Kamu Istriku
Aku ingin mencintaimu tanpa sebab, tanpa mengapa, tanpa kenapa, tanpa apa dan tanpa bagaimana.
Aku ingin mencintaimu hanya karena kamu, hanya karena cinta dan atas restu Tuhanku.
***
"Abdi teh nggak bisa masak mama, atuh gimana caranya bikin bubur? Auh ah, Ke galau."
Keya cemberut, ia menatap sebaskom beras yang sudah dicuci sebanyak sepuluh kali bilasan. Matanya mengerjap-erjap sambil mencoba berpikir bagaimana memasak beras itu hingga jadi bubur.
"Kamu cuci berapa kali Ke, berasnya?" Teriak Lastri dari arah depan, sambil masuk ke dalam dapur untuk melihat eksperimen Keya membuat bubur.
"Sepuluh kali, Ma."
Mulut Lastri setengah terbuka, ia menjitak kepala Keya hingga gadis itu mengaduh kesakitan.
"Kamu kira lagi nyuci baju dibilas bolak balik, ha? Tiga kali udah cukup, Ke. Jangan banyak-banyak nanti nutrisinya hilang."
Lastri mengomel, khas ibu rumah tangga yang tak terima mendapati putrinya sama sekali tidak bisa memasak. Salahnya juga terlalu memanjakan Keya.
"Aduh mama, kutak bisa memasak. galau huhuhu...tau ah, ngerebus mie instan aja jadi bubur. Ini malah disuruh bikin bubur, naon teh naon hidup abdi dramatis? Harusnya kan diajarin bukan ditinggal."
"Kamu ini sok-sokan pakai ngomong sunda, bahasa Jawa aja nggak bisa, mending belajar bahasa krama sana, biar nggak malu-maluin kalau ketemu sama Eyang Putrimu. Lagian Mama kan tadi nyuruh kamu nyuci berasnya dulu, sementara mama beli sayur di depan. Kamu ini memang nggak bakat ya masak."
Keya cemberut. Ia menumpukan kedua tangannya di muka meja dapur, menatap beras yang belum juga dimasaknya.
"Sini kamu! Mama ajarin," kata Lastri, wanita itu mulai menyalakan kompor dan menuangkan beras ke dalam panci, lalu menambahkan air kaldu ayam ke dalamnya.
"Ini aduk, sampai matang."
"Ya tapi mama temenin."
"Besok kamu harus les private masak sama mama!"
Keya tak menjawab dalam hati ia mendumel.
"Nggak usah ngedumel."
"Iya iya!"
Keya mulai mengaduk bubur beras itu sambil melirik mamanya yang menyuir ayam yang telah digoreng sebelumnya. Lastri lalu menambahkan daun salam ke dalam bubur yang dibuat Keya.
"Itu caranya bikin bubur ayam."
"Ma..."
"Kenapa?"
"Tahu sesuatu tentang Jiv—Mas Jiver maksudnya."
"Sesuatu?"
Lastri memotong daun bawang kecil-kecil. Ia melirik pada Keya sekilas.
"Masa lalunya."
"Kenapa nanya begitu?"
"Ya pengin tahu aja sih."
"Ya tanyakan sendiri."
"Ah mama nggak seru!" Keya menggerutu, Lastri tertawa, ia mengecilkan api kompor yang digunakan untuk memasak bubur.
"Mama nggak mau kamu ninggalin dia. Apa pun yang terjadi, kamu harus tetap sama dia ya, Ke. Kamu percaya kan pilihan orang tua itu pasti baik? Nggak ada orang tua yang mau menjerumuskan anaknya."
Keya menghentikan adukan buburnya, ia melihat segurat sendu di wajah Lastri, malah membuatnya semakin bingung. Apa hal besar yang tidak ia ketahui tentang Jiver?
***
Sambil bernyanyi lagu milik Justin Bieber yang berjudul Let Me Love You, Keya berjalan menuju kamar inap Jiver. Ia sudah membawa bubur untuk Jiver, hasil masakannya—Lastri lebih tepat, ia hanya mengaduk dan menyusun bubur itu ke dalam wadah.
"Selamat pag—" kalimat Keya menggantung. Pintu kamar inap Jiver sudah sepenuhnya terbuka tapi ia urung masuk.
Matanya sedikit melebar sewaktu menemukan sekumpulan teman Jiver sedang berada di kamar inap laki-laki itu dan menatapnya aneh. Ada Amir di sana yang sempat terkejut sesaat. Laki-laki itu berani menjenguk Jiver lagi pasti karena tak ada papanya Jiver di sana.
"Ehehehe ada kakak-kakak. Selamat pagi, Kak!" Kata Keya berusaha menghilangkan kegugupan yang entah sejak kapan melanda.
"Pagi eneng geulis," kata Amir berusaha menahan tawa.
"Mir...jangan mulai!" Ucap Jiver.
Yonat menaikkan sebelah alisnya sementara Eki menatap penuh binar pada Keya. Ia sudah lama mengincar Keya namun gadis itu sulit di dekati.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba, aduhai ini yang namanya jodoh gue," seru Eki.
Tiga teman perempuan Jiver yang ikut menjenguk Jiver, Yola, Nina dan Acha yang tak paham situasi hanya melihat Keya dengan bingung. Mereka sibuk bertanya, hubungan apa yang dipunyai Keya dan Jiver sampai junior mereka itu menjenguk Jiver?
"Jangan-jangan mereka pacaran?"
Yola berbisik pada Nina.
"Masa? Yah banyak yang patah hati dong termasuk Acha?" Balas Nina pelan. Takut Acha mendengar, Acha adalah adik tingkat Jiver yang sudah lama menyukai laki-laki itu namun tak mendapat respons. Meski begitu Acha bukan jenis cabe-cabean yang selalu mengganggu Jiver dan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan Jiver, itu hanya ada di seinetron. Ia menyukai laki-laki itu dengan wajar, dengan cara yang tak membuat risi.
"Ngapain bengong di situ? Kamu bawa apa? Sini," ucap Jiver, Keya tergagap.
Dalam bayangannya ia tak pernah mendapati berada di posisi ini, terjebak bersama teman-teman Jiver dengan keadaan yang sulit dijelaskan.
"Eh oh hehe."
Keya berjalan dengan setengah hati ke arah Jiver. Tatapan teman-teman Jiver seperti menghakiminya.
"Ciee dah dimasakin sama Ibu Negara, mancay berasa jadi obat nyamuk. Ye nggak?" Kata Amir sambil terkekeh geli.
"Mirr!" Jiver menggeram, langkah Keya semakin berat. Wajahnya mendadak pucat.
"Dia...siapa kamu, Kak Jiv?" Kata Acha membuat Amir langsung berhenti tertawa.
"Eh gu—gue sepupunya kok, Kak hehe...iya sepupunya."
Keya menjawab dengan ekspresi takut.
"Dia istri gue!" Kata Jiver tiba-tiba, membuat semua orang bungkam dan Keya berdiri kaku.
"Ahahah Mas Jiver tuh suka becanda, iya gitu haha..." Ucap Keya, menatap horror pada Jiver.
"Apa, aku pernah bercanda, Ke?" Katanya, ia memasang wajah serius.
Dunia Keya rasanya berhenti mendadak. Ia kehilangan semua kalimatnya, seiring dengan tatapan dan ekspresi terkejut teman-teman Jiver setelah mendengar kalimat magis dari mulut Jiver.
***
Keya tidak tahu harus bersikap bagaimana, kejadian tadi membuatnya tak nyaman, apalagi tatapan terluka dari salah seorang teman perempuan Jiver tadi. Ia perempuan, sudah pasti Keya tahu rasanya mencintai yang tidak balik mencintai, ia pernah mengalaminya dulu sewaktu SMA.
Teman-teman Jiver sudah pulang, dengan muka beragam ekspresi saat mengetahui Jiver sudah menikah. Hanya Amir yang terlihat biasa saja, seolah laki-laki itu memang sudah tahu ia menikah dengan Jiver. Huft, Keya menghela napasnya. Ia memilih menunggu di depan kamar inap Jiver daripada bertemu laki-laki itu, meski beberapa kali Jiver memanggilnya untuk masuk. Ia hanya butuh menenangkan diri dari sikap terkejut karena ulah Jiver tadi. Bagaimana bisa laki-laki itu mengambil keputusan sepihak tanpa membicarakannya terlebih dahulu?
"Kenapa, Ke, kok nggak masuk?"
Bunda mertuanya menghampiri Keya yang sedang duduk di atas bangku di depan kamar Jiver. Wanita itu baru datang, mungkin dari rumah, terlihat ia membawa sebuah tas berukuran sedang yang kemungkinan besar berisi baju ganti untuk Jiver. Lantas ia duduk di sebelah Keya, menatap penasaran anak menantunya itu.
"Nggak papa bunda, cari angin aja."
"Jiver aneh ya?" kata Ira setelah melihat raut wajah gadis itu. Keya menoleh.
"Jiver terkena gegar otak ringan, jadi kamu maklumin ya kalau dia agak sedikit aneh dan ngelantur," kata Ira sambil mengingat penjelasan dokter kemarin. Jiver terkena gegar otak ringan.
"Hah? Jadi, dia amnesia?"
Ira tersenyum kecil, ia menggeleng "Nggak sayang. Dia cuma akan sedikit suka berbicara melantur tanpa dipikir dulu selama beberapa waktu. Bisa hari atau minggu, tapi nggak lama, kamu jangan khawatir."
Keya membuang napasnya. Lega, setidaknya Jiver tidak mengalami amnesia seperti yang sering ia tonton di sinetron televisi yang biasanya dilihat oleh ibunya setiap malam. Itu akan sangat drama dan melelahkan.
"Mungkin beberapa hari ke depan dia juga akan mual atau pusing. Kamu maklum ya, Nak. Bunda seneng banget kamu mau ngerawat dia."
Air muka Ira berubah sendu, ia mengalihkan tatapan matanya dari Keya.
"Dia suami aku, Bun. Kata mama aku harus rawat dia."
"Kakaknya tinggal di luar negeri sejak lima tahun lalu, dia itu satu-satunya yang bunda punya di sini. Anak itu, bunda nggak mau lagi melihat dia sedih."
Ira tampak menerawang sesuatu. Matanya sempat berkaca-kaca sebelum ia mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali, menghalau air mata agar tak tumpah di depan Keya.
"Bun..."
"Yasudah ayo masuk, dia pasti nyari kamu."
Wanita itu masuk ke dalam kamar inap Jiver, meninggalkan Keya yang hendak bertanya sesuatu tentang Jiver. Sesaat Keya terdiam, ia berpikir dalam, mengapa semua orang seperti ingin menyembunyikan masa lalu Jiver. Sebenarnya, laki-laki itu kenapa?
Menghela napasnya, Keya memutuskan untuk menyusul Ira masuk ke dalam kamar inap Jiver. Ia memang sempat marah pada Jiver, tapi setelah mendengar penjelasan Ira tadi, Keya jadi maklum, Jiver sedang sakit, mungkin saja ia tak sepenuhnya sadar akan apa yang diucapkannya tadi.
"Mas Jiver kenapa, Bun?" tanyanya ketika melihat Ira mengarahkan baskom ke arah Jiver.
"Mual, Ke," jawab Ira.
Keya berjalan mendekat, ia ikut memijit tengkuk Jiver, membantu laki-laki itu untuk mengeluarkan isi perutnya. Tapi, sejauh ini hanya ada cairan yang keluar. Oh, Keya lupa, Jiver tadi belum sarapan. Ia meringis, menatap Jiver.
"Bun Mas Jiver belum sarapan tadi," katanya.
"Yaudah kamu suapin Jiver, Ke, kamu bawain bubur ya tadi? Bunda keluar dulu mau cari air hangat," kata Ira, Keya mengangguk.
Ira meletakkan baskom yang tadi dipegangnya sebelum keluar. Keya menyudahi acara memijat tengkuk Jiver, lalu ia mengambilkan minum untuk laki-laki itu.
"Kamu nggak papa, Jip, eh emh, Mas Jip?" tanya Keya.
"Kamu panggil aku Mas? Saat nggak ada orang tua kita? Beneran?"
Keya menelan ludahnya, ia mengangguk kaku. Tangannya lalu mengambil bubur di dalam rantang yang tadi ia bawa. Ia pikir itu lebih sopan, ia mau belajar untuk lebih menghargai Jiver, seperti kata mamanya.
"Tadi aku bantun mama masak, kalau nggak enak jangan dibuang, ditelen aja ya, pura-pura manis bisa kan, biar kayak di novel-novel gitu?" Keya mengalihkan pembicaraan.
"Kalau kamu yang buat pahitpun ya pasti aku makan."
Keya berdecak, "Nggak usah ngelantur. Jangan banyak ngomong deh, makan biar cepat sembuh."
Jiver terkekeh, lantas menerima suapan Keya yang disodorkan padanya. ia memerhatikan Keya lamat-lamat. Istrinya itu memang tidak memiliki kecantikan dewi, tapi ia cantik juga manis, dan yang paling penting Keya itu unik, walau semua individu itu unik, tapi keunikan Keya ini berbeda. Jiver akui Keya sama seperti manusia lainnya, istrinya itu tidak sempurna, tapi baginya Keya itu istimewa.
Kadang, seseorang tidak perlu yang sempurna untuk mencintai, sama seperti perasaan yang sedang ia tumbuhkan untuk Keya. Ia tak butuh Keya yang sempurna, Keya yang cantik, Keya yang pintar atau Keya yang dewasa. Ia ingin melalui semuanya bersama, termasuk masa dewasa dalam hidup Keya. Usia Keya baru delapan belas tahun jalan ke usia Sembilan belas tahun, masih tergolong masa remaja akhir, wajar, apabila sifatnya terkadang masih kekanakan. Dari sisi kognitif, pemikiran Keya masih fluktuatif dan belum matang begitu pula afeksinya, perasaan Keya akan mudah tersinggung, jadi Jiver sebisa mungkin menjaga perasaan gadis itu. Tapi, ia acungi jempol istrinya itu karena mau belajar untuk menerima status pernikahan mereka.
"Mbak cantik tadi suka sama kamu loh Mas Jip. Tahu nggak kamu?" ucap Keya tiba-tiba, ia teringat sosok Acha dengan raut wajah kecewanya tadi.
"Siapa? Mbak cantik?"
"Yang tadi lohhh baju biru."
"Oh..."
"Kok oh sih? Kamu tahu kan dia suka sama kamu?"
Jiver mengangkat bahunya tak peduli, ia lebih memilih menikmati bubur yang sedang disuapkan oleh Keya. Enak.
"Dia suka ya sudah. Yang penting aku sukanya sama kamu."
Muka Keya berubah warna jadi sedikit merah. "Apaan sih, kan dia cantik."
"Jangan mengukur rasa suka dari fisik. Kalau kamu ngukur dari sisi itu, ya berarti nggak niat mencintai seseorang."
Keya diam, ia masih sibuk menyuapi Jiver dan berusaha untuk tidak menatap laki-laki itu. Hatinya berdegup aneh, mendadak ia merasakan sebuah euforia yang entah bernama apa dalam hatinya. Rasanya, seperti ada permen nano-nano yang tengah ia hisap.
"Aku mau suka sama kamu nggak ada sebab. Aku mau suka sama kamu ya memang karena kamu, bukan karena sebab."
Habis sudah pertahanan Keya. Ia mulai berpikir untuk pergi ke dokter spesialis jantung saat ini juga, mungkin ia terkena kelainan degup jantung?
***
Kelas baru saja berakhir dua menit yang lalu. Keya terlihat menutup laptopnya yang tadi digunakan untuk presentasi mata kuliah Bahasa Indonesia, kebetulan kelompoknya yang tadi mendapat giliran untuk maju. Dosen baru saja keluar setelah memberi tugas untuk mengumpulkan peta konsep materi yang tadi dipresentasikan dan dikumpulkan minggu depan meninggalkan mahasiswanya yang sibuk berkrasak-krusuk di dalam kelas.
"Ke, ngopi yuk ntar, mau nggak lo?"
Gilman, teman satu kelasnya tiba-tiba saja berada di dekatnya. Keya yang masih sibuk membereskan LCD hanya melirik laki-laki jangkung itu sekilas.
"Sibuk gue."
"Yah Ke, ayolah sekali-kali. Kalau nggak mau ngopi, jalan-jalan deh."
"Yaelah, Gilingan padi, lo mau ngajak jalan gue karena modus ya lo? Sori ya bukannya apa-apa, cuma gebetan lo minggu lalu bisa ngelabrak gue ntar, itupun kalau lo inget minggu lalu lo jalan sama Sekar anak kelas B," kata Keya sedikit ketus. Sejujurnya ia muak terhadap laki-laki seperti Gilman yang suka bergonta-ganti gebetan.
Di kampusnya memang ada berbagai macam spesies laki-laki, yang seperti Gilman ini paling banyak. Suka mendekati dan bikin baper, giliran sudah baper ditinggal begitu saja. Keya sudah paham, atau jenis laki-laki yang suka memanfaatkan saja, itu yang paling Keya benci, kalau bisa jenis laki-laki seperti itu dibinasakan saja. Laki-laki yang hanya memikirkan seks dalam kepalanya, suka mengajak jalan dan berakhir di kamar kontrakan. Mau tidak mau, realita seperti itu di kalangan mahasiswa di kampusnya memang banyak, Keya tak menampik itu. Makanya, ia harus hati-hati dalam bergaul, lebih lagi ia sudah memiliki Jiver, laki-laki yang tersedia satu banding seribu. Spesies laki-laki yang harus dilestarikan, begitu teman-temannya menyebut Jiver.
"Siapa bilang dia gebetan gue?"
"Alah basi ah, please deh, Gil. Jangan pura-pura lupa."
"Tapi Ke..."
"Woi May, Ly cabut yok. Laper," teriak Keya, ia lalu berjalan menghindar dari Gilman dan menghampiri Maya serta Lily yang sibuk berdebat.
"Yah patah hati dong..." desah Lily, Keya menatapnya bingung, pasalnya ia hanya mendengar sekilas tadi.
"Kenapa?" tanya Keya penasaran.
"Nih lihat, di akun titip pesan kampus kita, katanya Kak Jiver udah punya bini, kan sedih kalau beneran."
Lily menyodorkan ponselnya pada Keya, membuat Keya gugup, perasaannya mendadak tidak enak.
Dari: Sebut Saja Peri Khayangan
Untuk: Mamas Jiper, Presiden BEM-ku yang paling Guanteng dan sholeh Seantero Jagad.
Pesan: Subhanallah, lo bakal bikin banyak orang patah hati, Kak. Teganya dirimu menikah diam-diam dengan adik tingkat. Uh, ter-la-lu!
Share: 190
Like: 450
Comment: 430
"Tuhh kan, mana adik tingkat lagi. Siapa dah lucky girl itu? huwahhh enggak relaaa...Kak Jivernya lagi sakit kok ada kabar kayak gini? Lo sepupunya masa enggak tahu dia kawin sama siapa, Ke?" jerit Maya sambil menghentak-entakkan kakinya.
"Oh haha haha, udah punya bini ya, nikah bukan kawin heh...nggak tahu gue haha," kata Keya berusaha tertawa, tapi yang terdengar adalah tawa aneh dari mulutnya.
"Bohong lo!"
"Iya bohong!" timpal Lily, menatap Keya dengan pandangan menuntut.
"Mampus gue habis ini, siyal ah, mami peri tega nyebari gosip. Astaga mama..."
TBC
notes:
kognitif: berhubungan dengan otak, pikiran
afeksi/afektif: berhubungan dengan perasaan
Follow My new IG account: aristav.wattpad
300 coments maybe? hehe *ditabok
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro