Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Another Side of Aluna

Pernah ada kita, meski saat ini, yang tersisa tinggal kenangan dan cerita.

***

"Tumben ngajak gue makan di resto, abis dapet durian runtuh lo?"

Davika menggeleng, ia nyengir ke arah Aluna, lalu pandangannya beralih ke buku menu yang baru saja di antar oleh pelayan.

"Yee nggak gitu juga, kemarin kakak sepupu gue nerima gaji pertama, terus gue dikasih duit deh, anggep aja gue bagi rezeki ke lo, haha."

Aluna mendengus, "Bodo amatlah, yang penting makan enak dan gratis. Gue mau ayam Saus Inggris satu, terus steak daging medium sama minumnya milkshake pisang."

"Lo mau bikin gue bangkrut?"

Aluna mengangkat kedua bahunya, "Katanya mau nraktir? Ya sekalian dong."
"Kayaknya gue salah deh ngajak lo makan di sana."
"Sekali-kali, udahlah."

Davika berdecak, ia membiarkan pelayan mencatat pesananya dan Aluna, sementara dirinya hanya memesan satu porsi nasi goreng Pattaya dan acar lobak.

Restoran ini memiliki konsep klasik, cukup pas jika didatangi bersama keluarga. Namun, Aluna mendesah, bayangan makan bersama papi dan maminya hanya tinggal bayangan. Kenyataannya, sejak palu hakim diketuk sepuluh tahun lalu, angan seperti itu tak akan pernah terwujud. Kedua orang tuanya dulu saling mencintai, namun karena perbedaan prinsip dan buruknya komunikasi di antara keduanya, perpisahan menjadi akhir yang menyedihkan bagi papi dan maminya. Aluna masih ingat, maminya yang memiliki toko kue sibuk mengurus bisnisnya itu, sementara papinya sibuk dengan urusan bisnisnya sendiri. Kedua orang tuanya tidak memiliki komunikasi yang baik, tidak pernah menghabiskan waktu bersama, hingga satu kenyataan terkuak. Maminya pernah mengatakan jika pernikahan mereka lebih baik berakhir, karena sang papi menemukan cinta lain yang lebih berharga daripada apa yang diberikan oleh maminya. Ya, seseorang yang saat ini menjadi istri papinya, mama Diah.

Mungkin, hal tersebut yang membuat Aluna selalu ragu ketika menjalin sebuah hubungan. Tak hanya papi dan maminya, orang-orang di sekitarnya pun memiliki pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Om Thomas da Tante Lidya, Nenek Karimah dan Kakek Handoko, lalu ada nenek buyutnya yang dulu juga bercerai, atau teman-teman Aluna yang menikah muda dan bercerai setelah dua tahun. Semua itu membuat Aluna tidak yakin terhadap sebuah komitmen, di kepalanya selalu terdoktrin, ujung dari komitmen adalah perpisahan. Dan, bolehkah Aluna membenci itu? Karena, ia sudah pernah membuktikannya dengan Zello.

"Luuunnn, astagaaa gue dari tadi ngomong lo, nggak didengerin sih? Tuh pesenan udah dateng," kata Davika dengan nada yang sedikit meninggi, Aluna meringis.
"Maaf, lagi kepikiran sesuatu."
"Apaan? Zello?"

Mata Aluna melotot, ia menggeleng sambil menatap Davika yang malah cengengesan.

"Papi sama mami. Kangen," kata Aluna singkat. Davika tersenyum miris, ia menatap iba sahabatnya itu.

"Sabar Lun. Gue pun kadang gitu, orang tua gue memang masih sama-sama, tapi mereka sering ribut. Kadang, gue juga kangen sama mereka yang dulu."

Aluna terkekeh, memasang wajah cerianya. Ia mulai meminum milkshake pisang yang tadi ia pesan. Menampilkan wajah baik-baik saja di depan Davika. Tapi, pandangan di depannya menghentikan acara minumnya. Papinya sedang makan bersama keluarganya yang lain, ada mama Diah, Jani dan Rama--adik tirinya. Mereka tampak bahagia, sesekali papinya menyuapi si kecil Rama yang baru berusia sepuluh tahun. Sejak dulu papi memang menginginkan anak laki-laki, dan doanya terjawab melalui Rama. Ada sesak yang menghantam dada Aluna saat menyaksikan semua itu. Bolehkah Aluna iri dengan mereka?

"Lun, are u okey?"
"No, i'm not."

Davika membuang napasnya, ia menoleh ke belakang dan kini, ia tahu apa penyebab Aluna tiba-tiba murung seperti ini.

"Lo, nggak mau nemuin bokap lo?"
"Nggak perlu. Aku seneng lihat papi bahagia sama keluarga barunya, aku nggak mau ganggu," kata Aluna sambil tersenyum masam.
"I'm here, jangan ngerasa hidup sendiri di dunia ini."
"Haha...udahlah, apaan sih jadi mellow kayak gini. Nih ayam Saus Inggrisnya enak banget sumpah."
"Nggak usah pura-pura bahagia. Karena buat itu butuh tenaga, jangan buang tenaga lo kalau cuma buat pura-pura. Itu nyiksa," kata Davika, membuat Aluna diam seribu bahasa.

***

"Nim, emang ini rapat apaan?" Bisik Aluna di tengah agenda rapat besar yang diadakan oleh BEM F.
"Kita mau ada pengabdian masyarakat di luar kota."
"Hah? Kapan?"
"Dua minggu lagi," jawab Nimas sambil tersenyum lebar.

Aluna membuang napasnya, matanya fokus pada Aldo yang sedang membuka rapat. Dan, tak sengaja ia melihat sosok Zello yang sedang duduk di sebelah Shilla. Ada rasa tidak nyaman saat melihatnya, tapi Aluna buru-buru mengeyahkan perasaan itu. Ia tidak boleh jatuh pada lubang yang sama, lubang yang membuatnya kembali mencintai Zello.

"Lun...ya allah Aluna, cantik-cantik suka ngelamun, nanti kesambet setan jomblo loh," sentak Nimas membuat Aluna tergagap, ia melihat Nimas yang menatapnya sambil menahan tawa.
"Apaan sih? Lo ngangetin aja tahu nggak?"
"Itu lohhh, lo masuk sie konsumsi, jadi koor, dan sekarang disuruh ngumpul per sie."
"Hah? Konsumsi?"
"Iya, kata Mas Zello lo jago masak, ya udah dimasukin sie konsumsi sama ketupelnya. Buruan sana," ucap Nimas sambil mengisyaratkan Aluna untuk pergi.

Gadis itu melangkah untuk bergabung bersama Sie Konsumsi yang lain, di mana ia menjadi koordinasi sie tersebut. Well, proker pertama dan ia harus menjadi koordinator, tentu bukan tugas yang mudah. Menjadi koordinator harus bisa memimpin sie dan bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan kepada sie yang bersangkutan. Serta, di evaluasi nanti ia akan dituntut untuk mampu melaporkan tingkat keberhasilan sienya ketika bertugas.

"Ada lagi yang dibutuhkan, Lun?" Tanya salah seorang pengurus BEM F yang entah siapa--karena Aluna lemah dalam mengingat nama. Maklum, pengurus BEM F memiliki sekitar 55 anggota, dan Aluna merasa agak kesulitan jika harus mengingatnya secara langsung.

"Oh sementara hanya itu saja, katanya di sana sulit cari bahan makanan ya? Berarti nanti kita bawa banyak sayur dari sini, kalau sisa kita kasihkan ke penduduk," ucap Aluna, ia mengingat penjelasan singkat dari Aldo tadi.

"Lun, gimana? Ada kendala?"

Aluna terkesiap saat Aldo tiba-tiba berdiri di sampingnya. Laki-laki itu membawa sebuah notes kecil di tangannya.

"Oh nggak kok, sementara ini udah cukup. Tapi, nanti buat peralatan masaknya gimana Mas?"
"Di sana sudah ada, nggak perlu khawatir. Lo catat aja yang dibutuhkan, biar nanti anak-anak perkap yang bantu nyari," kata Aldo--merujuk pada sie perlengkapan.
"Ok."
"Ya udah, gue tinggal dulu. Semangat!"

Aluna mengacungkan kedua jempolnya. Aldo adalah sosok pemimpin yang cukup easy going, bukan tipe pemimpin diktaktor. Di bawah kepemimpinanya, Aluna yakin, ia akan betah menjadi pengurus BEM F.

***

"Lun, bisa bicara sebentar?"

Seseorang menghalangi jalan Aluna, usai rapat yang berakhir pukul lima sore tadi. Ia berencana untuk langsung pulang, karena takut terlalu malam. Papinya sudah berpesan agar ia tidak naik motor saat malam hari.

"Eh? Zell? Bicara apa?"

Aluna sedikit terkejut dengan kehadiran Zello yang tiba-tiba.

"Kamu buru-buru?"

Aluna menggeleng, "Nggak sih, cuma takut pulang kemalaman. Nggak boleh naik motor sendiri sama papi kalau malam."
"Nanti aku antar, bisakan?"

Aluna tampak menimbang, namun setelah berpikir beberapa saat, akhirnya ia mengangguk mengiyakan.

Zello mengajak Aluna duduk di gazebo yang berada di samping gedung Ormawa. Kampus sudah berangsur-angsur sepi, meski masih ada beberapa mahasiswa yang berada di sana.

Pandangan Zello tertuju pada Aluna, laki-laki itu menyodorkan sekotak susu putih dari dalam tasnya.

"Aku tahu kamu belum makan, itu mungkin bisa mengurangi rasa laparmu."
"Hah?"
"Tadi mama memberiku itu, tapi kamu tahu aku nggak suka susu putih. Buat kamu saja."
"Ehm, eh makasih."

Zello mengangguk. Laki-laki itu mengetuk-etukkan jemarinya di atas meja gazebo, menatap Aluna lekat.

"Lun, maaf."

Aluna mendongak, menatap Zello dengan pandangan heran.

"Maaf, buat?"
"Karena kemarin bersikap kurang menyenangkan."

Aluna tersenyum kecil, berada di dekat Zello itu membuat jantung Aluna bekerja tidak normal. Ia juga tak ingin menanyakan apa alasan Zello kemarin bersikap seperti itu. Entahlah, ia merasa aneh.

"Nggak papa kok, Zell. Santai aja. Jadi, mau ngomong apa?"

Zello menatapnya lelas, membuat Aluna ingin mengibarkan bendera putih. Tolong, ia tidak kuat.

"Lun. Aku tahu kita sudah nggak sama-sama lagi, dan itu membuat kita canggung kan?"

Mata Aluna terperangah. Tapi, ia pun akhirnya mengangguk, memang itu yang ia rasakan.

"Kita sekarang satu organisasi, kita tentu harus profesional kan, Lun?"
"Ya, memang begitu."
"Aku mau kita seperti dulu. We start as friend, lalu kenapa kita nggak kembali menjadi teman?" Ucap Zello, setelah ia memikirkan perkataan Davika kemarin. Zello tidak ingin terjebak dalam zona Ex Circle lagi dengan bersikap dingin pada Aluna.

Aluna tersentak, terdiam cukup lama, "Teman?" Ia membeo.

"Ya? Bisakan?"

Aluna tersenyum tipis. Teman? Tidak ada yang salah dengan kata itu, kecuali sudut hati Aluna yang merasa tercubit atas permintaan Zello.

"Oke, nggak masalah," ujar Aluna, ia mengulurkan tangan kanannya pada Zello.

"Ayo aku aku antar pulang," pungkas Zello, Aluna mengangguk. Ia mengambil tasnya dan segera menuju motor matic-nya diikuti oleh Zello.

Zello mengikutinya dari belakang, seperti saat SMA, laki-laki itu sering mengantarkannya pulang dengan cara seperti ini. Di mana mereka akan menaiki motor masing-masing dengan Zello yang mengekorinya dari belakang. Kenangan itu, membuat Aluna tersenyum masam. Nyatanya, saat ini ia ada di keadaan yang sama namun tak serupa. Selamanya, kenangan akan tetap menjadi kenangan, tidak akan berubah menjadi cerita, kecuali...membuat kisah yang sama namun baru.

"Aku pulang, ya Lun."
Aluna mengangguk, "Makasih, Zell," teriak Aluna yang entah didengar oleh Zello atau tidak.

Zello meninggalkan rumah Aluna, menuju kontrakan Io dan Ahmed, mereka bilang, Aldo ingin membicarakan sesuatu dengannya.

***

Yah mumpung ada kuota dan akunya lagi stress ngerjain surat buat birokrasi, jadinya rajin update XD. Gimme koment, yaps.

Ig cast; arzello.prakarsa dan aluna_dewi

Regards,
Aristavee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro