi lain. Apa perlu aku yang mencarikan?"
Pierre menggeleng beberapa kali. "Tidak perlu. Ik wil hem." Pierre melepaskan lengannya dari cengkraman Antonio, lalu merapikan pakaiannya.
Dia berjalan mendekati Djoerijah yang masih berdiri di tempat itu. Pierre mengeluarkan kartu namanya dari saku celana kemudian memberikannya pada gadis itu. "Aku pemimpin kelompok opera Bintang Emas, datanglah padaku jika kau berminat bergabung."
Seketika sapu lidi yang dipegang Djoerijah jatuh. Daun-daun yang sudah dia kumpulkan untuk diseruk berceceran kembali. Tangan Djoerijah gemetar saat memegang kertas berisi huruf-huruf kecil berbaris itu. Djoerijah benar-benar tak menyangka, jika laki-laki yang memintanya bernyanyi tadi adalah pemimpin kelompok opera yang tempo hari dia susupi. Bahkan laki-laki itu menawarinya bergabung dengan kelompok operanya.
Gerbang terbuka untuk cita-citanya yang dulu mustahil karena keadaannya yang miskin. Kini selangkah lagi mimpinya menjadi penyanyi akan terwujud. Bahkan setelah laki-laki itu pergi, Djoerijah masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi pada hidupnya. Beberapa kali gadis itu memukul-mukul kedua pipimya.
"Jah, koe kenapa mukul-mukul pipi sendiri?" ujar Ningroem yang kebetulan lewat di sekitar tempat Djoerijah.
Buru-buru Djoerijah menyimpan kartu nama Pierre di selipan jariknya. "Ndak apa-apa, Mbak. Cuma gatal saja. Mungkin tadi digigit nyamuk."
"Jangan keras-keras saat memukul nanti pipimu jadi merah."
"Iya, Mbak." Gadis itu mengelus pipi yang tadi dia pukul sendiri. Kemudian dia melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
*** BERSAMBUNG ***
Catatatn :
Heel goed! = Bagus banget/sekali
Wat doe je? = Apa yang kau lakukan?
Je bent gek! = Kau gila!
Ik wil hem = Aku mau/ingin dia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro