40 : Kupu-kupu yang kehilangan arah
Genap dua minggu sudah Nancy ditinggalkan Justin. Tidak ada lagi gosip di pagi hari soal Justin sejak laki-laki itu berangkat cuti. Yang ada hanya keluh kesal Rini yang semakin semerawut karena orang di lapangan yang susah diajak kompromi. Banyak lampu yang posisinya jauh dari gambar kerja dan harus dipasang ulang. Dan sekarang, bukan lagi Justin Wijaya yang mengharumkan perbincangan gadis-gadis di kantor ini. Melainkan proyek Four Season yang semakin terkenal akan never ending-nya.
Diam-diam, setiap hari Nancy mencari nomor pribadi Justin. Ia ingin bertanya dengan Kak Lia karena masih ingat sewaktu pertama kali gadis itu menawarkan jasa untuk mencari nomor telepon dari saudaranya itu. Tapi keberanian untuk mengatakan itu seketika luruh pada bayangan "bagaimana kalau sikapnya ini hanya berlebihan dan menganggu cutinya?" kemudian ia menyerah begitu saja, kembali bekerja seperti biasa setiap harinya.
Melewati MRT yang ramai, decit rem yang mendesing, langkah kaki orang-orang di tangga yang ingin segera pulang, Nancy tahu-tahu sudah di indekosnya. Ia berencana ingin mengambil beberapa buku untuk di bawa Hendrick ke Jepang nanti. Ia masih ingat punya banyak komik. Setidaknya menandakan posisi Nancy yang terus mendukungnya lewat komik-komik itu.
Malam di rumah sakit, ia datang ke kamar Hendrick, memberikan satu kotak kardus kecil berisikan beberapa komik dan snack kecil. Hendrick tersenyum sambil tertawa dan menggerakkan tangannya mengucapkan terima kasih banyak, "tidak perlu repot-repot" katanya dalam bahasa isyarat. Nancy hanya tersenyum mengelus punuk kepala Hendrick seperti adiknya sendiri.
"Kapan orangtuamu ke sini? Besok pagi?"
Hendrick mengangguk penuh semangat.
"Baguslah. Jangan lupa telepon aku kalau udah sampai sana. Aku juga mau lihat rumah sakitnya, apa dia punya rooftop kayak di sini? Jaga-jaga biar nggak nulis surat lagi." Mendengar itu, Nancy dan Hendrick sama-sama tertawa.
"Ah, aku pengen banget dengar suara kamu. Kalau operasinya berhasil, harus langsung telepon aku ya? Dan juga Justin! Ah—" tiba-tiba wajah Nancy murung. Hendrick yang melihat itu juga ikut menurunkan ekspresinya. Memandang Nancy khawatir.
"Akhir-akhir ini dia cuti, jadi aku nggak ngobrol lagi." Nancy meratapi pemandangan di luar jendela malam itu. Punggung Justin yang bergoyang-goyang karena angin, kini hanya tergambar samar-samar di kepalanya. Kehangatan itu, tidak lagi dapat ia renggut untuk beberapa saat.
Tangan Hendrick bergerak. "Waktu itu dia dari sini pergi pakai koper, emang nggak ngomong ke kakak mau ke mana?" Nancy melihat gerakan tangan Hendrcik dengan cepat, menerjemahkan itu dalam bahasa. Sejenak, Nancy terkesiap kecil.
"Dia bawa koper dari sini? Emang dia dirawat di sini juga?"
Hendrick menatapnya bingung sambil menaikkan kedua pundaknya. Kemudian ia mulai menggerakan tangan dan jari jemarinya lagi.
"Aku nggak tahu. Dia cuman bilang, kalau aku udah sembuh nanti, aku harus bilang ke temen cewekku untuk nyatain perasaan. Dan--oh!" Hendrick menepukkan tangannya di udara, seakan teringat sesuatu. Nancy mengamati anak itu menarik laci lemari di sebelah ranjangnya lalu mengeluarkan sebuah origami berbentuk kupu-kupu ke arahnya.
"Apa ini?" tanya Nancy setelah menerima origami putih yang digunting dan dilipat membentuk kupu-kupu itu. Hendrick kembali menjelaskan dengan pelan menggunakan isyarat tangannya.
"Katanya aku harus belajar bikin ini. Soalnya katanya, cewek itu paling suka dikasih hal yang aneh-aneh. Kakak suka?"
Nancy berusaha dengan keras menerjemahkan bahasa isyarat itu dalam bentuk yang ia mengerti. Tapi sepertinya berkali-kali ia mengingat gerakan itu, Nancy tidak salah. Justin menyuruh Hendrick membuat hal manis seperti ini? Yang benar saja? Ia memandangi kupu-kupu kertas itu dengan senyum haru, beralih menatap Hendrick.
"Bagus."
"Itu dari Kak Justin. Katanya biar kakak nggak kesepian selama salju pergi."
Membaca gerakan tangan Hendrick yang terlalu cepat membuatnya tidak yakin. Ia menyuruh Hendrick mengulangnya dengan perlahan.
"Itu dari Kak Justin... katanya... biar kakak... nggak kesepian... selama salju... pergi."
Jantung Nancy berhenti berdegup untuk beberapa detik. Tangan yang sedang menopang kertas origami itu seketika terasa dingin. Ia menatap Hendrick sekaligus benda itu sambil menahan ketidakmungkinan-ketidakmungkinan yang tiba-tiba bermunculan dalam benaknya. Kenapa salju dan kupu-kupu? Cerita malam waktu itu, cerita yang mempengaruhi hubungan mereka, kenapa tiba-tiba Justin mengatakan itu lewat Hendrick sekarang?
Ia berusaha menahan kepalanya dari bayangan yang aneh-aneh. Tapi semakin tidak ingin ia pikirkan, ketakutan-ketakutan selama ini, bayangan akan wajah Justin yang pucat akibat sakit maagnya, pertemuan Justin dan dokter Wu di malam tanpa ada orang yang melihat, obat maag yang pernah ia genggam, saat meeting dan di belakang mobil, tatapan redup Justin yang sangat berbeda di awal pertemuan mereka, seketika meledak di hari terakhir Justin mengatakan akan cuti.
Apakah semua ini.. adalah perpisahan?
----
Sebelumnya makasih ya sudah menyempatkan waktu untuk membaca. Cerita ini akan ku update setiap hari, jadi jgn lupa masukkan ke library kalau tertarik☺️
Aku sangat mengharapkan ada feedback dari pembaca. Baik kritik ataupun saran aku sangat terbuka. Jangan sungkan untuk berkomentar ya hehe💜 apapun itu aku hargai karena untuk perkembanganku dalam menulis setelah sekian lama akhirnya haha.
Ditunggu part selanjutnya ya. Terima kasih✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro