27 : Sebuah dongeng
Fase-fase kehidupan banyak yang berlalu. Lika-liku yang Nancy lewati sesekali mendatar, memberinya napas. Seperti satu minggu terakhir ini, semua beban perlahan-lahan menyusut dengan damai. Pekerjaan proyek berjalan lancar. Meskipun ada kendala, semua ditangani dengan baik oleh Rini. Dan perubahan sikap-sikap orang di kantor pun banyak yang berotasi. Bahkan, Rini sekiali pun.
Nancy awalnya terkejut waktu menerima perlakuan baik Rini. Meski hanya sesekali, tapi rasanya ia sangat bersyukur. Bagaimana Rini juga memikirkan tanggungan akan tanggungjawabnya, ia ada di posisi yang benar. Sama seperti yang Kak Lia bilang. Rini memang sangat telaten dan rajin. Walau mulutnya terkadang sebelas dua belas dengan Justin.
Ah, Justin..
Sesekali Nancy melirik jam tangannya. Sudah pukul satu malam. Setelah mengantar Hendrick tidur, ia kembali ke atas lagi. Ia masih ingin bercakap dengan pikirannya sendiri. Akhir-akhir ini kesibukan menelan waktunya. Berdua bersama komputer dan lembar kerja, setiap hari, pekerjaan rasanya seperti makanan yang tak bisa berhenti digigit. Kalau sehari tidak dikerjakan, bisa-bisa besok membusuk dan terlupakan. Jadi, daripada memperburuk schedule, lebih baik ia selesaikan dengan cepat.
Dulu, Kak Lia sempat bilang, kalau kekuatan orang itu beragam. Dan kekuatan Nancy adalah kecepatan. Nancy cepat menyelesaikan segala sesuatunya, tapi kekurangannya ia tidak teliti. Sedangkan Rini kebalikannya. Rini sangat lambat dan mudah stress. Tapi ia sangat cermat dalam mengamati dan mengingat. Kak Lia pernah menyindir, sebenarnya, meskipun Nancy dan Rini saling benci, sebenarnya mereka itu pasangan serasi. Kompak dan saling melengkapi. Mendengar itu, Nancy hanya bergidik dan kembali ke meja kerjanya. Seminggu terakhir ini, hidupnya seperti berdua saja dengan pekerjaannya. Bahkan ia hanya sesekali pergi menemui Hendrick. Sampai waktu itu Hendrick menitipkan surat ke dokter Wu, soal kedatangan orangtuanya lagi dan rencananya ke Jepang untuk operasi pita suara.
Katanya ia akan operasi pita suara bulan depan. Hari itu sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang. Mendapat surat itu, Nancy rasanya sangat senang, karena pada akhirnya, ia mendapatkan sesuatu yang selama ini ia inginkan. Seorang teman yang benar-benar mengingatnya.
Apa yang ia lewatkan selama seminggu ini? Nancy tidak tahu. Tapi langit menatapnya dalam, seakan memberi isyarat kalau ia kehilangan banyak sekali cerita. Ia bergidik waktu angin malam menerpa. Jas hangat Justin yang sudah berkali-kali ia cuci, menjadi penghuni resmi kamar rawat ibunya ketika ia pergi kerja.
"Mentang-mentang besok Sabtu, lo jadi seenaknya di sini, gitu?"
Nancy kaget sekaligus takjub. Ia menoleh ke belakang, melihat seorang laki-laki jangkung berjalan dengan santai ke arahnya. Mata Nancy membelalak ketika melihat sosok itu.
"Justin?" Nancy terkesiap waktu ia menyebut nama itu dengan nada bergetar. Bibir Justin menaik sedikit, kemudian berdiri di sampingnya.
Astaga, orang ini..
Kenapa waktu batang hidungnya muncul hati Nancy mulai berdebar tak keruan. Melihat matanya, senyum miring menyebalkan itu, wangi tubuhnya yang berlapis hawa dingin udara malam.. Nancy mungkin gila, tapi ia rindu ketika Justin menatapnya tajam, marah-marah padanya. Daripada harus merasakan perasaan meyebalkan ini. Ia benar-benar tidak nyaman jika berdua seperti ini. Rasanya Nancy seperti seonggok benda tidak berguna jika sedang berdiri di sebelah cowok itu.
Sosok yang dipuja-puja teman kantornya, yang dicari siapa pun, yang teleponnya tidak pernah berhenti berbunyi kalau sedang meeting. Dan laki-laki yang menamparnya tapi memberi efek setelahnya.
Bodoh. Kenapa sekarang tiba-tiba berpikir begitu?
"Lo gila ya percepat proyeknya beneran? Kemarin itu kan gue cuman bercanda!" Hanya kalimat itu yang bisa ia keluarkan. Kalimat yang seharusnya didengar. Kalimat pantas bukan soal tatapan yang menunjukkan kalau sebenarnya ia merindukan Justin.
"Lo pasti bisa. Bokap juga mau cepat kelar, kok."
Justin sudah tidak memimpin proyek Four Season. Semua koordinasi sudah berpindah ke ayahnya. Walau belum jelas apa penyebab cowok itu melepas jabatan, tapi pasti ada sesuatu yang berkaitan dengan kemunculannya di rumah sakit ini. Setiap memikirkan itu, rasanya Nancy khawatir, apalagi cara Dokter Wu dan Justin merahasiakannya. Rasanya ada sesuatu yang benar-benar tidak ingin orang lain tahu. Sesuatu yang besar.
Ketika hening menyambar, seketika Nancy baru ingat kalau ia memakai jas orang itu. Astaga! Nancy terkesiap kecil melihat Justin yang kelihatannya tidak menyinggung jasnya itu. Ah, semoga saja nggak sadar, pikir Nancy. Barang-barangnya kan banyak, harusnya ia lupa saking banyaknya bukan? Nancy mengangguk dalam hati, semoga saja ia tidak tertangkap basah mengenakan barang seseorang yang ia... benci.
"Gue mau tanya sama lo." Tiba-tiba suara Justin membuyarkan suara-suara di kepala Nancy yang sibuk sendiri itu. Ia mendongak sedikit menatap cowok itu.
Justin menarik napas sebelum melanjutkan kata-katanya, masih tetap menatap langit. "Lo suka kupu-kupu?"
Di tanya begitu, Nancy bergeming sejenak. "Bi--biasa aja. Lebih suka ulatnya, sih," jawab Nancy jujur. Ulatnya juga lucu kok, apalagi kalau menggeliat di batang pohon.
Tapi Justin terkekeh pelan. Mungkin ia juga setuju.
"Kenapa emang?" tanya Nancy, merasa aneh dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu. Entah kenapa, kalau Justin seperti ini, rasanya ia seperti teman. Benar-benar teman yang berdiri di samping bahumu, menatapmu tanpa merasa minder.
"Lo pernah denger cerita kupu-kupu di musim dingin?"
Lagi-lagi Nancy menggeleng tak yakin.
"Payah," sembur Justin seketika. Nancy ingin protes, tapi senyum kecil di bibir Justin seketika terbit bersamaan ia menoleh ke arahnya.
"Mau gue ceritain?"
Nancy terdiam di bola mata cokelat laki-laki itu. Jika dalam situasi yang berbeda, mungkin Nancy akan tertawa dan mengatakan paling itu hanya dongeng omong kosong. Tapi bersamaan dengan waktu yang berputar kian melambat, Nancy seperti merasa Justin mengatakan sesuatu lewat matanya. Seakan-akan membuat dirinya tidak bisa menolak untuk mendengar cerita itu.
"Apa?" Hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Nancy. Ia balas menatap Justin yang mulai bercerita sambil memandang langit.
"Kupu-kupu itu namanya Tata. Dia lahir ajaib. Soalnya jarang banget ada kupu-kupu yang lahir di musim dingin. Suatu hari dia terbang dengan susah payah menembus dingin, mencari madu atau tempat untuk menghangat diri. Tahu sendiri kan kalau musim dingin, jarang ada tanaman yang hidup. Tapi di tengah jalan dia tiba-tiba ketemu sama salju. Yang turun entah dari mana. Mereka saling menyapa, dan salju bercerita kalau dia sedang berjuang melawan takdirnya yang hanya hidup beberapa saat. Salju bilang, dia akan mati ketika ia melihat matahari. Tapi salju malah jatuh cinta dengan kupu-kupu.
Dia bilang, kupu-kupu itu hebat, dia sangat kuat meski sayapnya menggigil. Tata bahagia dan bersyukur bisa bertemu sama si salju karena katanya Tata merasa hidup kembali setelah perjuangannya menempuh badai, karena ia merasa ada makhluk yang lebih sebentar hidupnya dari pada ia. Tapi sayangnya, pagi pun tiba, dan senyum salju hanyalah satu-satunya perpisahan keduanya."
Saat itu pandangan Justin seperti jauh membayang di langit sana. Tapi, kemudian ia menoleh ke arah Nancy yang terus menatapi Justin, menyimak dengan serius ceritanya.
"Menurut lo, gimana?"
Yang di tanya mengerjap-ngerjap, terbangun dari sadarnya. Cerita itu maksudnya apa? Nancy sendiri tidak yakin kenapa Justin tiba-tiba bercerita seperti orangtua begitu.
"Gi—eh—gimana ya, lagi pula itu cuman dongeng, kan?"
Respon yang Nancy dapat dari jawabannya sendiri adalah tatapan Justin yang terdiam.
"Ehm. Ya, terus lo mau ending yang gimana emang?"
Justin menghela napas, seakan tidak terima dengan responnya yang begitu.
"Itu cerita dari Pak Leo. Katanya itu cerita yang dia karang sendiri buat anaknya. Katanya buat belajar bersyukur. Tapi kalau ending-nya begitu, gue suka nggak terima."
Nancy mengernyit, memandang Justin. "Kenapa nggak terima? Kan udah takdirnya."
"Takdir, ya," Justin menyelipkan tawanya, "berarti kalau lo kehilangan sesuatu, lo tabah-tabah aja gitu?"
Mendengar ucapan Justin, Nancy jadi paham kemana arah perumpaan tadi berujung.
"Ya nggak. Tapi itu kan, kupu-kupu. Dia punya kemampuan apa melawan matahari? Mau bekuin matahari pake apa biar dia sama salju bisa bersama? Kan mustahil menyatukan sesuatu yang dari sumbernya aja udah beda." Nancy menjelaskan dengan alasan yang logis, menghentikan raut wajah tidak nyaman Justin. Sepertinya cowok itu sudah berpikir lama untuk menemukan solusi dari antara salju dan kupu-kupu itu.
Melihat keraguan itu, Nancy kembali melanjutkan. "Udahlah, itu juga cuman cerita."
"Emang lo nggak pernah kehilangan sesuatu di hidup lo gitu?"
Nancy terdiam sejenak. Ia tidak tahu kenapa dirinya dan Justin memiliki percakapan aneh tiba-tiba begini. Tapi melihat keseriusan di mata Justin, Nancy jadi benar-benar ingin mencari tahu jawabannya dalam dirinya sendiri.
"Setiap orang pasti pernah merasa kehilangan kok. Kalo gue, sering kehilangan sesuatu bahkan. Orang teledor kayak gue banyak kehilangan kesempatan kadang." Ia melirik Justin sesaat, cowok itu seperti sedang berpikir. "Emang lo pernah kehilangan apa?"
Angin berembus, mengangkat poni rambut Justin, menyisirnya ke samping hingga mata Justin nampak dengan jelas, menatap Nancy lurus.
"Kehilangan kasih sayang?"
Kalimat yang terdengar hambar itu awalnya Nancy ragukan. Tapi setelah melihat senyum kering di wajah cowok itu, Nancy jadi agak meragukan opininya.
Nancy mengenal Justin dengan cara yang berbeda. Ia datang bukan dari kekaguman semata. Jika dipikir-pikir lagi, ia suka takjub dengan rotasi hidupnya. Orang yang dulu paling ia hindari, kini malah ia kasihani. Bahkan ia tak menyangka Justin bisa mengatakan kalimat seintens itu. Sekarang, apakah ia perlu mengetahui sisi lain dari laki-laki yang mengubah cara pandangnya itu?
----
Manteman, maafin ya yang kemarin aku ada kurang cermat dalam riset. Nggak ada maksud menyinggung siapapun kok, kutulis itu karena aku kurang riset. Tapi untung diberi masukan, jadi aku ngeh dan langsung ku revisi. ☺️☺️
Sebelumnya makasih ya sudah menyempatkan waktu untuk membaca. Cerita ini akan ku update setiap hari, jadi jgn lupa masukkan ke library kalau tertarik☺️
Aku sangat mengharapkan ada feedback dari pembaca. Baik kritik ataupun saran aku sangat terbuka. Jangan sungkan untuk berkomentar ya hehe💜 apapun itu aku hargai karena untuk perkembanganku dalam menulis setelah sekian lama akhirnya haha.
Ditunggu part selanjutnya ya. Terima kasih✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro