4. A - Tuan Antonio
Antonio ada saat pintu ruang kerja itu dibuka. Dahinya mengerut saat melihat Djoerijah ada di sana. "Sedang apa kau di ruanganku?"
Seketika kedua tangan Djoerijah disembunyikan ke belakang badan, menjauh dari meja dan menunduk. Hampir saja dia tertangkap basah mencuri surat kabar di atas meja kerja Antonio. Bulir-bulir peluh mulai bermunculan di dahinya. Lidahnya mendadak kelu. Namun, otaknya bekerja seratus kali lebih cepat untuk mencari jawaban yang tepat saat sang tuan bertanya.
"Apa yang kau lakukan?" Antonio menghampiri Djoerijah. Laki-laki itu memeriksa barang-barang yang dia letakkan di atas meja dengan seksama. "Apa kau mencuri sesuatu?"
Djoerijah melirik teh yang barusan dia sajikan. "Saya hanya menaruh teh ini, Tuan."
Antonio memberi tatapan tak senang pada Djoerijah. Dia paling tak suka jika barang-barangnya disentuh orang lain. "Pergi dari sini!" perintahnya.
Djoerijah langsung tanggap dan undur diri. "Baik, Tuan. Permisi."
Keesokan harinya, saat Djoerijah hendak mengambil sapu untuk menyapu seperti biasa, Mbok Sarjem tiba-tiba memanggilnya.
"Ada apa, Mbok?"
Mbok Sarjem mengambil sapu yang dipegang Djoerijah kemudian matanya melirik kanan dan kiri. Dia memberi isyarat pada Djoerijah agar lebih mendekat.
"Ada apa, Mbok?" ulang gadis itu dengan suara lebih kecil. Tak biasanya Mbok Sarjem bisik-bisik begini.
"Tuan Antonio tak ingin kau menyapu di area kediaman utama lagi, termasuk teras dekat ruangannya."
Djoerijah bingung. "Kenapa? Apa Tuan Antonio marah padaku? Apa pekerjaanku tak cukup bagus?"
Mbok Sarjem menggeleng. "Tidak. Pekerjaanmu baik, tapi ...."
"Tapi kenapa, Mbok?" tanya Djoerijah penasaran.
Mbok Sarjem menjawab, "Dia tak suka kau bernyanyi saat sedang melakukan pekerjaan."
Bagai petir di siang hari. Djoerijah tak tahu kalau sang tuan muda tahu apa yang selama ini dia lakukan. Bersenandung bahkan bernyanyi saat menyapu. Dia kira suaranya tak akan terdengar karena irama musik yang begitu keras.
Kini di hatinya dikuasai rasa malu bercampur rasa takut dipecat dari pekerjaannya. Dia jadi mengira tuannya itu tidak menyukainya. Pantas saja tatapan mata laki-laki itu tak senang saat Djoerijah masuk ke dalam ruangannya kemarin.
Melihat ekspresi wajah Djoerijah yang tak tenang, Mbok Sarjem berkata, "Sudahlah, lebih baik kau kerjakan hal lain. Biar Ningoem saja yang bertugas menyapu teras kediaman utama."
"Apa yang harus aku lakukan, Mbok? Apa aku masih boleh bekerja di sini?"
Wanita itu tersenyum. "Tentu saja kau masih boleh bekerja di sini." Mbok Sarjem memberikan tas belanja pada Djoerijah. "Pergilah ke pasar. Aku butuh palawija dan rempah-rempah."
Djoerijah mengambil tas itu. "Baiklah. Aku pergi dulu."
Gadis itu bergegas menuju pasar. Ketika dalam perjalanan, lagi-lagi dia mendengar mobil dengan pengeras suara yang tempo hari menyebarkan pamflet itu lewat di hadapannya. Suara yang keluar adalah pengumuman dan ajakan untuk menonton pertunjukan opera di gedung serba guna dekat alun-alun. Kebetulan alun-alun memang tak jauh dari pasar itu.
Djoerijah penasaran dengan hal itu. Namun sebelumnya, dia harus segera menyelesaikan tugas belanja yang diberikan Mbok Sarjem. Dia tak ingin dipecat dan mengecewakan wanita yang sudah dianggap seperti ibu kandungnya sendiri itu.
Rasa penasaran yang dimiliki Djoerijah begitu besar. Gadis itu memutuskan untuk pergi ke gedung pertunjukan untuk mencari tahu. Gadung itu rupanya masih tutup. Tak putus asa, gadis itu bertanya pada salah satu tukang becak yang memangkal di depan gedung.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro