Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Slug Hunter

   “Hindari belakangmu!”

   Teriakan seorang pria yang coba memberitahu temannya untuk menghindari serangan dari makhluk melata menjijikan yang hampir membunuhnya. Peringatan itu ditanggapi dengan lompatan ke samping kiri dan langsung menusukkan pedangnya ke makhluk itu.

   “Terima kasih, Noir!” balas orang itu, sembari terus memainkan senjata panjang dan tajamnya ke makhluk-makhluk lain.

   Sebuah serangan sihir tiba-tiba melewati mereka dan mengenai makhluk yang lebih besar, membuat Noir tak bisa membalas perkataan temannya. Seorang gadis dengan tongkat sihirnya yang bercahaya terus meluncurkan sihir seperti api, membakar semua makhluk melata yang mengelilinginya.

   “Aku punya firasat buruk dengan kemunculan slug dalam jumlah besar. Kita harus menyelidikinya setelah ini,” kata gadis itu setelah tarikan dua napas, “Apakah kalian punya ide untuk itu?”

   Sebuah anak panah memelesat dari kilauan sinar matahari dan mengenai makhluk yang dipanggil slug di dekat pohon. Seseorang mendarat di antara mereka. “Apakah mungkin gunung berapi yang sedang erupsi akhir-akhir ini adalah pemicunya?”

   “Entahlah, bagaimana menurutmu, Noir?” tanya si pria berpedang setelah menebas slug terakhir di sekitarnya.

   “Kita selesaikan tugas hari ini, dan kembali melapor ke kepala desa Bradford!” perintah Noir, “Aku mulai merasa kepanasan!”

   “Kau tak bisa menangani panas sekitar dengan baik. Apa kau perlu sihir es Gladia?” ledek Dylan.

   “Aku tidak mau melakukannya,” sahut Gladia yang baru saja merapalkan sihir.

   Semua orang mengeluarkan serangan terakhir masing-masing untuk menghabisi slug yang tersisa. Area di sekitar mereka tampak berantakan karena serangan slug dan aksi mereka. Slug menjadi salah satu makhluk menyebalkan yang kerap meresahkan manusia, sehingga Slug Hunter pun dibentuk.

   ...

   Setelah berdansa kematian bersama para slug, Slug Hunter berjalan pulang ke desa Vertmoor, desa tempat singgah mereka. Mereka berbincang tentang serangan slug yang sering terjadi akhir-akhir ini.

   “Kau tahu, pekerjaan ini sangat melelahkan. Slug terus menyerang tanpa henti,” keluh si pria berpedang sembari membersihkan pedangnya dari darah slug.

   “Bukankah kau sangat menyukai pekerjaan ini? Apalagi setelah kau mengakui bahwa daging slug bakar sangat enak,” ejek Noir.

   “Dylan memang seperti itu. Dia tak pernah jujur dengan hasratnya,” timpa si pemanah dengan nada ejekan.

   “Aku serius, Garrick! Ini bukan seperti aku membenci pekerjaan ini!”

   Noir menoleh ke si gadis. “Gladia, apakah kau ingin berkomentar tentang kemunculan slug-slug itu?”

   “Aku tak mau berkomentar yang aneh, tapi aku berharap ini bukan karena hal itu. Kau ingat yang pernah kuceritakan sebelumnya?”

   “Cerita apa?” tanya Dylan sambil menoleh.

   “Kau akan mengetahuinya segera,” jawab Gladia mempercepat langkah.

   “Hei, apa kita tidak berhenti sebentar untuk membeli minum setelah kita tiba di desa? Menari bersama slug-slug itu membuatku lelah,” sahut Garrick tiba-tiba.

   “Kau pergi saja. Aku harus menyerahkan hasil pembersihan ke kepala desa,” jawab Noir.

   ...

   Perjalanan mereka berakhir di sebuah desa besar yang menjadi tempat singgah sementara mereka dalam petualangan panjang. Masalah Slug yang muncul akhir-akhir ini serta sebuah gunung berapi yang tiba-tiba aktif menarik perhatian Noir, ketua Slug Hunter, sejak menginjakkan kaki di desa beberapa hari lalu. Sesuai dengan nama regu mereka, Slug Hunter, pekerjaan ini adalah makanan mereka sehari-hari.

   Noir bergegas ke balai desa untuk menyampaikan hasil pekerjaan regunya ke kepala desa, Bradford mereka memanggilnya. Panjang umur, orang yang ingin Ia temui sedang berdiri di depan balai kota, menata halaman depan bersama penduduk desa.

   “Selamat siang, Tuan Bradford!” sapa Noir dari jauh. Kakinya terus melangkah cepat.

   Sang Kepala desa menoleh. “Oh, Noir! Hari yang baik bisa melihatmu lagi. Sepertinya kau baru saja berpesta.”

   Noir melirik ke pakaiannya yang kotor oleh darah Slug berwarna kuning. “Saya langsung menuju kemari untuk menyampaikan temuan regu Saya dari misi yang Anda berikan. Mohon maaf atas ketidaksopanan Saya atas penampilan Saya!” Noir membungkuk.

   “Hentikan itu, Noir! Kau terlalu formal padaku. Bicaralah dengan santai dan bersahabat!” pinta Kepala Desa, “Masuklah, kita bicara lebih banyak di dalam!”

   Noir memasuki gedung balai desa yang keseluruhannya terbuat dari batu dan kayu Oak yang banyak tumbuh di sekitar desa. Beberapa orang lalu lalang seperti sedang menyiapkan sebuah acara. Keadaan cukup sibuk hingga tidak ada yang menyapa pria itu.

   Langkah Noir terhenti di sebuah ruangan besar dengan beberapa rak buku dan kursi sofa. Kepala Desa Bradford berjalan ke meja kerjanya, mencari sesuatu di kotak meja, lalu kembali ke Noir.

   “Silakan duduk! Aku sedang tidak bisa menyediakan minum untukmu karena sebagian besar orang sedang membersihkan balai desa ini. Pembersihan mingguan.” Bradford memberikan secarik kertas dengan tulisan bertinta hitam.

   Noir menarik kertas itu, lalu membaca tulisan tentang perkembangan gunung berapi. Beberapa kalimat yang terlihat kiasan membuat Noir ingat dengan perkataan Gladia tentang fenomena kemunculan Slug yang mereka bersihkan tadi.

   “Itu adalah laporan yang ditulis oleh seorang ahli gunung berapi di desa ini, Highmore. Aku yakin salah satu teman kalian sudah mengenalnya. Dia memberitahuku bahwa aktivitas gunung berapi akhir-akhir ini semakin berbahaya. Itu bisa meletus kapan saja,” jelas Bradford, “Bagaimana dengan laporan pekerjaanmu tadi?”

   “Reguku telah melakukan pembersihan penuh Slug yang muncul di selatan dan barat desa. Makhluk-makhluk itu tampak berbeda dari Slug yang pernah kami hadapi. Mereka lebih merah... dan lebih panas, sepanas kawah gunung,” jawab Noir.

   “Sepertinya Highmore benar. Aku takut jika mitos itu benar-benar ada dan aku tak ingin desa ini menjadi korbannya lagi.” Bradford menanggapi perkataan Noir. “Desa ini merasa beruntung dengan kedatangan kalian, regu khusus pembasmi Slug yang paling terkenal di seluruh daratan ini. Dengan ini, aku bisa mempercayai masalah ini pada kalian.”

   “Jadi, itu tugas baru kami?” Noir memastikannya. Bagi pria berambut abu-abu itu, tugas ini mungkin akan berat karena berhadapan dengan sesuatu yang lebih besar dari mitos yang dipercaya masyarakat Desa Vertmoor.

   “Apa regumu benar-benar siap untuk mengambil tugas ini? Aku tidak bisa menjamin ini akan berhasil meski kalian sangat berpengalaman.” Bradford melipat kedua tangan di depan dada dan bersandar pada sofa.

   “Tidak ada yang bisa menjaminnya. Aku harus membicarakan ini pada reguku.” Noir beranjak dari sofa dan membungkuk. “Selamat siang, Tuan Bradford!” Noir meninggalkan ruangan dengan cepat.

   Bradford menghela napas panjang dan beranjak dari sofa. Kakinya melangkah ke jendela besar yang mengarah ke gunung berapi yang terus mengeluarkan asap.

   “Vulture, apa kau membuatnya bangun?” gumam Bradford.

   Tiba-tiba, pria berkumis cokelat itu berlari ke sofa dan mengambil kertas laporan Highmore. Ia menemukan sebuah pernyataan yang tampaknya janggal. Matanya terbelalak. Suasana menjadi sangat hening seketika.

   ...

   Sementara itu, Dylan, Garrick, dan Gladia sedang menikmati minuman racikan khas dari desa Vertmoor di sebuah bar. Dylan sangat menikmati setiap tegukannya, karena itu adalah minuman kesukaannya di bar itu. Garrick sedikit membersihkan darah slug dari pakaiannya, dibantu dengan sihir dari Gladia.

   “Sepertinya kita akan mendapatkan bayaran atas kerja keras kita membersihkan Slug, seperti kebanyakan desa yang kita bantu,” ujar Dylan yang sedikit mabuk, “Pekerjaan memburu Slug rupanya sangat menjanjikan.”

   “Aku setuju, tapi tujuan kita adalah membantu banyak orang, seperti yang pernah Noir katakan.” Garrick merespons sembari menarik gelas minuman Dylan. “Bayaran adalah bonus.”

   “Itu benar, tapi kita takkan pernah bisa melangkah sejauh ini tanpa bayaran atas kerja keras kita.” Pria berambut cokelat itu menarik kembali gelas minumannya dari Garrick. “Dunia ini terlalu naif jika baik pada kita.”

   Garrick tidak menanggapi perkataan sahabatnya dan menoleh ke Gladia yang diam seribu bahasa sejak tiba di bar. Gadis bertubuh ramping dengan rambut pirang itu bahkan tidak memesan apa pun. Wajahnya tampak cemas.

   “Apa yang sedang kau cemaskan? Apa kau sedang memikirkan sesuatu?”

   Gladia melirik sedikit. Matanya sempat melakukan kontak langsung dengan mata Garrick.

   “Kemunculan Lava Slug dan gunung berapi yang erupsi akhir-akhir ini mengganggu pikiranku.” Gladia melipat kedua tangan di depan dada. “Jika dugaanku benar, maka mitos yang berkembang di desa ini menjadi kambing hitam atas kejadian itu.”

   “Mitos? Maksudmu legenda Slug Raksasa?” sahut Dylan yang mulai terpengaruh oleh kandungan dalam minuman kesukaannya. Wajahnya mulai memerah dan kepalanya berat.

   Gladia mengangguk. “Legenda mengatakan bahwa ada Slug raksasa yang hidup di gunung berapi Vulture. Makhluk itu memiliki kemampuan yang luar biasa, bahkan desa ini sebenarnya adalah pemukiman yang dibangun di atas tanah desa yang hancur akibat amukan dari slug itu.”

   “Benarkah? Jadi legenda itu sungguh nyata?” Garrick menjadi penasaran.

   “Salah satu tanda yang paling jelas dari kebangkitannya adalah munculnya slug jenis baru yang kita hadapi tadi. Makhluk-makhluk itu tercipta dari batuan lava yang panas.” Gladia memegang dagu. “Hanya saja, aku tidak ingat apa nama slug itu.”

   “The Great Vesuvius, itu namanya.”
Semua orang menoleh.

   “Noir? Kau sudah selesai dengan Tuan Bradford?” sambut Garrick.

   “Kita punya pekerjaan baru yang berhubungan dengan Slug legenda itu,” ucap Noir dengan tegas.

   “Slug raksasa?” Dylan bangkit dari meja dengan kepala pusing. “Kesempatan bagus untuk menguji ketajaman pedangku.”

   “Kita harus menemui Highmore terlebih dahulu untuk bisa mencapai kawah gunung. Dia adalah ahli vulkanis di desa ini. Dia pasti tahu detail dari erupsi gunung itu dan slug raksasa yang kalian bicarakan. Ayo pergi!” Noir melangkah keluar bar.

   “Hey, apa kita tidak membersihkan pakaian dulu?” seru Gladia.

   “Kita akan lakukan itu nanti setelah menemui Highmore. Cepat, waktu kita tidak banyak!” Noir terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.

   Gladia menghela napas. “Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya? Tampaknya dia sedang mencemaskan sesuatu.”

   “Sama sepertimu. Ayo kita pergi sebelum Noir meninggalkan kita.” Garrick menyusul Noir dengan menarik tangan Dylan yang mabuk.

   ...

   Mereka telah tiba di sebuah rumah kayu pinggir desa yang sejuk. Halamannya dipenuhi dengan alat-alat aneh dan tidak tertata rapi. Ditambah, lokasinya agak jauh dari desa membuat Slug Hunter harus mengeluarkan sedikit tenaga untuk mencapainya.

   Noir langsung mengetuk pintu rumah tanpa ragu. Ia yakin Highmore ada di rumah saat ini. Pintu pun terbuka, menampilkan sosok wanita berambut ungu gelap dengan gaun tipis dari kain rajut.

   “Oh, ada yang bisa kubantu?” ucapnya agak lesu.

   “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Noir spontan.

   “Aku baru saja bangun.” Highmore mengusap matanya. “Apa kalian Slug Hunter yang dibicarakan Tuan Bradford?”

   “Kau cepat mengenal kami,” jawab Garrick takjub.

   “Tubuh kalian bau Slug dari gunung berapi.” Highmore berbalik badan. “Masuklah, akan kuceritakan detail tugas kalian!”

   Noir mengambil langkah pertama memasuki rumah Highmore yang berantakan dengan kertas-kertas aneh, diikuti Gladia, Garrick, dan Dylan yang masih mabuk. Gambar-gambar dan tulisan-tulisan tidak jelas menghiasi lautan kertas di rumah kecil itu. Highmore tampak menyalakan beberapa lentera dan menata kertas-kertas di meja.

   “Apa kau... tidak pernah membersihkan rumahmu?” celetuk Gladia yang risih dengan keadaan rumah yang berantakan.

   “Maaf... Aku tidak sempat melakukannya. Penelitian terhadap aktivitas vulkanis gunung Vulture adalah prioritas.” Highmore menunjukkan sebuah buku bersampul merah. “Duduklah di tempat yang menurut kalian nyaman. Aku akan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.”

   Dengan berat hati, Slug Hunter duduk di tempat yang bisa mereka duduki meski harus beralaskan kertas-kertas. Highmore mulai membuka lembaran pertama buku.

   “Berdasarkan pengamatanku dua hari lalu, gunung Vulture telah berada pada status akan meletus dalam waktu dekat. Aktivitas magma di dalam kawah telah mendidih dengan baik, serta beberapa lava sudah mulai menyelimuti pinggiran kawah. Aku memperkirakan gunung itu akan meletus lima hari lagi...”

   “Lalu, kemunculan slug akhir-akhir ini, apakah akibat erupsi gunung?” Noir memotong.

   “Aku baru akan mengatakannya. Slug-slug yang muncul dari gunung berapi bukan karena aktivitas gunung, tetapi dari makhluk yang menghuni kawah gunung.” Highmore berjalan ke papan dinding dan mencabut satu kertas darinya. Ia langsung menunjukkannya.

   “The Great Vesuvius.” Gladia langsung menyebutnya. “Slug raksasa legendaris yang tidur panjang di kawah gunung Vulture selama puluhan tahun lamanya.”

   “Gunung mulai aktif akibat kebangkitannya dalam waktu dekat. Slug-slug yang kalian habisi adalah hasil kreasinya dari lava.” Highmore meneruskan. “Makhluk itu yang menjadi penyebab musnahnya dua desa sebelum Vertmoor berdiri. Jika kita tidak menghentikannya, Vertmoor akan menjadi korban ketiga.”

   “Ini masalah serius. Kita harus segera bertindak!” ujar Dylan yang masih mabuk.

   “Untuk itulah kami datang kepadamu. Tuan Bradford telah menugaskan kami untuk menemanimu ke kawah gunung Vulture dan membunuh Slug raksasa itu sebelum dia benar-benar mengamuk,” ucap Noir.

   “Kalian benar-benar akan melakukan itu?!!” Highmore mendekati Noir dengan nada tegas, lalu tiba-tiba menutup mulut. “Maksudku, aku sangat menghargai bantuan dari kalian, tapi ini akan jadi tugas yang berat. The Great Vesuvius bukan lawan biasa. Banyak kesatria yang coba membunuhnya, tapi tidak ada satu pun yang kembali.”

   “Tidak masalah. Kami adalah ahlinya pembasmian Slug. Kami cukup berpengalaman dalam menangani Slug,” sahut Garrick dengan percaya diri.

   “Garrick benar. Kami sangat berpengalaman dalam menangani Slug. Kami akan membantumu dan warga desa ini dari amukan slug raksasa!” Noir memperjelas ucapan Garrick.

   “B-baiklah. Kurasa aku tidak bisa meremehkan kalian dengan kemampuan kalian. Kalian telah menjadi perbincangan yang hangat di desa ini.” Highmore menutup bukunya. “Kita akan memulai perjalanan ke gunung esok pada dini hari.” Highmore pergi ke sudut ruangan untuk mengecek kertas lagi.

   Ketika hendak beranjak, Gladia membersihkan celananya dari kotoran debu dan kertas yang menempel. Mata violet-nya tidak sengaja melihat sebuah kertas dengan kalimat-kalimat aneh mirip mantra. Kemudian, Ia melihat kertas-kertas lain yang berserakan untuk menemukan kalimat seterusnya.

   “Sebelum kami pergi, bolehkah kami beristirahat dulu di rumahmu? Perjalanan ke rumahmu cukup melelahkan,” tanya Gladia.

   “Tentu. Duduklah di tempat yang kalian suka,” jawab Highmore dari ruang belakang.

Gladia menggunakan kesempatan ini untuk mencari lanjutan kalimat mirip mantra dari kertas yang Ia duduki. Akhirnya, gadis berambut pirang itu menemukannya dan sekarang dapat terbaca jelas. Gadis itu meniti setiap kata dalam bahasa kuno untuk menemukan maknanya. Matanya tiba-tiba terbelalak. Baru saja akan menyimpan kertas itu, tangan Gladia ditarik oleh Garrick.

   “Highmore, kami akan pulang untuk bersiap-siap!” seru Noir berpamitan.

   Tanpa menunggu balasan, mereka meninggalkan rumah untuk kembali ke penginapan. Gladia masih tidak percaya dengan temuannya. Ia juga ingat telah melihat beberapa gambar yang berhubungan dengan sihir pemanggilan yang pernah Ia pelajari. Sepertinya ada tujuan tersembunyi di balik peristiwa ini, menurut pikiran Gladia.

   ...

   Keesokan harinya, saat matahari belum menampakkan diri dari ufuk timur, Slug Hunter bersama Highmore telah melakukan perjalanan menuju gunung Vulture. Semua anggota telah memegang senjata masing-masing, berjaga-jaga jika ada serangan Slug. Highmore memegang peta menuju gunung, serta peta jalur pendakian yang telah Ia buat.

   Perjalanan telah menunjukkan tingkat bahaya yang terus meningkat semakin mendekati gunung. Slug dengan bentuk yang bervariasi mulai menyerang satu persatu. Bahkan, Slug Hunter sudah mandi darah. Perjalanan yang berbahaya pun berhenti di titik awal pendakian gunung.

   “Apakah ini jalurnya?” tanya Noir yang ragu. Jalur itu sudah tertutup oleh debu gunung.

   “Iya, debunya belum setebal ini sejak terakhir aku mendatanginya. Kita harus segera mendaki!” Highmore jalan lebih dulu melewati jalanan penuh debu vulkanis.

   Tanpa bertanya lagi, Slug Hunter mengikuti Highmore dengan keraguan di hati. Masalahnya, jalanan yang mereka lewati cukup berbahaya, dengan debu yang berterbangan dan bau belerang yang kuat.

   “Kuakui, Highmore adalah wanita yang hebat. Dia benar-benar berani melewati jalan berbahaya ini tanpa senjata apa pun,” komentar Dylan setelah menebas seekor Slug lava.

   “Kau benar.” Garrick menoleh ke Gladia. “Apa kau masih kuat berjalan? Kau lebih banyak diam selama perjalanan.”

   “Masih, dan aku memilih diam untuk menghemat napasku.” Gladia melangkah lebih cepat menghampiri Noir. “Noir, apakah kau yakin kita dapat mengalahkan The Great Vesuvius? Itu bukan Slug raksasa biasa.”

   “Kita tidak punya pilihan. Membiarkan makhluk raksasa itu tetap hidup akan membuat satu desa lenyap dalam sekejap. Lagi pula, itu adalah tugas kita untuk membasmi Slug yang mengganggu di dunia ini,” jawab Noir dengan yakin, tapi ada nada yang ragu.

   “Aku mengerti dengan tugas kita, tapi kurasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Highmore, melihat dari respons Highmore selama perbincangan kemarin.” Gladia berbisik ke Noir.

   “Jadi kau mulai menyadarinya, ya?” tanya Noir.

   “Hah, jadi kau sudah-“

   “Teman-teman, kita hampir tiba! Aku hanya bisa mengatakan, kalian harus menahan panas luar biasa yang mungkin akan menyengat kulit.” Highmore merogoh tas dan mengeluarkan sesuatu. “Gunakan ini di leher kalian!”

   Semua orang menerima sebuah syal biru dan langsung mengenakannya.

   “Apakah ini... Syal musim dingin?” tanya Gladia.

   “Iya, ini telah dilengkapi dengan mantra es. Itu akan menjaga suhu tubuh kalian selama di kawah,” jawab Highmore sembari mengintip dari batu besar, “Menunduklah, aku melihat banyak slug di kawah!”

   Benar saja, Noir melihat banyak Slug yang berkilauan bagai berlian di balik tebalnya kabut asap gunung. Pria itu menelan ludah sendiri. Ia tahu bahwa slug dengan warna yang berkilauan adalah slug yang beracun. Dalam keadaan seperti ini, hanya keberanian yang mungkin dapat menyelamatkan mereka darinya.

   “Apakah itu... Blackwater Slug? Bagaimana bisa slug seperti itu ada di gunung?” tanya Garrick yang ikut melihatnya.

   “Hanya ada satu cara untuk menjawabnya.” Dylan berjalan melewati batu besar dan menampakkan diri di hadapan para Slug. “Ayo kita membantai!” Pria itu langsung berlari dengan pedang di atas kepala.

   “Dylan, berhenti! Aarrgghh!!” Garrick mengejar Dylan.

   Noir juga mengejar Dylan yang telah penuh dengan hasrat untuk membunuh Slug. Dylan mulai mengayunkan pedang hingga mengenai banyak slug. Garrick coba melindungi Dylan dari jauh menggunakan panahnya, sedangkan Noir berusaha memberi perlindungan dari dekat. Setelah satu aksi gegabah dari Dylan, semua Blackwater Slug musnah.

   “Akhirnya, mereka semua ma- aduh!?” Noir memukul kepala Dylan dengan penuh amarah.

   “Berapa kali aku bilang, JANGAN GEGABAH!” seru Noir dengan wajah merah api.

   Dylan memegang kepala yang sakit. “Maaf, tapi aku hanya berusaha membantu. Setidaknya... semua slug di sini telah mati dan kita aman untuk bergerak.”

   “Tapi jika kau dalam bahaya dan kau takkan bisa menikmati minuman kesukaanmu, siapa yang mau disalahkan?” timpa Garrick.

   Belum selesai memarahi Dylan, dentuman keras bergema dari kawah gunung. Semua orang sontak memandang kawah yang mulai memuntahkan sedikit lava. Highmore mendekati kawah untuk melihat apa yang terjadi, tapi Noir menahannya.

   “Aku akan memasang pertahanan super kuat dari perisaiku. Semuanya, tetap memegang senjata!” perintah Noir yang langsung mengaktifkan sihir pertahanan yang melingkupi semua orang.

   Tanah mulai bergetar seperti gunung telah menunjukkan kekuatannya. Kabut asap mulai berubah jadi merah diikuti dengan peningkatan suhu kawah. Syal musim dingin yang digunakan tampaknya tak sanggup menahan panas ekstrim ini.

   Di tengah-tengah keadaan yang berbahaya, Highmore duduk dan merogoh tasnya lagi. Sebuah buku diambil dan wanita itu membuka lembar pertama. Mulutnya tampak bergerak kecil seperti sedang mengucap mantra. Fayette yang tidak sengaja melihat langsung mendekati Highmore. Melihat isi bukunya membuat gadis penyihir itu terkejut.

   “HIGHMORE, HENTIKAN!!!"

Terlambat, getaran semakin kuat dan lava-lava mulai menyebur dari tanah sekitar kawah. Auman diikuti geraman bergema kuat hingga ke langit. Noir memperkuat sihir pertahanan demi melindungi teman-teman. Mimpi buruk mereka pun terjadi.

   Makhluk raksasa mulai menampakkan diri. Seekor slug raksasa legendaris dengan kulit dari magma dan lubang-lubang di atas badan, serta diselimuti lava, merangkak dari dalam kawah. Geraman makhluk itu semakin menjadi. Slug Hunter tercengang melihat ini.

   Tidak seperti yang lainnya, Highmore justru senang dengan kehadiran makhluk itu.

   “Akhirnya, aku dapat membangkitkanmu! Sudah waktunya kita menghancurkan desa Vertmoor untuk membayar kesalahan mereka di masa lalu!”

   “Aku sudah menduga itu darimu!” seru Fayette, “Kau manfaatkan kami agar bisa menuju gunung dengan aman.”

   “Iya, itu juga bagian dari misiku untuk meratakan desa Vertmoor beserta seluruh dosa mereka di masa lalu,” jawab Highmore dengan senang, “Balas dendam itu sangat menyenangkan, kalian tahu?”

   “Seperti kata-kata tersirat yang kau tulis di surat laporan. Aku tak menyangka kau sebenci itu pada desamu,” balas Noir dengan nada yang tenang, “Tapi itu tidak akan bisa menipuku.”

   “Walaupun begitu, aku yakin Vesuvius akan menghancurkan mulutmu sebelum kau bisa mencapai balai desa,” jawab Highmore yang semakin sombong, “Kita lihat saja bagaimana menghentikan makhluk legendaris ini, wahai pemburu slug yang hebat!”

   Semua pandangan Slug Hunter tertuju pada ekor The Great Vesuvius yang mengayun ke arah Highmore yang berada di luar perisai. Dalam waktu singkat, Highmore tertebas ekor itu hingga hancur. Darahnya bahkan memuncrat ke tubuh Noir.

   Slug raksasa itu mulai mengamuk dan meluncurkan batuan panas dari lubang-lubang di tubuhnya. Perisai Noir mampu menahannya, tapi tidak akan bertahan lama. Garrick melontarkan anak panah terkuat ke tubuh Slug itu, tapi tidak menghasilkan kerusakan yang berarti.

   “Dylan, kau tahu harus melakukan apa, bukan?!” tanya Noir, “Katakan jika kau siap!”

   “Baik!” Dylan memasang ancang-ancang dengan pedang mengacung ke depan.

   Gladia memberi sihir penguatan pada tubuh dan pedang Dylan. Pria itu mengisi energi sebanyak-banyaknya ke pedang saktinya. The Great Vesuvius semakin murka dengan menghasilkan banyak serangan bola panas.

   Dylan semakin siap. Pedangnya telah terisi kekuatan penuh dari tenaganya. Tanpa pikir panjang, Dylan langsung melompat ke The Great Vesuvius untuk melancarkan serangan tusukan sinar emas. Cahaya dari pedang itu menyilaukan mata slug itu, dan akhirnya tertusuk tepat di kepala.

   Slug raksasa itu menggeram keras sekali dan meledak. Darah lavanya memuncrat ke mana-mana, mengotori pada Slug Hunter. Dylan mendarat dengan baik di tanah penuh cairan panas dari slug. Slug raksasa legendaris pun berhasil dihancurkan.

   “Akhirnya, kita berhasil!” sorak Dylan senang.

   “Syukurlah.” Gladia terduduk lemas. “Semua berakhir dengan baik.”

   “Fyuh, kerja bagus semuanya! Kita akan merayakan ini nanti setelah pulang,” ucap Noir, “Huh, sepertinya ini akan jadi laporan yang panjang.”

   “Bagaimana dengan Highmore?” tanya Garrick.

   Semua terdiam. Gladia dan Dylan saling berpandangan bingung, lalu menoleh ke Noir. Ketua mereka menatap tempat di mana Highmore tewas oleh slug raksasa itu. Ia juga mengusap darah si ahli gunung itu dan menempelkannya ke tanah penuh darah Slug.

   “Kita akan sebut ini kecelakaan. Ayo kita pulang!” Noir melangkah pulang bersama regunya. Kemenangan kali ini mungkin akan membekas dalam hati mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro