"Oh, jadi seharian ini kau mau pergi?" tanya Dice saat dia dan (Name) sedang sarapan.
(Name) mengangguk singkat, memakan roti yang sudah disiapkan oleh koki pribadinya.
"Mungkin aku akan pulang sekitar jam sepuluh malam," jelas (Name).
"Tidak apa-apa," sahut Dice melambaikan tangannya, "asal kau tahu, aku punya tempat tinggal, Kitsune-chan. Atau aku akan mampir ke tempat Ramuda."
(Name) mengerutkan alisnya, "baiklah."
Sudah tiga hari semenjak pesta berlalu, dan hampir dua minggu Dice sudah menginap (re: menumpang) di rumah mewah (Name) dan perempuan itu sendiri sudah merasa nyaman dengan kehadiran Dice yang tak pernah gagal membuatnya tersenyum ataupun tertawa.
"Memangnya kau mau pergi kemana, Kitsune-chan?" tanya Dice menyadarkan (Name).
"Eh, um—" (Name) berdehem pelan, "aku hanya ingin mencari sesuatu."
Dice memandang cukup lama (Name) sebelum akhirnya kembali menyantap sarapannya dengan lahap.
"Begitu ya?"
Setelah sarapan dan mandi (sang pemilik rumah melarangnya keluar rumah jika dia belum mandi), akhirnya Dice berada di depan rumah (Name), untuk pulang tentunya.
"Panggil aku saja jika ada perlu~" ucap Dice meletakkan tangannya di atas kepala (Name).
"Dice, aku bukan anak kecil untuk diperlakukan seperti ini," komentar (Name), namun perempuan itu tidak menepis tangan Dice.
"Ya, dan kau jelas lebih tua dariku, Kitsune-chan."
"Hei!"
Dice hanya tertawa menghindari pukulan (Name)—yang mungkin tidak akan membuatnya kesakitan jika perempuan itu berhasil mengenainya. (Name) hanya melambai pada Dice yang keluar dari pagar rumahnya.
(Name) menghela napas, kemudian wajah senangnya berubah menjadi datar kembali, dan dirinya menoleh ke arah dua penjaga yang berada di belakangnya.
"Siapkan mobil, kita akan berangkat sebentar lagi."
"Siap, Nona."
[][][]
(Name) kembali menghela napas, yang mungkin sudah dia lakukan seharian ini. Iris (e/c) miliknya menoleh keluar jendela mobil, dan melihat warna langit sudah menjadi perpaduan antara orange, ungu, biru, dan hitam.
'Seharian mencari ke seluruh kota, tetap saja aku tidak menemukannya.'
(Name) menutup matanya.
"Ya, bagaimana aku bisa menemukannya kalau petunjukku hanyalah nama dan fotonya sejak kecil?" gumam (Name) mengelus foto yang berada di tangan kanannya.
(Name) membuka matanya, irisya menatap foto tersebut.
'Mengingatkanku pada seseorang, tapi tidak mungkin mereka orang yang sama.'
(Name) menyimpan foto tersebut ke dalam tas selempang yang berada di sebelahnya, kemudian menoleh ke arah sopir pribadinya.
"Aku ingin ke toko buku," titah (Name) menyandarkan punggungnya ke kursinya.
"Siap, Nona."
Kemudian mobil yang (Name) naiki itu melaju menuju toko buku, dengan sebuah mobil mengikuti dari belakang—yang adalah mobil berisi para penjaga (Name).
[][][]
"Oh, sepertinya kau menyukai novel itu ya?"
(Name) tersentak kaget saat mendengar suara seseorang di sebelahnya saat dia sedang asyik memilih novel yang akan dia beli.
"Hm, aku juga mengoleksi novel yang lain," jawab (Name), "dengan penulis yang sama—hanya saja aku lupa apa aku pernah membeli buku ini atau belum."
(Name) menghela napas, mengembalikan novel tersebut kemudian menoleh ke sebelahnya.
"Aku sedang banyak pikiran jadinya lupa dengan koleksiku sendiri—"
(Name) menghentikan ucapannya saat melihat sosok yang menyapanya tadi. Rambut cokelatnya sedikit menari karena angin yang masuk ke dalam toko, serta iris hijaunya yang memandang langsung (Name).
(Name) kenal betul siapa sosok yang berada di sebelahnya itu.
"Y-Y-Yumeno Gentaro-san!?"
Gentaro, laki-laki yang menyapa (Name) tadi hanya berkedip beberapa kali, lalu terkekeh.
"Sepertinya kau mengenalku?" tanyanya masih tersenyum.
'Tentu saja aku mengenalmu!!' pekik (Name) di dalam pikirannya—walaupun wajahnya terlihat datar seperti papan, 'maksudku, aku mengoleksi semua bukumu, dan barusan kita membahas novelmu!!'
(Name) berdehem kemudian mengangguk singkat.
"Kau penulis novel tadi, kan?" tanya (Name), "aku juga punya beberapa karyamu yang lain."
Beberapa ndasmu, (Name).
"Hooh, begitu ya?" sahut Gentaro, "kupikir kau penggemar beratku karena reaksimu sebelumnya menyerupai reaksi seorang penggemar berat."
(Name) tertegun, tampak keringat mengalir di pelipisnya saat iris hijau Gentaro menatap lekat wajahnya. Tak lama kemudian Gentaro kembali terkekeh dan menjauh dari (Name).
"Uso desu yo," ucap Gentaro dengan phrase andalannya, "sepertinya tidak mungkin penggemar berat akan tetap memasang wajah datar seperti dirimu, Ojou-san."
(Name) berkedip beberapa kali.
"Begitu ya?" komentar (Name)—namun perempuan itu menggeleng pelan, "tapi itu tidak menutup fakta bahwa aku adalah penggemarmu, Yumeno-san."
"Panggil saja Gentaro, Ojou-san," ucap Gentaro tersenyum.
"Ah—aku belum memperkenalkan diriku," ucap (Name) sedikit menunduk, "(Name) (Surname)—panggil saja (Name), senang berkenalan dengan Anda, Yumeno-san."
"Senang berkenalan dengan Anda, Nona (Name)."
(Name) berkedip beberapa kali.
"Nona—"
"Maksudku, tidak mungkin dua penjaga diluar menatapku begitu tajam jika aku tidak berbicara dengan Nona mereka kan? Dan sebelum aku masuk ke toko ini aku ditanyai begitu banyak hal dan diperiksa begitu ketat. Begitu aku masuk, hanya ada kau di dalam, Nona."
(Name) membuka mulutnya, namun akhirnya menutupnya kembali karena tak tahu ingin menjelaskan situasinya ada Gentaro.
"Aku tak menyangka Nona (Name) senang dengan karyaku," ucap Gentaro, "dan terlebih lagi, Nona (Name) mengatakan bahwa Anda memiliki beberapa karya saya yang lain."
"G-Gentaro," (Name) membuang pandangannya dengan pipi yang sedikit merona, "sudah kubilang panggil saja aku (Name)."
Gentaro hanya terkekeh, kemudian mengambil novel yang (Name) ambil sebelumnya, membuka bungkus plastik novel tersebut dan membuka lembaran pertama. Gentaro mengeluarkan pulpen dari dalam saku bajunya. Setelah itu Gentaro menandatangani buku tersebut, lalu memberikannya pada (Name).
"Eh?" (Name) berkedip beberapa kali, kemudian menatap Gentaro dengan heran.
"Anggap saja itu salam pertemanan denganku, aku akan membayar bukunya," ucap Gentaro mengambil tangan (Name) dan menulis sesuatu di telapak tangan perempuan itu—sedikit ekspresi (Name) berubah karena sensasi geli di telapak tangannya, "dan ini—aku harap bisa mendengarkan pendapat (Name)-san mengenai karya-karyaku."
Iris (Name) melebar saat melihat kontak Gentaro tertulis di telapak tangannya. Saat (Name) mengangkat kepalanya, Gentaro sudah tidak berada di depannya—mungkin sedang membayar buku yang barusan dia tanda tangani.
'K-k-k-kontaknya Yumeno Gentaro,' batin (Name) dengan matanya yang membentuk spiral, 'astaga aku meninggalkan handphone-ku di dalam mobil—ah, jangan sampai tanganku berkeringat, nanti nomornya hilang—tunggu, aku harus berterima kasih pada Gentaro terlebih dahulu.'
Namun (Name) tidak sadar bahwa disaat dirinya sedang bingung, Gentaro sudah selesai membayar novel yang dia berikan, dan sempat menertawai (Name).
(Name) sendiri hanya bisa menghela napas kecewa saat tidak menemukan sosok Gentaro di dalam toko buku, dan kembali ke dalam mobil untuk menyimpan kontak Gentaro. Setelah menyimpan kontak sang penulis, tiba-tiba sebuah pesan masuk, membuat (Name) mengangkat sebelah alis dengan heran.
"Dice? Ada apa dia mengirimiku pesan?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro