Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 4

"Kau tahu betapa pentingnya perlombaan ini untukku?"

Tanpa jawaban Jongin hanya mengangguk, menatap kekasihnya yang kini sibuk dengan setumpuk majalah, kertas, proposal dan laptop yang ada di atasnya.

"Dan kau juga tahu betapa berartinya karirku nanti jika aku menang."

Jongin mengangguk lagi. Sebenarnya atensinya hanya tertuju pada tumpukan yang ada di tangan Kyungsoo. Dengan tumpukan kertas sebanyak itu ditambah laptop yang berada di atasnya membuat gadis itu semakin kesulitan untuk berjalan.

Akhirnya Jongin menyimpan buku-bukunya yang sedari tadi ia pegang untuk disimpan di tumpukkan yang sama dengan Kyungsoo. Awalnya Kyungsoo sempat terhenyak karena berat beban yang tiba-tiba di bawanya tetapi matanya berubah membulat ketika Jongin mulai menarik tumpukan itu untuk berada dalam genggamannya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Kyungsoo ketika kini tumpukan berkasnya telah beralih di dalam genggaman Jongin.

"Ambil laptopmu!" titah Jongin tetapi Kyungsoo dengan cepat menggeleng.

"Tidak Jongin.. Berikan, bukankah kau ada kelas sekarang?" Kyungsoo berniat mengambil kembali bawaannya akan tetapi Jongin telah lebih dulu menghindar.

"Kau tidak ingin aku menjatuhkan laptopmu ini kan? Jadi ambil laptopmu dan aku akan mengantarkanmu ke perpustakaan."

Kyungsoo ingin menolak tetapi tatapan memerintah Jongin dengan cepat membuatnya bergidik. Mau tak mau akhirnya Kyungsoo mengambil buku yang sebelumnya di tumpukkan di atas laptopnya lantas mengambilnya ke dalam dekapannya sebelum akhirnya menyimpan kembali tumpukan buku Jongin pada tumpukan berkas miliknya.

"Maaf merepotkanmu," cicit Kyungsoo merasa tidak nyaman karena telah merepotkan Jongin.

Jongin berdecak membawa semua tumpukan kertas itu seolah itu hanya sebuah bantal yang ringan. "Aku kekasihmu, aku mana mungkin membiarkanmu berjalan dengan tumpukan ide gila ini."

Kyungsoo mendesis. "Itu bukan ide gila, ide jenius!" sahutnya penuh percaya diri.

"Ya.. Ya.. Ide jenius," ujar Jongin dengan sedikit malas. Kyungsoo lantas tersenyum, setelah mereka resmi menjadi sepasang kekasih, Jongin lah yang lebih sering mengalah. Padahal saat mereka masih berteman dulu Jongin adalah tipikal pria yang tidak ingin mengalah. Contohnya mereka akan berdebat selama satu jam hanya untuk membahas makanan apa yang akan mereka pesan untuk makan siang. Bicara tentang makan siang, tiba-tiba ia teringat akan satu hal.

"Euhmmm... Sepertinya nanti kita tidak bisa makan bersama." Jongin menoleh dan tiba-tiba Kyungsoo merasa bersalah. Sesibuk apapun mereka jika itu memang ada waktu mereka pasti akan menyempatkan diri untuk makan siang dan sekedar mengobrol. "Banyak sekali yang harus kusiapkan untuk beberapa minggu ini." Kyungsoo mendesah dengan lelah dan itu mampu membuat Jongin paham.

"Aku mengerti, tapi bagaimana kau makan nanti?"

"Aku membawa bekal." Kyungsoo menepuk tasnya lantas tersenyum ketika Jongin akhirnya membalas senyumannya mengerti.

"Jangan sampai melupakannya, okay?"

"Aku bukan anak kecil. Jangan mengingatkanku seperti aku adalah Rahee."

Jongin terkekeh ketika Kyungsoo mulai  merajuk dengan wajah yang begitu menggemaskan. Kyungsoo selalu mengingatkannya akan keponakan kesayangannya itu tetapi jelas, Kyungsoo-nya yang lebih manis.

"Kau selalu menjadi gadis kecilku," jawab Jongin dengan nada menggoda dan Kyungsoo hanya terkikik memukul bahu Jongin pelan.

"Sudah ayo cepat, aku tidak ingin kau ketinggalan kelas karena aku."

"Aku rela melakukan apapun demi kau."

"Perayu," dan disaat-saat itulah mereka akan tertawa bersama tanpa memperdulikan waktu yang singkat hanya sekedar berjalan bersama untuk mereka.

***

Kyungsoo meringis saat tangan itu menyentuh pergelangan tangannya. Jongin-si pemilik tangan itu-hanya bisa mengamati dalam diam. Baginya ekpresi Kyungsoo ini terlalu berlebihan padahal ia hanya ingin memeriksa denyut nadinya. Pada akhirnya Jongin benar-benar menekan jarinya sendiri pada letak nadi Kyungsoo membuat gadis itu seketika terhenyak.

"Apa yang kau lakukan!" Kyungsoo menyentak tangan Jongin lantas mengusap perlahan pergelangan tangan yang sempat ditekan oleh Jongin.

"Jangan manja, aku baru saja menyentuhmu dan kau sudah kesakitan? Bagaimana kalau-"

"Kau tidak tahu rasanya, ini benar-benar sakit," timpalnya lagi.

Jongin kini melipat kedua tangannya lantas menatap Kyungsoo dengan tenang.

"Aku hanya memeriksa nadimu."

"Dengan cara menekan lukaku? Apa pantas dirimu disebut dokter kali ini?" lirihnya sambil mengusap pergelangan tangan itu tanpa henti.

Jongin memerhatikannya sekilas lantas kembali menatap Kyungsoo.

"Tidak ada luka apapun di tanganmu."

Kyungsoo mendongak dan menyipitkan matanya tak percaya bahwa Jongin tidak mengetahui luka yang ada dalam pergelangan tangannya. Lantas Kyungsoo mengangkat pergelangan tangan kirinya tinggi-tinggi menunjukkan sebuah luka gores disana.

"Kau lihat ini? Dan kau mengatakan ini bukan luka?" Kyungsoo berdecak melihat ekspresi Jongin yang nampaknya benar-benar tidak tahu tentang ini. "Apa kau benar-benar lulus saat ujian akhir hah?" ejeknya lagi tetapi Jongin memilih untuk diam.

Lagi, Jongin memerhatikan luka gores yang tersembunyi dalam genggaman tangan Kyungsoo sendiri. Ia memang tidak tahu bahwa ada luka di pergelangan tangannya akan tetapi secara tidak langsung ia mengetahui penyebab timbulnya luka itu. Tentu saja.

"Kenapa kau menyalahkanku padahal luka itu dibuat olehmu sendiri?" ucap Jongin setelah ia terdiam cukup lama.

"A-apa?"

"Kau yang melepaskan jarum infus ditanganmu dan semua itu bukan karenaku, kau yang membuat lukamu sendiri."

Kyungsoo termangu untuk beberapa saat. Menyadari bahwa yang dikatakan Jongin ada benarnya juga, tetapi ia segera membuang pikiran itu lantas menatap Jongin santai meski wajahnya masih sangat keras menolak kehadiran pria ini.

"Nah karena kau sudah melakukan tugasmu, jadi dokter, bisakah kau keluar dari kamarku sekarang?"

Jongin mendengus dan lipatan tangannya kini beralih untuk menjejalkannya ke dalam saku jas dokternya.

"Sayangnya aku tidak ingin pergi begitu saja dari sini."

Wajah tenang Kyungsoo menghilang digantikan dengan ekpresi muak yang menggelikan bagi Jongin.

"Ayo.. Waktunya makan siang," ajak Jongin. "Karena dua hari kemarin aku sibuk jadi aku tidak bisa menemanimu. Selagi aku masih ada waktu aku akan mengantarkanmu ke kantin."

Kyungsoo segera membaringkan tubuhnya begitu saja. Makan siang bersama Jongin. Tidak, ia lebih memilih kelaparan daripada harus duduk bersama di satu meja dengan Jongin.

"Baekhyun akan datang dan membawa makanan. Aku akan makan setelah dia datang."

"Maaf mengecewakanmu tetapi Baekhyun sekretarismu itu baru saja menghubungiku dan mengatakan bahwa ia tengah sibuk dengan beberapa tugas yang kau berikan jadi dia yang menyuruhku untuk mengawasimu hingga sore hari nanti."

Kyungsoo langsung bungkam. Iya, sebenarnya ia tahu tentang hal itu. Setelah kejadian larangan untuk membawa peralatan kantornya kesini, Kyungsoo yang memerintahkan Baekhyun untuk menangani semua tugasnya di kantor. Selain itu ia juga tidak menampik bahwa Baekhyun benar-benar sibuk sehingga tidak dapat menemuinya untuk sekedar memberi makan siang saja. Tetapi dengan menyuruh Jongin utnuk mengawasinya, itu adalah kesalahan dan Kyungsoo tidak menerima itu.

"Aku tidak mau," jawab Kyungsoo ketus.

"Kau akan kelaparan."

"Aku tidak peduli."

"Dan perawat-perawat itu akan terus berusaha menjejali mulutmu dengan makanan rumah sakit."

Kyungsoo mendelik lantas bangun dari berbaringnya, ia menatap Jongin lekat-lekat.

"Kenapa selalu kau? Kenapa harus kau yang mengurusku? Kenapa harus kau yang ada disini? Aku muak dengan dirimu dan bisakah kau pergi dari hadapanku?" ucapnya dengan nada jengkel akan tetapi Jongin sama sekali tak bergeming dengan umpatan yang Kyungsoo berikan kepadanya.

"Sebenci itukah kau kepadaku?" tanya Jongin dengan lirih.

"Kau yang membuatku membenci dirimu bahkan membenci hidupku sendiri," bisik Kyungsoo dan Jongin masih bertahan untuk menatapnya dengan tenang. "Semuanya telah berubah Jongin, sudah berubah. Aku bukan wanita yang seperti dulu lagi.. Jangan menganggap bahwa aku adalah Kyungsoo yang sama seperti delapan tahun kemarin. Aku membenci itu semua."

Sebuah keheningan tercipta di antara mereka. Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat sebelum akhirnya Kyungsoo yang telah lebih dulu menghindari tatapannya.

"Kurasa kau sudah mengerti semuanya, jadi pergilah. Aku butuh isti-"

"Tidak, aku masih belum mengerti semuanya. Bahkan perubahanmu," potong Jongin tiba-tiba. "Lima tahun lalu kau mengatakan bahwa perasaanmu telah berubah, kau tidak mencintaiku lagi dan alasan itu tidak dapat diterima. Bagaimana bisa perasaanmu berubah begitu saja dan tiba-tiba kau bersikap sebenci ini kepadaku?"

Kyungsoo mendongak, baik, Jongin sudah banyak bicara saat ini. Ia kembali mencoba untuk bicara akan tetapi suara pintu kamarnya yang terbuka tiba-tiba membuat Kyungsoo maupun Jongin terkesiap. Apa mereka telah menganggu pasien lain dengan perdebatan mereka? Jongin dengan segera bersikap biasa saja seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka. Berbanding terbalik dengan keadaan Kyungsoo yang bahkan telah meneteskan air mata. Beruntung air mata ini tidak jatuh di hadapan Jongin sehingga pria itu tidak tahu dan Kyungsoo dapat menghapus jejak air matanya dengan cepat.

Tetapi keadaan itu berubah menjadi sebuah kecanggunagan ketika si pelaku pembukaan pintu itu masuk dengan tentangnya. Dia Oh sehun, seperti biasa dia tersenyum menyapa dan dari ekpresi yang di tunjukkannya Jongin yakin bahwa pria itu tidak tahu apa-apa tentang perdebatannya dengan Kyungsoo beberapa saat yang lalu.

Sehun dengan sopan memberi salam kepada Jongin lantas segera beralih menatap Kyungsoo dengan sebuah kehangatan yang lagi-lagi membuat Jongin hanya bisa diam dalam kecemburuannya.

"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Sehun yang langsung berjalan mendekati Kyungsoo.

"Baik," balas Kyungsoo singkat. Sedikit ia melirik keberadaan Jongin yang masih diam menatapnya dengan lekat dan hal itu mampu membuat jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Entah kenapa tetapi kehadiran Sehun lebih membuat mereka berdua jauh terasa caggung dari biasanya.

"Aku menyempatkan diri untuk datang menemanimu makan siang. Baekhyun mengatakan dia sangat sibuk hingga tidak bisa menyempatkan diri ke rumah sakit, jadi karena itu aku datang." 

Kyungsoo masih diam. Sebenarnya ia tengah dalam kondisi untuk malas melakukan apa-apa. Termasuk mengisi perutnya. Setelah Jongin kini Sehun. Ia merasa tidak enak jika harus menolak ajakan Sehun yang bahkan telah jauh-jauh menyempatkan waktunya hanya sekedar untuk menemaninya makan siang. Akan tetapi Kyungsoo benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapapun kali ini.

"Kebetulan ini adalah waktunya nona Kyungsoo unutk makan siang, dia masih belum mengisi perutnya sejak tadi pagi."

Kyungsoo mendongak dan menemukan Jongin yang kembali bersikap tenang seolah tidak ada perdebatan atau ketegangan apapun di antara mereka. Ia masih diam dengan perangai ramahnya sebagai seorang dokter.

"Benarkah ituu?" Sehun menoleh ke arah Jongin lantas menatap Kyungsoo dengan tatapan terkejut. 

Sebenarnya Kyungsoo ingin mengutuk Jongin kali ini tetapi karena ada sehun disini, ia lebih memilih menundukkan wajahnya. Dan gerakan itu lebih nampak seperti seorang anak yang ketahuan tidak menghabiskan makanan yang telah diberikannya. Ia begitu sangat terpojok.

"Kalau begitu tunggu apalagi, kita makan.. oke?" 

Kyungsoo membuka suaranya dengan lirih. "Aku hanya.. ya.. sedang kelelahan."

"Itu karena anda belum mengisi perut anda. Anda membutuhkan energi untuk bisa sembuh, nona."

Kyungsoo lagi-lagi melemparkan tatapan tajam kepada Jongin. Akan tetapi anggukan yang diberikan Sehun membuat apapun yang akan diucapkan Kyungsoo akan berakhir sia-sia saja. Ia tida bisa melawan.

"Dokter Kim benar, kau harus makan," tatapannya kini beralih kepada Jongin dengan sama hangatnya seperti sebelumnya. "Apa anda tidak keberatan untuk makan siang bersama kami, dokter?"

Kyungsoo membulatkan matanya. Makan siang bersama Jongin. Tidak, ia tidak akan setuju akan tetapi ucapannya telah lebih dulu dipotong oleh Jongin yang malah memberikan senyuman penuh semangat.

"Tentu, terima kasih telah mengajak saya."

Dan Kyungsoo merasa kehidupannya akan benar-benar berakhir jika Jongin saja tidak bisa menjauh satu meterpun dari hadapannya bahkan hidupnya.

***

Kyungsooo terbiasa berbicara panjang lebar jika itu menyangkut tentang pekerjaannya. Terlebih dengan Sehun, dia adalah rekan kerja yang sangat kompeten bagi Kyungsoo. Banyak ide luar biasa telah diciptakan mereka bersama. Sehun adalah seorang lulusan mahasiswa desain grafis namun pemikirannya yang terbuka dan sangat luas membuat Kyungsoo tidak ragu menjadikannya kepala departemen kreatif di Cloud 9.

Meskipun saat ini mereka masih membahas tentang acara New York fashion week yang akan segera diselenggarakan, akan tetapi kehadiran Jongin di meja yang sama dengannya membuat Kyungsoo merasa aneh kepada dirinya sendiri. Tidak, seharusnya ia tidak perlu merasakan hal ini. Meskipun dulu ia lebih sering berbagi idenya dengan Jongin, tetapi semua itu tetaplah menjadi masa lalu. Sehun adalah sosok yang sempurna untuk menerima semua idenya, berbeda dengan Jongin yang terkadang hanya menanggapi sekenanya saja. Dan semua itu sama sekali tidak berubah hingga sekarang. Jongin lebih sering menundukkan wajahnya dibandingkan untuk mencermati percakapan yang tengah dilakukan Sehun dan Kyungsoo. Jelas dari ekpresinya Jongin sama sekali tidak menikmati ini tetapi Kyungsoo bahkan tidak peduli akan hal itu.

Barulah setelah perbincangan tentang project mereka selesai, Jongin baru menengadahkan wajahnya lantas tersenyum seolah menikmati perbincangan yang telah dilakukan Kyungsoo maupun Sehun. Kyungsoo sempat melirik Jongin yang duduk berhadapan dengannya dan hal itu justru menjadi sebuah kesalahan karena saat itu juga Jongin menatapnya dengan sebuah tatapan mengejek. Entah apa maksudnya tetapi Kyungsoo yakin ada sesuatu yang tengah Jongin sembunyikan kali ini.

Dibandingkan untuk mencoba mencari tahu apa yang ada dalam pikiran Kim Jongin, Kyungsoo lebih memilih untuk menikmati sup yang tengah disantapnya.

"Ah Ya.. Dokter, bisa anda merekomendasikan sebuah Universitas kepada saya?"

Kyungsoo menengadahkan wajahnya untuk menatap Sehun, begitupun dengan Jongin yang sama melirik pria itu dengan sebuah kerutan di keningnya. Sehun hanya tersenyum sekilas lantas balas menatap Kyungsoo.

"Yunji, dia ingin masuk ke sekolah kedokteran," lanjut Sehun yang dibalas sebuah anggukan oleh Kyungsoo. Ya, dia kenal Yunji, adik perempuan Sehun yang sangat disayanginya. Setelah mengatakan hal itu lantas Sehun kembali menatap Jongin untuk menunggu Jongin menanggapi pernyataannya. "Dia kelas dua belas sekarang dan saya menginginkan dia untuk memasuki sekolah tinggi kedokteran lokal, akan lebih baik jika kampusnya tidak terlalu jauh dari Seoul."

"Banyak sekali universitas yang hebat di Seoul," balas Jongin dengan santai.

Sehun mengangguk, "itu benar, saya hanya membutuhkan saran yang tepat. shhh... saya benar-benar tidak paham dengan standar sekolah kedokteran," bisiknya seraya menggeleng lantas kembali menatap Jongin dengan ramah. "Karena kebetulan saya mengenal anda Dokter Kim, mungkin anda dapat merekomendasikan satu standar sekolah tinggi kedokteran di Korea. Saya tidak membutuhkan universitas bergengsi tetapi saya hanya ingin Yunji beajar dengan baik di tempat yang tepat."

Jongin terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya ia tersenyum dan balas menatap sehun "KAIST University adalah sekolah terbaik."

Kyungsoo menengadahkan wajahnya menatap Jongin dengan tatapan tidak percaya.

"KAIST? Apa KAIST memiliki fakultas kedokteran juga?" tanyanya bingung lantas ia melirik Kyungsoo. "Bukankah kau lulusan universitas itu?"

Kyungsoo berdeham untuk menjawab pertanyaan tak terduga Sehun namun Jongin telah lebih dulu mendahuluinya bicara seraya menatap Kyungsoo dengan tenang, sama seperti biasanya.

"Kebetulan saya mengenal Kyungsoo, kami sekolah di Universitas yang sama," Kyungsoo memicingkan tatapannya tak suka tetapi Jongin seperti tidak terpengaruh sedikitpun akan tatapan membenci itu. Sebaliknya ia lebih menunjukkan ketenangannya kepada Sehun yang nampak mulai berminat dengan ceritanya.

"Apa kalian cukup dekat?" tanya Sehun membuat Kyungsoo tanpa sadar meringis karena pertanyaan yang tidak masuk akal itu.

"Kami pernah menjadi teman, dan aku menyukainya," Kyungsoo membulatkan matanya terkejut begitupun dengan Sehun yang kini memicingkan matanya kepada Jongin. Untuk sekian detik mereka saling terdiam satu sama lain namun setelah keheningan itu menguras seluruh pikiran Kyungsoo, Jongin kembali melanjutkan ucapannya. "Kyungsoo adalah orang yang sangat terkenal di KAIST. Semua orang menyukainya dan menjadi salah satu teman dari Kyungsoo adalah hal yang paling luar biasa. Itulah alasannya kenapa aku menyukainya."

Kyungsoo kembali menemukan Jongin yang sekilas tersenyum kepadanya. Kyungsoo ingin mengutuk, apa sebenarnya maksud Jongin dengan mengatakan hal itu? Rasanya Kyungsoo ingin sekali beranjak dari kursinya saat ini dan berlari meninggalkan kedua pria ini. Sialnya, hanya jika ia bisa. Tentu saja, kakinya tidak akan semudah itu membawanya pergi dari situasi yang semakin membuatnya sangat canggung.

"Wow," balas Sehun dengan sumringah lantas melirik Kyungsoo yang hanya bisa tersenyum canggung. "Aku tidak percaya kau begitu sangat terkenal di kampus."

"Tidak cukup special," balas Kyungsoo merasa tak nyaman dengan obrolan ini.

"Kyungsoo sangat special, tidak ada dia di KAIST maka tidak ada mode setiap pekannya. Kyungsoo seperti yah... nyawa untuk KAIST agar tidak terkesan membosankan," lanjut Jongin dengan senyuman yang penuh percaya diri. Berbeda dengan Kyungsoo yang bahkan secara tidak langsung merasa tersindir akan ucapan Jongin.

"Saya masih tidak percaya bahwa ternyata kalian pernah berteman saat di kampus," tawa Sehun yang lantas bersedekap menyila tangannya di atas meja dan mengamati Jongin seolah dia adalah pencerita yang handal saat ini. "Katakan kepada saya tentang kebiasaan Kyungsoo yang tidak saya tahu saat dia di KAIST?"

"Banyak sekali dan mungkin salah satunya adalah dia terbiasa membawa bekal dengan alasan bahwa ia terlalu sibuk dengan tugasnya. Akan tetapi bekal itu akan dia bawa kembali dengan keadaan yang utuh. Dia juga akan mengatakan alasan yang sama bahwa ia sangat sibuk hingga tidak bisa menyentuh makan siangnya, setelah itu ia akan memilih memakan makanan cepat saji dan meninggalkan makanan bekalnya sendiri dengan basi."

Kyungsoo hampir tersedak oleh supnya sendiri mendengar cerita Jongin yang masih mengingat kebiasaannya yang buruk itu. Sehun lantas meliriknya dan memberikan sebuah tatapan sinis. "Kau bisa membuang-buang makanan seperti itu? Sangat tidak baik."

"Itu terpaksa, aku mana mungkin memakan makanan yang sudah basi juga," protes Kyungsoo membela diri karena ia tidak ingin disalahkan. Kyungsoo kembali menatap tajam Kai menyuruhnya untuk berhenti bercerita akan tetapi sepertinya akan sulit membuat pria ini diam selagi Sehun masih terus bertanya tentang dirinya saat di kampus.

Dan itu bukan hanya satu cerita atau dua cerita yang Jongin bagi kepada Sehun. Kyungsoo merasa itu sangat berlebihan dan ia mulai tidak nyaman dengan arah pembicaraan yang menyangkut tentang masa lalunya dengan Jongin. Meskipun Jongin tidak menyangkut pautkan hubungannya dengan Kyungsoo di masa lalu dan mengatakan bahwa mereka hanya teman saja tetapi Kyungsoo tidak yakin apakah semua kisah yang Jongin ceritakan tidak sedikit saja menarik perhatian Sehun akan hubungan mereka yang sebenarnya. Kyungsoo merasa was-was dan setiap menitnya Kyungsoo menunggu, berusaha, bersiap, jika sampai Jongin berbicara terlalu berlebihan saat itu juga Kyungsoo bersumpah akan pergi meninggalkan rumah sakit ini dan meninggalkan Jongin. Peduli apa dia dengan kesehatannya lagipula Kyungsoo masih yakin bahwa seratus persen dirinya sangat sehat.

Ini sudah terlalu lama, dan sudah terlalu berlebihan. Sebelum Jongin mulai menceritakan kisah yang sama sekali tidak ingin diingatnya kembali, Kyungsoo memutuskan untuk menghentikan acara mengobrol kedua pria itu lantas menarik perhatian Sehun dengan serius.

"Sudah waktunya bekerja, kau harus kembali."

Sehun mengernyit untuk beberapa saat sebelum ia melirik jam tangannya. Ia berdesis lantas kembali menatap Kyungsoo dengan menyesal. "Aku terlalu asyik mendengar cerita tentangmu sehingga aku lupa waktuku sendiri."

"Ya, sudah kebiasaanmu," balas Kyungsoo memaklumi meskipun ia tidak dapat menyembunyikan dirinya sendiri bahwa ia cukup kesal karena Sehun masih tetap bertahan untuk mendnegarkan cerita Jongin dibandingkan melanjutkan pekerjaannya.

"Kalau begitu aku akan mengantarmu kembali ke kamar, oke?"

Kyungsoo hendak menyetujui ajakan Sehun akan tetapi lagi-lagi Jongin menggaalkan semua itu. Kyungsoo mengulum bibirnya menahan diri untuk tidak mengumpat dan lebih memilih menatap Jongin dengan tatapan kenapa.

"Saya yang akan mengantar nona Kyungsoo kembali ke kamaenya, anda tidak perlu khawatir," sahut Jongin dengan tenang.

"Apa itu tidak merepotkan anda, Dokter?"

"Tentu tidak," Jongin tersenyum lantas menatap Sehun dengan bersungguh-sungguh. "Kyungsoo adalah pasien saya, dia adalah tanggung jawab saya."

Sehun mengangguk mengerti lantas menatap Kyungsoo dengan tatapan bersalah. "Maafkan aku karena tidak bisa mengantarmu, masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan dan sepertinya kau tidak ingin aku membuang-buang waktu tentang pekerjaan itu kan."

"Bekerjalah dengan baik, aku akan menunggu laporanmu."

Sehun kembali menganggukkan wajahnya yang dibalas oleh sebuah senyuman dari bibir Kyungsoo. Pria itu beranjak dari tempat duduknya dan menarik Kyungsoo ke dalam sebuah pelukan ringan. Jongin masih di tempat duduknya, menatapnya dan memerhatikannya akan tetapi baik Sehun maupun Kyungsoo tidak menyadari akan tatapan kecemburuan itu. Sebaliknya setelah Sehun melepaskan pelukannya dari Kyungsoo, pria itu berbalik dan memberi salam kepada Jongin untuk pamit. Jongin hanya membalasnya dengan sebuah anggukan sebelum akhirnya Sehun pergi meninggalkan mereka berdua. Hanya Kyungsoo dan Jongin dan sekali lagi, keheningan yang selalu menegangkan mereka.

"Aku penasaran," ucap Jongin tiba-tiba ketika Kyungsoo hendak beranjak dari tempat duduknya. "Ada hubungan apa kau dengan Sehun, apa kalian benar-benar hanya sebatas rekan kerja?"

Kyungsoo menatap Jongin dalam diam. ia menumpu tubuhnya pada tongkat yang ada dalam tangannya dan hanya bisa berbalik untuk menghindari tatatpan penasaran Jongin.

"Kyungsoo, aku bertanya." Jongin ikut beranjak dan melangkah menyusul Kyungsoo ketika wanita itu mulai berjalan tertatih untuk kembali ke kamarnya

"Hanya satu jawaban, aku tida ingin menjawabnya."

"Itu mengecewakanku,"

"Kenapa? Karena aku begitu sangat serasi bersama Sehun?" Kyungsoo menoleh ke arah Jongin yang kini telah berjalan dibsampingnya dan Kyungsoo hanya bisa mendnlengus ketika Jongin malah balik tersenyum sinis.

"Jika dia jadi kekasihmu, dia adalah pria yang tidak cocok."

Kyungsoo memutar bola matanya. "Dia tampan, pintar dan mapan. Aku menyukainya, apa ada alasan lain untuk menolak pria sempurna seperti dirinya?"

"Tentu ada," meskipun Kyungsoo sedang tidak berminat dengan perbincangan ini tetapi matanya melirik Jongin. Menunggu apa yang akan pria itu jawab. "Dia tidak mengenalmu."

"Dia sangat mengenalku," ucap Kyungsoo gigih.

"Tidak, tidak seperti bagaimana aku mengenalmu." Kyungsoo menatap Jongin dalam diam untuk beberapa saat dan Jongin kini bertahan dengan mode tenangnya yang biasa ia tunjukkan setiap saat. Tidak ada lagi perbincangan yang terjadi diantara mereka hingga akhirnya mereka dapat mencapai pintu lift yang akan membawanya ke lantai kamar Kyungsoo.

Ada sebuah kecanggungan yang entah kenapa membuat Kyungsoo sendiri ragu hanya untuk bergerak. Jongin masih diam dan Kyungsoo tidak tahu cara yang tepat untuk mekpresikan perasaannya saat ini. Apa yang Jongin katakan adalah sebuah kalimat sederhana, tentu saja. Tetapi kenapa ia harus merasa salah tingkah ketika Jongin memilih diam. Bukankah ini sejak awal yang ia inginkan agar Jongin diam dan tidak banyak bicara, terlebih memperbincangankan masa lalunya. Akan tetapi kali ini terasa berbeda.

Pintu lift terbuka dan Kyugsoo berusaha untuk melangkah dengan tongkatnya tanpa tersandung, tetapi hal yang tidak terduga membuat sengatan asing di dalam tubuhnya bergetar. Jongin menggenggam siku tangannya membantu Kyungsoo untuk melangkah memasuki lift. Itu adalah sentuhan sederhana tetapi hasilnya membuat Kyungsoo kebingungan setengah mati karena ia tidak tahu caranya berdiri dengan benar ketika lift mulai bergerak naik. Ada perasaan tak asing ketika Kyungsoo hendak terbebas dari pikirannnya dan hal itu menyadarkannya pada sebuah kenyataan bahwa kini ia telah membalas genggaman Jongin pada sikunya untuk bisa menyeimbangkan tubuhnya untuk berdiri. Saat itu juga Kyungsoo buru-buru melepaskannya dan bersikap tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka.

Ketika pintu lift terbuka dengan tangan Jongin yang masih menahan sikunya, Jongin membantu Kyungsoo untuk melangkah keluar lantas melepaskannya ketika Kyungsoo telah benar-benar berdiri dengan benar. Kyungsoo merasakan sebuah kehilangan untuk sekian detik ketika pegangan itu terlepas dan ia melirik Jongin yang telah kembali memasuki lift begitu saja.

"Masih ada pasien yang harus ku tangani," ucap Jongin seolah mengerti dengan kebingungan yang tengah Kyungsoo tunjukkan kepadanya.

Sadar dengan apa yang dipikirkannya, Kyungoo lantas memalingkan muka bersikap tidak peduli namun sialnya suara Jongin kembali menahan langkahnya untuk pergi.

"Kau masih ingat apa yang terbiasa kita ucapkan ketika kita berpisah?" tanya Jongin.

Kyungsoo diam, ia mengatupkan bibirnya rapat. Ia mengingatnya, masih sangat mengingatnya dan Kyungsoo berusaha sekeras mungkin unuk tidak bebicara apalagi berbalik hanya untuk menatap Jongin kembali.

"Kita akan bertemu kembali karena aku selalu merindukanmu."

Jantung Kyungsoo langsung berdebar merespon ucapan tidak terduga itu. Kyungsoo memejamkan matanya semakin rapat. Tidak, tidak akan pernah terjadi lagi dan jangan katakan hal yang sama seperti itu seolah mereka baik-baik saja.

Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki masa lalu Jongin, kau tidak tahu itu.

***

P.s KAIST University: Korea Advanced Institute of Science and Technology

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro