Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ketua Departemen Infokom

Ada setitik kenangan yang pada akhirnya melahirkan rindu luar biasa

***
"Jadi, departemen lo kebagian sepuluh anggota, Zel. Ntar lo oprek sepuluh anggota, jangan lebih, jangan kurang. Inget cari anggota yang bisa ngomong, karena departemen lo bakal banyak kegiatan yang mengharuskan buat kenal banyak orang," kata Aldo--ketua BEM F di Fakultas Bahasa dan Seni.

"Oke, Do."

Aldo membuang napasnya. "Gue masih nggak habis pikir, lo itu anak dari mantan Pres BEM, kemampuan lo juga mumpuni, kenapa lo nggak nyalon jadi Pres BEM aja sih? Malah ngambil jabatan rendah kayak gini, Zel?"

"Gue belum cukup pengalaman, Do. Lo jangan ngedesak gue kayak yang dilakuin anak-anak lain."

Aldo mendengus, "sekarang lo bisa menghindar, tapi gue yakin, pemira tahun depan, bakal ada asosiasi kampus yang ngedesak lo buat ikutan pemira."

Zello mengangkat kedua bahunya. Ia tak peduli. Baginya, jabatannya sebagai ketua departemen informasi dan komunikasi BEM F saat ini sudah lebih dari cukup menyita waktunya, jika suatu saat mereka memintanya untuk maju dalam pemilu raya, ia harus banyak berpikir ulang untuk hal itu.

Sampai satu pesan di ponselnya membuat fokusnya kembali. Zello meminta izin pada Aldo untuk segera meninggalkan ruang rapat di ormawa sambil membuka ponsel berlogo apel tergigit itu.

Andira Rose A: pekerjaan pertamamu, ada beberapa naskah yang harus kamu cek, sudah aku kirim ke emailmu, brother. Silakan kamu cek. 😊 good luck, My Bear.

Arzello Wisnu P: thanks, My Andira ❤️

Laki-laki itu tersenyum sembari membuka emailnya yang terkoneksi ke ponsel itu. Andira adalah sepupunya yang berprofesi sebagai kepala editor di perusahaan penerbitan milik papanya. Andira--perempuan keturunan Skotlandia itu sudah tinggal di Indonesia sejak kematian ayahnya lima belas tahun yang lalu, saat itu Zello baru berusia empat tahun dan Andira berusia delapan tahun.

Sejak itu pula Jiver--papanya membawa Andira tinggal di Indonesia atas permintaan Cecelia--ibunya, serta almarhum papanya--Arion, dan membiarkan Cecelia hidup seorang diri di Skotlandia, sampai tiga tahun kemudian Cecelia memutuskan untuk menikah dengan sahabat masa kecilnya. Dan, baru dua tahun lalu Andira tinggal seorang diri apartemen dekat kantor untuk memudahkan pekerjaannya.

"Ntar malem ngopi, bahas tes wawancara besok, gue tunggu di warung biasa," kata Ahmed--laki-laki keturunan Pakistan yang Zello juluki Onta cerewet.

"Hmmm."
"Lo sakit gigi menahun ya? Atau mulut lo kesumpelan kaca? Ngomong aja ham hem ham hem, giliran ketemu cewek aja lo manis, cuih lo."

Ahmed mencibir, membuat Zello tergelak. See, temannya itu memang cerewet, apalagi dengan wajah memerahnya ketika marah-marah, dia benar-benar seorang Timur Tengah.

"Gue pergi."

Zello berlalu begitu saja meninggalkan Ahmed yang sibuk menyumpah serapahi dirinya. Laki-laki itu memilih untuk segera pulang dan mengecek beberapa naskah yang dikirim oleh Andira.

***

Mungkin Zello tidak jadi pulang, ia mampir ke sebuah kedai kopi yang lokasinya dekat dengan kampus. Laki-laki itu mulai membuka laptop dan menemukan beberapa email dari Andira. Ia mengerutkan keningnya, tampak meneliti satu per satu naskah yang baru masuk. Hingga matanya fokus pada sebuah naskah dengan judul Ex Circle.

Zello membaca sinopsis naskah itu dengan saksama, membaca bab awal dari naskah tersebut. Dahinya mengerut berkali-kali ketika dia mencermati sinopsis naskah yang sedang ia baca.

Kenapa mirip kisahnya dan Aluna? Oh jangan lupa dengan karakter tokoh keduanya yang mirip dengan...Davika?

'Melepasmu bukan berarti berhenti mencintaimu, jika pada kenyataannya, kamulah satu-satunya yang masih tetap kusebut dalam setiap pengharapanku.'

Quotes pembuka itu membuat Zello tertegun. Laki-laki itu buru-buru men-scroll halaman terakhir yang berisi biodata penulis.

Aluna Anindya D.

Matanya melebar sewaktu mendapati nama perempuan yang pernah memintanya untuk pergi tertera di dalam naskah itu. Aluna Anindya Dewi, hanya ada satu Aluna yang pernah dikenalnya, dam Zello tahu itu adalah Aluna yang sama.

Drrttt drtttt

Shilla Maretha: lo bisa nganter bukunya Pramoedya Ananta Toer yang kemarin lo pinjem ke kost gue sekarang? Gue butuh buat ngerjain tugas nih.

Arzello Wisnu: ya.

Zello memutuskan untuk menutup laptopnya dan memasukkan laptop itu ke dalam tasnya. Mencoba mengenyahkan tentang Aluna yang sempat mampir di kepalanya. Aluna yang memintanya pergi, maka ia pergi, dan mungkin tak akan kembali.

Meninggalkan kedai itu, Zello mengendarai motornya menuju kost Shilla untuk mengembalikan buku Gadis Pantai yang sempat ia pinjam dari gadis itu.

***

Aluna duduk dengan cemas saat menunggu giliran wawancara. Ia menelan ludahnya berkali-kali ketika melihat deretan mahasiswa yang akan tes wawancara di departemen Infokom. Sangat banyak, mungkin ada sekitar tiga puluh orang. Jumlah terbanyak dari departemen lain di BEM F.

"Gue denger KaDep Infokom tahun ini ganteng banget, anak mantan Pres BEM dulu. Sayang pas Ospek kemarin dia sakit jadi nggak bisa ikutan," kata salah seorang mahasiwi yang juga mengikuti tes ini, perempuan itu bernama Linda.

Aluna tak peduli, seganteng apa pun dia, ya percuma, kalau kenyataannya Aluna belum biasa move on dari mantan yang sialnya jadi ganteng sekarang.

Maafkan aku yang dulu.

Itu mungkin pas untuk Zello. Aluna menggeleng, mengeyahkan pikirannya tentang Zello.

"Aluna Anindya Dewi. Lo dipanggil," ucap seorang peserta tes wawancara yang baru saja keluar dari ruang departemen Infokom.

Gadis itu menelan ludahnya susah payah. Ia mengembuskan napas dan menariknya berulang kali. Dengan keyakinan penuh, Aluna memasuki ruangan itu.

"Siang, Kak," katanya sopan.

Laki-laki yang sedang menekuri data dirinya di kertas itu tampak serius.

"Masuk," ucapnya, membuat tubuh Aluna kaku. Oh, Aluna kenal suara itu.

"Masuk, Lun," ulang Zello dengan wajah seriusnya.

Aluna menelan ludahnya susah payah. Tubunya gemetaran, Zello di depannya. For god sake, kenapa harus Zello? Kenapa Zello ada di sini, bukankah dia anak FE?

"Langsung saja ya, Lun?" Tanya Zello, wajah datarnya itu membuat Aluna takut sekaligus ingin mencakar Zello.

Zello berubah.

"Jadi, kenapa kamu mau masuk BEM?"

Aluna gugup. Tangannya panas dingin, Aluna ingin kabur.

"Ka-karena, karena..."
"Waktumu nggak banyak, Lun."

Ok Aluna, tenang.

"Karena saya ingin mendewasakan diri dalam sebuah organisasi, saya ingin menjadi pribadi aktif yang bisa bermanfaat bagi seluruh civitas akademi di kampus ini."

"Jadi kamu ingin dewasa di sini? Menurutmu apakah BEM F ini ajang main-main untuk uji kedewasaan?"

"Bukan ajang main-main, sudah kodratnya manusia itu selalu belajar seumur hidupnya, dan saya akan terus belajar untuk menjadi dewasa dalam peran saya sebagai mahasiswa," kata Aluna geram. Ia kesal pada Zello.

Zello tersenyum miring, ia mendekatkan wajahnya pada Aluna. Menatap Aluna dalam hingga gadis itu diam tak berkutik.

Ditatap cogan itu bikin grogi, batin Aluna menjerit.

"Berarti kamu mengakui kalau kamu belum dewasa saat meninggalkan pacarmu dengan tiba-tiba. Benar, begitu, Aluna Anindya Dewi?"

Ok Aluna tewas. Haruskah ia terawa ha-ha-ha atau menangis hu-hu-hu. Zello benar-benar membuat wajahnya merah padam.

"Ehm Zel, jadi kan ntar ke Gramed?" Teriak seorang gadis berambut pendek dari muka pintu ruangan, ia tiba-tiba muncul di sana. Zello menegakkan tubuhnya, menatap Shilla dengan senyum tipisnya.

"Ya, nanti gue jemput."
"Ehm oke, gue duluan ya."

Zello mengangguk, pemandangan itu tak luput dari Aluna. Membuat dadanya sesak, dan ia tidak tahu mengapa.

***
Bem f: badan eksekutif mahasiswa tingkat fakultas
Asosiasi: gue bingung jelasinnya, intinya kayak sebuah wadah yang berisi kumpulan mahasiswa sebagai pengusung paslon bem, atau hmj dan dpm atau mpm. Istilahnya kayak partai gitulah.

Sori ya nggak bisa update tiap hari gue wkwk.

Regards,
Ig: aristavee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro