Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. A - Soesmojo

Djoerijah tersenyum melihat antrean yang mengular dari gedung itu. Terlihat para bangsawan pribumi, nona dan sinyo Belanda yang berbaris menunggu giliran untuk masuk. Pakaian yang mereka kenakan sangat bagus dan elegan. Gadis itu tak ragu masuk barisan paling belakang walaupun orang-orang yang ada di sana memandang dengan tatapan aneh bahkan jijik padanya.

Setelah mengantre cukup lama, kini giliran Djoerijah yang akan masuk. Penjaga pintu itu menatapnya tak ramah. "Mana tiketmu?"

Djoerijah bingung. "Aku tak punya tiket." Dia sama sekali tak tahu jika akan masuk ke dalam gedung harus punya tiket.

"Baiklah, kau harus membeli tiket masuk sebesar ƒ 1 (satu florin, dibaca: satu gulden)," kata laki-laki pribumi berkumis tebal itu.

Mata Djoerijah membola mendengar harga tiket menonton pertunjukan. Entah memang harga karcis yang mahal atau hanya akal-akalan si penjaga saja untuk mengusirnya. Yang jelas dia tak punya uang sebanyak itu. Bahkan saat ini di kantongnya hanya ada 10 sen saja.

Penjaga itu menarik satu sudut bibir. "Jika kau tak punya uang, maka jangan halangi yang lain. Cepat pergi dari sini."

Dengan berat hati Djoerijah keluar dari barisan. Banyak orang di sana yang mencibir dan berbisik-bisik. Gadis itu hampir putus asa. Sampai tak sengaja Djoerijah melihat ada beberapa orang yang masuk lewat pintu belakang gedung. Dia diam-diam mengikuti mereka.

Rupanya orang-orang itu adalah pemain musik pada pertunjukan malam ini. Djoerijah yang sudah terlanjur masuk gedung karena mengikuti mereka, bersembunyi di balik saka tak jauh dari para pemain musik.

Keberadaan Djoerijah ternyata diketahui oleh salah satu dari mereka. Laki-laki yang memainkan selo itu sesekali melirik ke arah Djoerijah. Awalnya gadis itu merasa takut, tetapi laki-laki itu memberi kode untuk tenang dan diam.

Lampu dipadamkan, pertunjukan pun dimulai. Alat musik mulai dibunyikan mengiringi seorang gadis pribumi berpakaian gaun dan tata rias rambut khas barat naik panggung. Dia memainkan sandiwara yang juga bernyanyi dan menari. Cerita yang dipentaskan memang bukan asli dalam negeri, melainkan lakon-lakon dari Belanda. Namun, mereka mengubahnya dan menyesuaikan segala sesuatunya dalam bahasa Melayu.

Mata Djoerijah berbinar-binar, bibirnya pun berdecak kagum sepanjang pertunjukan. Dia benar-benar terhipnotis dengan pagelaran malam itu. Djoerijah tak pernah menyaksikan perhelatan semacam ini.

Tak terasa pertunjukan berakhir dengan sukses mendapat tepuk tangan penonton yang merasa puas terhibur. Djoerijah begitu menikmati pementasan itu hingga selesai. Saat semua penonton keluar, gadis itu masih berada di tempatnya. Dia akan keluar setelah semua penonton benar-benar sudah keluar gedung.

Seseorang berdiri di depan saka tempat Djoerijah bersembunyi. "Kau boleh keluar sekarang."

Mendengar suara itu, Djoerijah pun keluar dari sana. Itu adalah suara pemain musik yang dari awal mengawasinya.

"Ayo keluar, ikuti aku," ujarnya sambil berjalan keluar melewari pintu kecil di samping gedung yang berbeda dari jalur saat mereka masuk.

Djoerijah membuntuti laki-laki jangkung itu. Sampailah mereka di jalan samping gedung serba guna itu. "Kau bisa pulang lewat ke situ." Laki-laki itu menunjuk ke arah jalan raya yang masih ramai orang berlalu lalang. "Karena sangat berbahaya jika kau lewat sana," tambahnya sambil mengarah ke jalan sepi dan gelap.

Laki-laki itu hendak pergi. Buru-buru Djoerijah berujar, "Terima kasih."

Langkah kaki laki-laki itu berhenti. Djoerijah melanjutkan perkataannya. "Kau sungguh sangat baik. Kau tak melaporkan dan membiarkanku menonton pertunjukan. Sekali lagi terima kasih. Karenamu aku mendapatkan pertunjukan terbaik seumur hidupku. Sekali lagi, terima kasih."

Laki-laki itu tersenyum. Dia mengulurkan tangan kanannya pada Djoerijah. "Aku Soesmojo. Dan kau? Siapa namamu?"

Djoerijah membalas uluran tangannya. "Namaku Djoerijah." Lengkung bulan sabit terbit di wajahnya malam itu.

***   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro