Aku, Kamu, Mantan Kita
Dan, aku tahu. Usahaku melupakanmu telah sia-sia, ketika kamu muncul lagi dengan sejuta kenangan yang belum kupadamkan.
***
Aluna tidak bisa berkata-kata begitu ia keluar dari ruang eksekusinya tadi. Badannya panas dingin, wajahnya memerah karena menahan malu. Zello memang paling bisa nenjungkir balikkan hidupnya. Mengusik ketenangan yang sudah dibangunnya dengan susah payah.
Masih terekam dalam ingatannya sewaktu Zello mengajukan pertanyaan laknat tadi padanya. Haish... Aluna mengacak rambut panjangnya frustrasi.
"Alunan musikkkk... Lo udah selesai kan wawancaranya?"
Itu teriakan Alya, ia baru muncul dari salah satu bilik tempat wawancara. Wajahnya ceria, tanda wawancaranya sukses. Beda dengannya yang berwajah keruh. Sekarang, ia berharap untuk tidak lolos seleksi BEM F kalau ketua departemennya adalah Zello.
"Guila...yang wawancara gue tadi enak banget. Nyantai lagi orangnya. Lo gimana? Gue denger kadep infokom ganteng. Beneran?" seru Alya dengan muka berbinar-binar.
"Gue berharap buat gagal dites ini. Nggak mau pokoknya... Huaaaa."
Dahi Alya mengerut, ia tak paham dengan apa yang diucapkan Aluna. Padahal, tadi Aluna sangat bersemangat, lalu kenapa sekarang jadi begini?
"Lo kenapa sih? Aneh tahu nggak!"
Aluna menghentak-hentakkan kedua kakinya sebelum pergi. Biarlah Alya heran dengan sikapnya. Aluna tidak peduli. Hatinya sedang tak keruan hari ini. Dan, semua gara-gara seorang Zello.
***
"Hahaha...jadi, dia kadep di depertemen yang lo daftarin?" ucap Davika sambil tertawa, Aluna mendengus lalu mengangguk.
Davika menyedot pepsinya yang masih separuh, sambil menatap jahil pada Aluna.
"Roman-romannya ada yang mau CLBK nih."
"Ngaco! Kagak bakal. Lagian, dia juga udah punya cewek," kata Aluna sambil mengingat seorang gadis yang menyambangi Zello sewaktu ia tes wawancara tadi.
"Masa?"
"Iyalah."
Mata Davika menyipit, menelisik pada Aluna yang cemberut. Aluna sendiri memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain. KFC tempat mereka nongkrong sore ini cukup ramai, maklum ini malam minggu, banyak yang hang out dengan pacarnya di sini. Sementara dirinya?
Oh... Lupakan!
"Davika?"
Seseorang dari balik punggung Aluna menyapa Davika. Suara itu, familiar di telinga Aluna. Gadis itu terkesiap dengan pandangan cemas, bergumam pada Davika 'siapa'.
"Zell, hai," kata Davika sambil tersenyum. Aluna menoleh, dan benar, matanya berserobok dengan mata Zello yang tampak terkejut melihatnya. Oh, Zello tidak datang sendiri. Ia bersama seorang gadis yang sama, yang siang tadi menghampiri Zello.
"Sama Aluna? Sejak kapan?"
Davika yang mengerti arah pembicaraan Zello hanya terkekeh. Laki-laki itu tentu tidak tahu kalau kedua mantan pacarnya sekarang bersahabat.
"Sini duduk," kata Davika. Zello mengangguk dan mengisyaratkan Shilla untuk duduk di sebelahnya.
"Oh ya, ini cewek lo?"
"Bukan, Dav. Temen gue."
Davika ber-oh ria. Membuat Aluna heran, dengan Davika, Zello berbicara lo-gue, kenapa dengannya aku-kamu?
"Hai, gue Davika. Lo?" tanya Davika pada gadis itu. Shilla membalas jabat tangan Davika.
"Shilla."
"Oh ya, ini Aluna. Maba baru di kampus kalian."
Aluna menatap Davika malas, mengapa harus memperkenalkannya juga?
"Oh, yang tadi kan?"
Aluna mengangguk sambil tersenyum kikuk.
"Gue pesen makanan dulu ya Zell, lo kayak biasanya kan?"
Zello tersenyum. "Thanks, Shill."
Shilla mengacungkan kedua jempolnya, sebelum ia pergi ke kasir untuk memesan makanan.
"Gue masih penasaran, sejak kapan kalian temenan, hmm?" tanya Zello langsung, ia melihat ke arah Davika, dan Aluna yang tampak enggan menatapnya.
"Nggak lama setelah kalian putus."
Davika yang menjawab, Zello tersenyum kecil. Pandangannya mengarah pada Aluna yang sejak tadi diam tak mengeluarkan suara.
Sementara Aluna yang sadar sedari tadi Zello melihat ke arahnya hanya membuang pandangan. Ia merasa awkward momen saat berada di satu tempat dengan mantan pacar dan sahabatnya yang juga mantan pacar Zello. Sial, kalau ingat kejadian siang tadi, Aluna memilih untuk tidak pernah bertemu dengan seorang Arzello Wisnu Prakarsa lagi.
"Ngomong-ngomong, kita satu kampus loh, Zel. Cuma beda fakultas aja."
"Jurusan apa?"
Davika mendengus, Zello itu tetap punya sariawan menahun yang menyebabkan bicaranya singkat. Hal, yang sejak dulu selalu membuat Davika sebal, meski Zello ini selalu ramah terhadap perempuan di sekitarnya.
"Ekonomi, gue di FE."
"Oh..."
"Lo satu fakultas kan sama Aluna?"
Zello melirik ke arah Aluna, akhirnya ia mengangguk.
"Aluna masih jomblo loh, gagal move on katanya. "
Aluna membeliakkan matanya, menatap tajam ke arah Davika yang senyum-senyum sendiri tidak jelas. Oke, Davika benar-benar harus diberi pelajaran nanti. Mengatakan belum move on di depan mantan itu, bencana terbesar yang dialami oleh jomblo ngenes sepertinya.
"Oh, ya?"
Alis Zello terangkat, ia menatap ke arah Aluna yang tampak menunduk dengan muka merah padam.
"Enak aja lo, Dav. Sori, gue udah move on, udah punya gebetan."
Aluna berusaha mengelak.
"Emang lo punya gebetan, heh?"
"Ada dong. Lo lupa sama Adam?"
"Bukannya Adam itu nama sepupu lo yang super ganteng itu ya?"
Aluna kicep. Dia menyumpah serapahi Davika di dalam hatinya. Dan, si pelaku yang mempermalukan dirinya itu malah menahan tawanya dengan seringai menyebalkan.
"Gue mau ke toilet," ucap Aluna, ia tidak butuh jawaban Zello dan Davika. Gadis itu segera pergi meninggalkan dua manusia menyebalkan itu, ia memilih untuk memesan taksi online dan langsung pulang ke rumahnya. Setelah ini, ia pasti tidak akan memiliki muka untuk bertemu dengan Zello.
***
Zello tampak merenung di depan laptopnya, memandangi naskah Aluna yang masih ia baca. Laki-laki itu sibuk berpikir tentang pertemuannya dengan Aluna dan Davika sore tadi.
Aku tahu, nggak akan ada lagi kata kita di antara aku dan kamu. Kebodohanku, pernah sangat melukaiku dan menghancurkan tentang kita yang baru saja dimulai. Dan, Arka, yang harus kulakukan saat ini hanya...mengikhlaskanmu bersama orang baru yang kamu temui setelahku, sambil berharap, aku akan menemukan bahagiaku sama sspertimu yang telah menemukan kebahagiaan baru. Lembar terakhir ini, akan menutup kisah yang baru saja kuabadikan. Arka, kamu adalah hal terbaik yang pernah singgah dalam hidupku.
Paragraf terakhir dari novel itu membuat Zello menghela napasnya kasar. Aluna mengakhiri novelnya dengan ending yang menyedihkan.
Jemari Zello bergerak untuk mengetik keputusan mengenai terbit tidaknya naskah Aluna. Ia memejamkan matanya sejenak.
From: Wisnu@Equalifepublishing.com
To: [email protected]
Subjek: keputusan penerbitan
Dear Aluna, saya sudah membaca naskah yang kamu kirimkan. Bersamaan dengan dikirimnya email ini, naskah kamu akan diterbitkan oleh Equalife Publishing. Tentu, akan mengalami beberapa perubahan dan revisi, untuk lebih jelasnya, kamu bisa mengabari saya lewat pesan WA di nomor 085237965493.
Secara keseluruhan, naskah kamu memiliki struktur yang sudah baik, kalimat yang runtut dan tema yang sesuai dengan pasar, namun untuk adegan romantisnya masih kurang, saya harap kamu segera mempersiapkan diri untuk jadwal revisi.
Salam,
Editor Equalife Publishing
Wisnu
Sent
Zello menarik napasnya. Setelah mengirim pesan itu, ia memutuskan untuk menutup laptopnya dan menuju ke atas kasurnya. Besok, ia akan mengadakan perundingan dengan Aldo selaku Ketua BEM F di FBS, untuk menentukan siapa saja yang akan lolos sebagai pengurus BEM F di departemen Infokom periode tahun ini.
Dan, ia sudah mengantungi satu nama. Satu nama yang pernah membuatnya kecewa di masa lalu. Aluna Anindya Dewi.
Zello punya Ig arzello.prakarsa dan Aluna juga Aluna_dewi difollow ya.
Regards,
Aristavee
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro