The Day: Close Your Eyes
Bacanya sambil dengerin lagi di mulmed ya, biar maknyus hehe.
Jarak adalah sekat tak kasat mata antara rindu, waktu dan kita.
Napas Keya tercekat. Suasana ramai di bandara tidak membuat hatinya bahagia. Hanya menunggu menit sampai punggung tegap Jiver akan benar-benar menghilang dari pandangannya. Jiver Erlangga Ajidarma akan segera berangkat ke London untuk melanjutkan kuliahnya di sana.
Arion sedang ada urusan bisnis di London, jadilah laki-laki itu meminta Jiver melakukan penerbangan ke London agar mudah untuk menjemput, yang tidak Keya tahu, suaminya berencana kuliah di sana. Sampai detik ini Keya tak pernah tahu, negara mana yang akan menjadi tujuan Jiver menetap untuk sementara waktu. Jiver tak menceritakan apa pun perihal itu, ia selalu mengatakan jika akan kuliah di Eropa, tapi...mungkin Jiver lupa, Eropa itu luas, terdiri dari banyak negara dan banyak kota.
"Nggak boleh telat makan, nggak boleh begadang, jangan banyak-banyak minum kopi, jangan lupa salat dan jangan kecantol bule! Awas aja kalau nyantol sama bule. Aku masih kuat kok gampar kamu," ucap Keya sambil mengerucutkan bibirnya.
Jiver tergelak, laki-laki itu membawa Keya dalam pelukannya. Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Tidak ada yang berbicara, bahkan keluarga mereka yang turut mengantarkan Jiver ke bandara pun memilih untuk diam. Terutama Dito, pria itu sedikit merasa bersalah sebab tak datang di hari wisuda Jiver, ia ada urusan bisnis di luar kota, dan wisuda anak bungsunya itu hanya diwakili oleh istrinya--Ira.
"Jaga diri. Tunggu aku pulang," bisik Jiver sambil mengecup kening istrinya.
Keya menangis tanpa suara, ia memerhatikan Jiver lekat-lekat, seakan menyimpan wajah Jiver dalam memori ingatannya. Mereka tidak akan bertemu untuk waktu yang lama.
"Jadi, sekarang kita pejuang LDR?" Kata Keya. Jiver terkekeh lalu menyeka air mata Keya.
"Nggak lama. Nanti liburan aku pulang."
"Janji ya."
"Ya."
Air mata Keya berangsur-angsur berhenti. Jiver mengeluarkan iPod-nya, lalu memasang headphone di telinga Keya. Sebuah lagu mengalun di telinga Keyana.
"Kalau lagi kangen, dengerin ini."
Keya menerima iPod yang disodorkan Jiver, malah membuat air matanya merembes lagi.
Just close your eyes
And you'll be here with me
Just look to your heart
And that's where I'll be
If you just close your eyes
Till your drifting away
You'll never be too far from me
(Close Your Eyes-Westlife)
Jiver mengamati satu per satu keluarga juga kedua mertuanya. Ia lalu menyalami mereka semua dan tersenyum tipis, terakhir laki-laki itu memeluk Keya sekali lagi, sebelum beranjak meninggalkan mereka semua. Mengejar pendidikannya di negara orang.
"Aku pergi..."
Kata-kata terakhir Jiver seperti alunan lagu berkelebat bersama lagu yang terus berputar. Bahu Keya merosot, ia berbalik memeluk mamanya, menumpahkan air matanya. Rasa rindu memang berat, tapi Keya harus kuat, semua demi masa depan mereka.
"Ayo pulang," kata Lastri, Keya mengangguk.
Ia membalik iPod milik Jiver, menemukan secari kertas yang diberi perekat di sana. Ada secarik tulisan di sana.
Kita adalah dua titik
Yang bernama jarak
Sebelum semesta menyatukan
Lalu, kita kembali menjadi titik
Semesta memisahkan sementara waktu
Kita yang telah lebur dipaksa berurai
Semesta hanya ingin tahu
Seberapa kuat kita bertahan
Kemudian kita sibuk bertanya,
Bisakah nanti kita kembali melebur
Menjadi satu titik yang serupa?
Titik yang kembali disatukan semesta?
***
"Galau May, gue galau deh. Si Jiper belum ngasih kabar," keluh Keya pada Maya, gadis yang sibuk makan bakso itu memilih untuk menambah sambal di baksonya daripada menanggapi Keya yang sejak dua hari lalu galau karena Jiver belum memberi kabar.
Satu lagi, iPod milik Jiver selalu Keya bawa kemana-mana, dan selalu lagi itu yang diputar oleh Keya. Sudah satu bulan Jiver menetap di Eropa, terakhir mengabari Jiver hanya memberi tahu kalau ia melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas di London. Saat itu Keya bahkan mendiamkan Jiver selama tiga hari, karena laki-laki itu baru memberitahunya di mana ia akan melanjutkan kuliahnya.
"Mayyyy lo malah makan mulu sih!"
"Bentar ya, gue laper."
"Ish lo tuh ya, temen lagi sedih malah makan mulu."
"Ngehibur lo nggak bikin perut gue kenyang, sumpah deh. Jadi gue mau makan dulu."
Keya berdecak. "Taulah, mending gue ke camp anak musik daripada ngurusin lo."
"Keyyy kok ngambekkkk....tunggu napa!"
"Bodo!"
Keya beranjak, meningalkan fakultasnya. Ia mengendarai sepeda motornya menuju fakultas ilmu budaya yang terletak lumayan jauh dari fakultasnya. Sejak semester baru kemarin Keya memang resmi menjadi bagian dari UKM musik di kampusnya. Dan markas UKM itu ada di FIB, jadilah setiap seminggu sekali Keya harus ke sana untuk mengikuti kegiatan. Lebih beruntung lagi, di fakultas ini kenyataan dirinya sudah menikah dengan mantan presiden BEM tidak begitu ramai diberitakan, setidaknya daripada di fakultasnya sendiri, teman-temannya di sini yang datang dari fakultas lain tidak banyak yang tahu dia sudah menikah, paling hanya beberapa saja yang mengenal Jiver Erlangga--suaminya.
"Weih Keyana, tumben siang-siang ke sini?"
Laki-laki yang tadi bertanya padanya adalah Geno--seniornya di UKM musik. Geno anak jurusan Sastra Indonesia yang lebih menyukai bermain teater daripada bermain musik, tapi anehnya dia mengikuti UKM musik. Geno memang aneh, dan Keya sudah maklum, Geno ini tipe laki-laki konyol yang terlihat keren dengan rambut gondrongnya--tipikal anak FIB di kampusnya, rambut gondrong, celana jeans, kaus oblong dan kadang untuk anak Seni Rupa malah lebih suka memakai totebag kanvas yang sudah digambari aneka bentuk. Jadi anak FIB memang enak, tidak melulu harus selalu rapi dan monoton, itu yang ada di pikiran Keya.
"Gue lagi suntuk, Kak."
"Tapi anak-anak belum kumpul sih. Kan masih sorean latihannya."
"Iya juga sih."
Keya mendesah. Ia duduk di depan ruang UKM Musik sambil memandangi ponselnya terus-terusan. Berharap Jiver segera mengabarinya.
"KaGen sendiri ngapain?" KaGen--panggilan anak-anak musik untuk Geno.
"Gue sih tadinya baru balikin gitar, habis pinjem kemarin, buat acara kampus."
"Oh..."
Geno tersenyum tipis.
"Lo lagi galau kan? Mau ikut gue nggak?"
"Kemana?"
"Kemana-mana tak gendong haha..."
"Nggak lucu!"
"Udahlah, ayo."
Keya mengangguk. Daripada dia bengong di situ, mending ikut Geno. Semoga saja Geno tidak mengajaknya ke tempat yang aneh.
Ternyata Geno mengajaknya ke gedung opera kampus, melewati sebuah ruangan yang banyak berisi karya seni, mulai dari buku, patung dari tanah liat, sampai patung pahat dan ukiran terpampang di sana. Tempat pemajangan benda-benda itu, berada dalam opera, dan Keya baru tahu, atau karena dulu sewaktu ke tempat ini dia tidak begitu memerhatikan.
"Itu hasil karya mahasiswa seni rupa dari tahun ke tahun. Tugas akhir mereka selalu dipajang di sini, tapi hanya yang mendapat nilai paling bagus."
"Oh. Pantes bagus, Kak."
"Iya, kalau buatnya pakai perasaan ya sudah pasti bagus. Suatu karya bisa hidup kalau kita bikinnya pakai perasaan haha."
Keya terkekeh. Memang benar, suatu karya akan hidup apabila ditiupkan perasaan di dalamnya.
"Ada pertunjukan teater dari kelas B di jurusan gue, buat tugas praktek. Mau nonton?"
"Boleh," kata Keya, ia mengikuti langkah Geno masuk ke dalam ruang teater.
Sekelebat bayangan Jiver mampir di kepalanya. Ia ingat dulu Jiver pernah mengajaknya menonton teater di sini.
Keya menghela napasnya, ia keluarkan ponsel berwarna putih dari dalam tasnya. Mencari kontak nama Jiver di LINE.
Keyana Marleni: kamu kemana sih? Nggak ada kabar?
Sent.
Geno yang melihat Keya tengah gelisah, menatap gadis itu heran. Padahal Keya ini biasanya cukup cerewet menyangkut banyak hal, tapi saat ini ia hanya diam menatap ponselnya yang sudah mati.
"Lo lagi galau?"
"Eem..."
"Kenapa? Mikirin cowok lo?"
Keya membuang napasnya, ia tak juga menjawab pertanyaan Geno. Pikirannya hanya dipenuhi oleh Jiver. Apa kabar laki-laki itu?
"Hmmm..."
"Emang kemana cowok lo?"
"Jauh."
"Oh...LDR dong?"
"Iya."
"LDR itu nggak enak, yakin kuat?"
"Iyalah. Harus," kata Keya, ia mencembikkan bibirnya.
"Selama janur kuning belum melengkung, boleh dong gue nunggu lo haha."
"Hah?"
Buset, gue udah punya laki oi.
"Hahaha...pertunjukkannya mau mulai. Ayo lihat."
Keya mengendikan bahunya, ia anggap ucapan Geno itu angin lalu. Ya, apa pun yang terjadi dia sudah bersuami, semoga saja Keya tidak baper pada orang lain saat berpisah dari Jiver.
***
Jiver Erlangga: sori. Aku sibuk mengurus kuliahku yang baru akan dimulai. Maaf nggak sempat mengabarimu.
Huft
Keya membuang ponselnya. Sesibuk itukah Jiver? Atau Jiver selingkuh? Tidak, Keya menggelengkan kepalanya, pejuang LDR itu harus menghilangkan pikiran buruk terhadap pasangan.
Jiver Erlangga: sayang...maaf
Jiver Erlangga: kamu lagi apa?
Read
Jiver Erlangga incoming call
Keya mematikan panggilan Jiver. Ia sedang malas berhubungan dengan Jiver. Katakanlah dia kekanakan, tapi Keya memang selalu begini kalau lagi ngambek.
Sampai unknown number menelepon ke ponselnya, membuat rasa pensaran Keya mendorong gadis itu untuk mengangkat ponselnya.
"Halo Mbak Keya, ini bibi. Pembantunya Ibu Ira."
"Ya-ya kenapa, Bi?"
"Anu Mbak, Jantung ibu kumat, Mbak. Bapak lagi di Surabaya, beliau menyuruh saya menghubungi, Mbak."
"Hah? Bun--bunda sakit? Lalu sekarang di mana?"
"Rumah sakit, Mbak. Mbak Keya ke sini ya, saya bingung."
"Oke. Aku sana sekarang, kirim alamat rumah sakitnya lewat sms."
Keya segera mengambil tas selempang berisikan dompet yang ada di kamarnya, beserta kunci motor yang tergantung di badan pintu. Gadis itu menata asal rambutnya sebelum pergi meninggalkan apartemen, menuju rumah sakit yang sudah dismskan oleh pembantu di rumah Ira. Keya hanya berharap, tak ada yang terjadi pada Ira.
***
Wajah Keya pias, bunda sudah dipindahkan ke ruang inap satu jam yang lalu. Dito belum juga tampak, ia masih dalam perjalanan menuju Ibu kota setelah mendapat kabar dari pembantunya sore tadi. Keya duduk di samping Ira, mengamati wajah mertuanya itu, sampai ia lupa, belum ada satu pun pesan Jiver yang ia balas sejak tadi sore sampai malam seperti saat ini.
Keya tidak pernah tahu Ira punya riwayat penyakit jantung. Dipikirnya Ira sehat-sehat saja, tapi pembantu Keya bilang, majikannya itu memang sudah lama menderita sakit jantung. Pantas, sebelum pergi, Jiver selalu berpesan untuk sering-sering menjenguk bunda.
"Bun..." Ucap Keya saat ia melihat mata Ira mulai terbuka.
"Ke..."
"Bunda mau minum?"
Ira mengangguk. Dengan cekatan Keya mengambilkan minum untuk Ira, dan membantu wanita itu untuk minum.
"Gimana, Bun? Ada yang sakit?"
Ira menggeleng.
"Bunda sudah larang papamu untuk menguliahkan Jiver di Eropa, Ke. Jiver punya tanggung jawab sama kamu, tapi papamu keras kepala," rancau Ira.
"Kami nggak papa, Bun. Nggak usah dipikirin. Ini kan juga buat kebaikan Mas Jiver."
"Nggak sayang. Jiver punya kamu."
"It's okey, Bun. Jangan mikirin itu, kesehatan bunda jauh lebih penting."
Ira menangis. "Tinggal sama bunda ya sayang, buat sementara waktu."
Keya tersenyum tipis. Ia tidak terlalu akrab dengan Dito, bagaimana kalau mereka tinggal satu atap? Ia pasti akan serba sungkan. Dan Keya benci awkward moment.
"Aku pikirin dulu ya, Bun."
"Bunda harap kamu mau. Nggak akan lama, Ke. Bunda hanya mau mengenal kamu lebih jauh. Kamu satu-satunya menantu yang dekat dengan bunda, bunda kesepian sayang."
Keya memejamkan matanya. Ira sedang sakit, ia menantu Ira, sudah seharusnya ia merawat Ira. Setidaknya sampai Ira sembuh. Dan mungkin nanti Keya bisa belajar memasak makanan kesukaan Jiver dari Ira.
"Emh hanya sampai bunda sembuh ya?"
Ira mengangguk bahagia.
Tbc
Dikit ya? Maap dah, we masih sibuk cuma gatahan kalian minta ane update mas jiper. Wkwk
Oh iya, kuy beli buku ane di mizanstore.com judulnya Love Is Possible lagi diskon 58.650 loh harga normal di gramedia 69.000 huehehe
Byeee
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro