Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dia Bukan Lagi Cungkring

Karena aku tahu, persepsi dan ego yang sudah kubangun telah menghancurkan kita.

***

Aluna menarik dan membuang napasnya, ia memalingkan wajahnya saat melihat keberadaan Zello. Oke, Aluna memang tahu Zello kuliah di tempat yang sama dengannya, namun dia tidak pernah tahu kalau Zello ada di fakultas ekonomi. Tanpa sadar ia mengela napasnya lega, syukurlah mereka tidak satu fakultas. Coba iya, sudah pasti peluang untuk kembali bertemu dengan Zello akan lebih besar.

Aluna sendiri tidak menyangka ia bisa lolos seleksi mandiri di universitas ini, karena Aluna yang berotak pas-pasan sudah hampir putus asa, sebab, ia belum menemukan kampus setelah gagal lagi, di ujian tes tulis yang diadakan pemerintah pada tahun kedua kelulusannya.

"Om bisa bantu kamu masuk kampus di mana om ngajar, kamu mau?" Tanya Andre--pamannya dari pihak ayah waktu itu.

Aluna berpikir sejenak, di kampus itu ada Zello, tapi kalau dia menolak nanti akan susah lagi mencari kampus untuk kuliah. Terlebih, Aluna ingin masuk kampus favorit di kotanya.

"Emh beneran, Om?"
"Tentu, Om punya jatah. Tapi, kamu harus masuk lewat seleksi mandiri, nanti om bantu kisi-kisi soalnya. Bagaimana?" Tawar Om Andre lagi.

Aluna membuang napasnya. Sudahlah, belum tentu dia satu fakultas dengan Zello, lagian kampus kan luas. Mustahil ia mengenal seluruh anak di kampusnya. Tentang tawaran Om Andre, sepertinya tidak masalah, toh dia tetap ikut tes.

"Oke deh, Om!" Kata Aluna akhirnya.

"Woiiii lo ngelamunnn, noh dicariin," teriak Alya, membuat Aluna gelagapan.

Matanya mengerjap-erjap. Ia mengucek matanya berkali-kali, di hadapannya ada seseorang yang tidak pernah ingin Aluna temui. Bukan karena benci, tapi karena Aluna malu saat harus bertemu mantan pacarnya yang bernama Zello itu. Dia bukan lagi cowok cungkring dengan tinggi seperti tiang listrik, Zello di depannya sudah jadi cowok charming yang meski tidak memiliki badan kekar, tapi enak untuk dilihat. Badannya lebih berisi dan lebih tegap daripada terakhir kali mereka bertemu, satu tahun lewat empat bulan yang lalu. Bahkan, Aluna masih hafal kapan terakhir kali mereka bertemu.

"Apa kabar, Lun?" Tanya Zello, laki-laki itu menatapnya dengan sebuah senyum yang selalu Aluna rindukan.

"Eh, oh hah baik," kata Aluna kikuk. Zello tertawa kecil, sementara Alya melongo di sampingnya. Alya ingat siapa Zello, ia pernah melihat Zello di fakultas mereka.

"Mama nanyain kamu, katanya mau minta diajarin bikin kue. Kapan-kapan mampir, Lun."

Aluna tersedak ludahnya sendiri, membuat Alya menepuk punggungnya berkali-kali sampai ia menatap Alya tajam karena tepukan gadis itu cukup kencang.

"Zelll balik ke fakultas woi, udah waktunya rapat. Bos besar WA gue tadi," teriak salah seorang teman Zello dari kejauhan. Zello mengangguk.

"Kamu kuliah di sini kan, Lun? Ambil jurusan apa?" Tanya Zello lagi, Aluna sempat kehilangan kata-katanya.

"Seni rupa."

Bukan Aluna yang menjawab tapi Alya. Zello tersenyum tipis.

"Aku duluan, Lun, Dek," kata Zello, ia mengamati Alya sekilas, karena tidak tahu nama Alya, jadi dia memanggilnya 'Dek'. Dia yakin Alya adalah maba.

Zello lalu beranjak dari hadapan Aluna, meninggalkan mantan pacarnya yang sedang terkejut itu.

Demi Tuhan, itu tadi beneran Zello kan, bukan jelmaan cowok cungkring itu?

***

"Davvvv hwaaaa gue ketemu lagi sama dia," jerit Aluna, ia rebahan di kamar Davika. Sementara perempuan itu malah terbahak melihat Aluna yang absurd.

"Jantung gue kok deg degan ya, Dav? Gimana dong?"
"Ya, lo masih cinta sama dia."

Aluna meringis, ia malah guling-guling tidak jelas di kasurnya.

"Dia kok jadi ganteng ya sekarang? Rusak deh, Dav move on gue."
"Makanya kalau masih sayang ngapain putus? Suruh siapa lo mutusin dia, heh?"

Aluna cemberut. "Ya, kan gue pikir dia masih suka sama lo, makanya gue putusin. Gue kan nggak mau nyiksa perasaan orang, lagian dia juga jarang nghubungi gue dulu, jarang ngajak jalan, nggak kayak pas sama lo."

Davika menghela napasnya, ia melempar kulit kacang pada Aluna.

"Sok jadi pahlawan sih. Lagian lo tahu nggak? Yang ngakhirin hubungan gue sama Zello itu si Zello sendiri?"

Aluna terkesiap, ia bangkit dari tidurnya. "Masa?"
"Heeh, ngapain gue bohong?"

Gadis itu menutup wajahnya dengan dua telapak tangan. "Bodo ah, intinya kan udah putus. Bubar grak."

"Udahlah mending lo tidur, gue mau telepon cowok gue dulu."

Aluna mendengus, "Iya iya, yang punya cowok. Gue mah apaan atuh, jomblo karatan."

"Haha..."

***

"Maaaa...Kak Zello pulang!" Teriak seorang anak peremuan berusia sepuluh tahun, namanya Aika, satu-satunya adik perempuan Arzello Wisnu Prakarsa.

"Adek nggak boleh teriak, anak gadis nggak baik teriak-teriak gitu," omel Keya, ia datang menghampiri dua anaknya di ruang tamu.
"Tapi kata nenek, mama dulu suka teriak-teriak," kata Aika dengan cengiran lebarnya. Zello hanya terkekeh.

"Husssttt...udah kamu sana ke kamar, belajar sama Kak Arsyad."
"Iya deh iya."

Gadis kecil itu berbalik masuk ke dalam rumahnya, sementara Keya menatap anak laki-lakinya yang sudah berusia 19 tahun itu.

"Ma, aku tadi ketemu Aluna di kampus," kata Zello. Ia adalah tipe anak yang selalu menceritakan semua hal pada mamanya, berbeda dengan papanya yang tertutup, Zello cenderung mewarisi sikap mamanya yang terbuka. Meski, kadang-kadang sang mama menyebut Zello itu kurang peka.

"Oh, ya? dia sekampus dong sama kamu?"
"Ya..."
Mamanya tersenyum lebar, "jodoh kali, Kak. Tapi kok bisa ketemu sih?"
"Nggaklah, Ma. Tadi disuruh mewakili BEM Fakultasku buat kesana."
"Kamu suruh main ke sini nggak?"
"Heem."

Wajah Keya berbinar. Mamanya itu memang menyukai gadis bernama Aluna, Aluna yang ceria dan tidak banyak tingkah seperti kebanyakan gadis remaja seusianya. Dan, yang paling penting, Aluna itu pintar bikin kue.

"Kamu nggak mau ajak balikan dia, Kak?"

Alis Zello terangkat, ia menatap mamanya aneh.

"Kan dia yang minta putus, Ma. Ngapain Zello harus minta balikan?"

Mamanya berdecak, Zello memang begini, terlalu datar dan menyebalkan untuk urusan perempuan. Anak laki-lakinya ini tak pernah ambil pusing soal urusan pacar, kalau Zello pernah pacaran, itu hanya dengan Aluna dan Davika. Setelah putus dengan Aluna, anaknya itu masih betah menjomblo sampai saat ini.

"Emang kamu nggak bosen jomblo, Kak?"

Zello menggeleng. Ia menyandarkan punggungnya di bahu sofa. Entahlah apa yang sedang dipikirkannya.

"Ya, nanti akan ada saatnya aku punya pacar, Ma."
"Kapan? Kamu mau jadi kayak papamu yang gagal move on dari masa lalunya?"

Zello menggeleng. "Sudahlah, Ma. Zello mau istirahat dulu."

Zello beranjak dari sofa menuju kamarnya di lantai dua. Selalu seperti itu, anak laki-lakinya akan menghindar kalau Keya sudah mendesak tentang pacar.

***

Aluna mengerutkan dahinya saat mengisi formulir pendaftaran pengurus BEM F periode tahun ini. Ia mengecek sekali lagi formulir yang baru saja diisinya, sambil meneliti apakah ada yang kurang atau tidak.

Namun, saat matanya tertuju pada tulisan 'bakat' Aluna hanya menghela napasnya. Ia hanya bisa melukis dan membuat kue, tidak mungkin kan dia menunjukkan bakat itu saat tes nanti.

"Haduh pusing, apaan ya? Akting? Astagaaa..." Katanya mulai panik.
"Udah selesai belum? Kalau udah ke ormawa yok, kita kudu buruan nyerahin ini formulir," kata Alya sambil memerhatikan formulir Aluna.
"Lo milih departemen apa, Ya?"
"Gue milih departemen bakat dan minat dong. Hehe..."
"Yaudah deh, gue infokom aja."

Dengan keyakinan penuh, Aluna mencentang departemen infokom sebagai pilihannya untuk mendaftar menjadi pengurus BEM F. Dalam hati ia berdoa, semoga pilihannya tepat dan tidak salah.

"Al, keknya gue pernah lihat cowok yang nyamperin lo kemarin deh," kata Alya saat mereka berjalan menuju ormawa.
"Hah, masa?"
"Hooh di fakultas ini lagi."
"Halah salah lihat paling, dia kan anak FE," elak Aluna. Dalam hati ia sudah berdoa, semoga ia tak lagi bertemu Zello. Atau, upayanya untuk move on akan rusak.

tbc
Thanks for your respons guys! It's not real story hehe... :'v

Ig: aristavee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro