Day 3
Kyungsoo mencoba menebak apa kiranya yang dipikirkan Jongin saat ini. Selama perjalanan Jongin sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun. Dibandingkan mengobrol seperti biasanya, pria itu lebih memilih menyandarkan kepalanya pada jendela bus dan menatap keluar seolah keadaan di luar sana jauh lebih baik dari pada berbicara.
Kyungsoo berdeham mencoba menarik perhatian pria itu tapi tetap saja Jongin sama sekali tidak meliriknya. Apa Kyungsoo melakukan kesalahan? Kyungsoo mengakui ia memang terlambat beberapa menit karna dosennya meminta Kyungsoo dan beberapa mahasiswa lainnya untuk mengikuti kelas tambahan. Kini Kyungsoo menyesal telah membuat Jongin menunggu tetapi dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan ketika Kyungsoo harus membuat pria itu menunggu berjam-jam lamanya sampai Kyungsoo menyelesaikan kuisnya.
"Apa ada masalah?" tanya Kyungsoo hati-hati tapi pria itu tak menjawabnya. Kyungsoo mendesah bahkan menarik napasnya dalam. "Atau kau marah kepadaku?"
"Aku tidak marah," jawabnya dengan ketus atau lebih terdengar seperti merajuk. Entahlah tetapi dari nada bicara Kyungsoo tahu Jongin tengah menyembunyikan sesuatu darinya saat ini.
"Lalu apa yang telah kulakukan?" tanya Kyungsoo menarik bahu Jongin agar beralih menatapnya.
"Apanya yang apa kau lakukan?" tanya Jongin balik.
"Ya apanya yang apa kulakukan kepadamu?"
"Maksudmu apanya apa?"
"Apanya apa itu--Kim Jongin, bisakah kau sedikit serius saat ini? Dan hentikan perdebatan konyol ini," ucap Kyungsoo kesal.
"Kau membuat kita menjadi bahan perhatian orang. Kau membuatku malu," bisik Jongin mengalihkan perhatiannya kembali ke luar.
Tentu saja ucapan Jongin itu mampu membuang kecemasannya akan sikap Jongin dan beralih menjadi sebuah amarah yang meluap. Peduli apa dengan orang-orang, mereka saja tidak tahu malu menonton dirinya dengan Jongin berdebat.
"Kim Jongin, aku serius. Ada masalah apa aku padamu heh?"
Jongin meliriknya dari balik bahu. "Kau ingin aku mengatakannya?" Dia menaikkan satu alisnya seolah mencari keyakinan apa Kyungsoo mau mendengarnya atau tidak.
"Ya," jawab Kyungsoo dengan mantap. "Kau selalu jujur padaku jadi sekarang katakanlah,"
"Baiklah kalau kau ingin jujur."
Jongin membenarkan posisi duduknya untuk lebih tegak. Tidak lagi memunggungi Kyungsoo dan matanya menatap Kyungsoo dengan sungguh-sungguh. Kyungsoo menunggunya dengan penuh antisipasi dan Kyungsoo mulai merasakan gelagat aneh Jongin saat ini.
"Sebenarnya, aku cemburu." Ada sedikit jeda dari ucapannya tapi itu tidak menyurutkan niat Jongin melanjutkan ucapannya. "Aku cemburu melihat kau bersama Junmyeon tadi.. Maksudku saat kalian berdua makan siang bersama."
Ada keheningan yang terjadi di antara mereka setelah Jongin mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya saat ini. Jongin berpikir Kyungsoo akan menanggapinya dengan serius tetapi dugaannya salah. Suara tawa tiba-tiba meledak dan satu-satunya tawa itu berasal dari seorang Do Kyungsoo.
"Kau.. tertawa?" Jongin mengernyit tak suka.
"Haha.. Ya Tuhan Kim Jongin.. Junmyeon adalah seniorku yang akan membimbingku untuk perlombaan nanti. Haha.. Kau lucu sekali."
"Apa maksudnya yang lucu?" Jongin tak terima ditambah ketika Kyungsoo menyeka air matanya. Apa selucu itu perasaan cemburunya?
"Kau.. Dan cemburumu itu. Hahah.. Bagaimana bisa kau cemburu kepada Junmyeon. Hey.. Jongin, bahkan kita bukan kekasih." Kyungsoo masih tertawa dengan keras. Ia benar-benar tidak peduli bahwa suara tawanya akan mengganggu penumpang bus lainnya. Tetapi Jongin bersikap sebaliknya, ia jengah.
"Kalau begitu kita jadi sepasang kekasih saja," ucapnya yang langsung menghentikan tawa Kyungsoo seketika. Mulut Kyungsoo terbuka seolah ia akan mengucapkan sepatah kata tetapi Jongin segera melanjutkan ucapannya dengan tatapan serius.
"Kau.. Aku.. Kekasih. Do Kyungsoo.. Aku benar-benar menyukaimu, dan aku sudah tahu bahwa kau juga menyukaiku."
***
Ini masih pukul delapan pagi dan Jongin merasa ini terlalu pagi bagi seseorang yang harusnya menjenguk pada jam besuk pukul satu siang nanti. Ada perasaan lain yang membuat Jongin menahan dirinya sendiri untuk langsung memasuki kamar Kyungsoo. Bagaimana tidak, sebelum sempat ia membuka gagang pintu, tatapannya sudah teralih menatap seorang pria dengan setelan jas rapihnya berada di dalam sana.
Untuk sejenak Jongin membatu, sudah lama rasanya ia tidak melihat senyum Kyungsoo selebar itu; terakhir kali ia melihat Kyungsoo tersenyum adalah lima tahun yang lalu sebelum akhirnya menghilang sejak hubungan mereka berakhir lantas pergi meninggalkannya tanpa alasan yang membuat Jongin yakin bahwa Kyungsoo benar-benar membencinya.
Hingga sampai hari ini pun Jongin tidak lagi mendapatkan senyuman dari wanita itu. Setidaknya disini, dengan cara yang pengecut ini dia bisa melihat senyuman Kyungsoo meski itu karena pria lain yang masih berdiri disamping ranjangnya.
Jongin berdeham mencoba menghilangkan perasaan masa lalunya lantas membuka pintu, dengan tenang melangkah saat pria-yang-tidak-dikenal-itu menatapnya lantas memberi salam dengan ramah. Berbeda dengan Kyungsoo yang hanya diam meski ia sedikit menyunggingkan senyumnya demi sebuah bentuk kesopanan. Entah kepada Jongin atau kepada pria yang berdiri di samping ranjangnya.
"Aku mendengar ada tamu yang menjenguk nona Kyungsoo, maka dari itu saya kesini," Jongin membuka suaranya setelah ia berdiri berhadapan dengan pria itu. "Sekaligus memastikan bahwa dia baik-baik saja." Tatapan Jongin melekat kepada Kyungsoo namun wanita itu dengan cepat memalingkan wajahnya seketika.
"Saya rasa, dia nampak sehat sekarang."
Jongin kini melarikan tatapannya kepada pria bersetelan rapih di hadapannya. Mata pria itu menatap dengan lembut kepada Kyungsoo dan Jongin dapat memastikan bahwa senyum itu bukan berarti dalam artian kelegaan sebenarnya. Terdapat sebuah senyuman yang mengartikan sebuah kedekatan yang hangat di antara mereka.
Mencoba menjauhkan pemikiran itu lantas Jongin ikut melirik Kyungsoo dimana wanita itu ikut melemparkan senyuman yang sama kepada si pria. Pertanyaan di benak Jongin seolah ingin meledak sekarang juga; siapa dia?
"Ah ya, saya belum sempat memperkenalkan diri." Pria itu menegakkan tubuhnya dan mengeluarkan telapak tangan yang tadi berada di dalam saku lantas mengarahkannya kepada Jongin saat ini. "Oh Sehun."
Pria itu tersenyum dan ramah. Meskipun Jongin sedikit menyembunyikan kegeraman bodohnya, pada akhirnya ia membalas jabatan tangan itu. "Kim Jongin, Dokter yang menangani Kyungsoo selama masa perawatan." Dalam diri Jongin ingin sekali dirinya mengatakan hal yang lebih penting antara dirinya dan Kyungsoo yang bukan hanya hubungan antara pasien-dan-dokter-saja. Tetapi Jongin memilih menahan semua itu dan mengatupkan rahangnya rapat.
"Aku khawatir dengan kondisinya, apa dia benar-benar baik-baik saja, Dokter?"
"Aku sudah mengatakan aku baik-baik saja," Kyungsoo membuka suaranya. Jongin mengira ia tidak akan pernah mendengar Kyungsoo bebricara karena kehadiarannnya tetapi hal lainnya membuat Jongin terkejut. Bagaimana nada suara yang dilontarkan Kyungsoo kepada pria bernama Oh Sehun itu lebih terdengar halus dan lembut. "Aku hanya menjalani perawatan saja." Tatapan Kyungsoo beralih kepada Jongin seolah mengatakan bahwa ia bukanlah wanita berpenyakitan.
"Ya, dia sehat. Hanya butuh istirahat," lanjut Jongin.
"Dan bagaimana tentang jantung itu?"
Sehun masih belum bisa sepenuhnya lega. Jongin menatap Kyungsoo mencoba menebak apa kiranya yang harus ia katakan. Mengatakan hal sebenarnya atau malah mengatakan hal lain dengan bicara bahwa Kyungsoo terkena serangan jantung. Tatapannya beralih pada kaki Kyungsoo saat ini. Mungkin Sehun sudah tahu tentang kaki Kyungsoo yang mengalami cidera ringan, tetapi itu tidak berarti apa-apa dibandingkan penyakit jantung. Tentu saja.
"Dia baik-baik saja." Tanpa tahu apa yang harus diucapkannya, Jongin hanya bisa mengucapkan kata monoton; selalu ia ucapkan kepada orang-orang yang sedang mengkhawatirkan orang yang disayanginya, disayangi-pria itu.
Sebuah helaan napas lega menarik kembali perhatian Jongin menatap Sehun. Pria itu kembali tersenyum dan melemparkan tatapannya menatap Kyungsoo penuh kelegaan.
"Aku ingin dia pulih dengan cepat, dia harus banyak istirahat bukan?"
Jongin yakin pertanyaan Sehun lebih tertuju kepadanya tetapi tatapannya yang tidak pernah lepas dari Kyungsoo mengatakan hal lain. Secara tidak langsung Sehun memberi ingatan kepada Kyungsoo agar wanita itu harus memanfaatkan waktunya untuk beristirahat.
"Nona Kyungsoo ada dalam pengawasan kami." Jongin sengaja menggunakan kata kami sebagai kata meyakinkan bahwa mereka akan membuat Kyungsoo tenang dalam masa perawatannya. Meski pada kenyataannya Jongin sekali mengatakan kata aku untuk mengklaim bahwa hanya dialah yang berhak menangani Kyungsoo hingga dia pulih kembali.
"Terima kasih atas bantuan anda, dokter." Jongin mengangguk membalas ucapan Sehun, meskipun begitu pria itu tetap menunjukkan senyumannya kepada Kyungsoo bukan kepada Dokter yang ada di hadapannya.
"Sepertinya aku harus segera berangkat," Sehun melirik jam tangan yang dikenakan di pergelangan tangan kirinya lantas kembali menjejalkan telapak tanganya ke dalam saku celana. "Hanya itu yang bisa kulaporkan tetapi aku bisa mengatasinya. Jangan terlalu banyak memikirkan tentang pekerjaanmu, aku akan membantumu. Jadi lebih baik kau beristirahat disini," ingat Sehun.
"Aku tidak yakin hanya bisa diam dan berbaring saja disini lalu membiarkanmu menangani semua pekerjaanku," keluh Kyungsoo dengan nada khawatir dan setitik rasa iri muncul dari diri Jongin. Seharusnya perhatian itu tertuju kepadanya, sejak dulu.
"Itu mudah, anggap saja sebuah pekerjaan lembur." Sehun tersenyum dengan hangat lantas mengusap bahu Kyungsoo seolah menenangkannya. Kontak tubuh itu tentu saja tidak luput dari perhatian Jongin yang masih berada dalam ruangan yang sama dengan mereka. Dibandingkan melarikan tatapannya, Jongin memilih tersenyum seolah ia menikmati adegan romantis picisan yang selalu ia lihat sepanjang waktu-terkadang.
"Terima kasih, tapi aku akan tetap melanjutkan pekerjaanku Sehun, jadi jangan menghalangiku."
Sehun terkekeh, terdengar suara tawanya yang begitu renyah dan pada akhirnya pria itu mengangguk lantas mengambil tas kerjanya yang sebelumnya tersimpan di bawah meja nakas.
"Kalau begitu aku pamit." Kyungsoo tersenyum dengan sebuah anggukan sebelum akhirnya Sehun menatap Jongin yang masih berdiri di tempat yang sama. "Sebelumnya aku minta maaf karena aku tahu ini bukanlah jam besuk, hanya saja aku terlalu sibuk di kantor sepanjang hari dan tidak yakin bahwa waktu makan siang cukup untuk membesuknya jadi aku memilih membesuknya sebelum aku berangkat."
"Tidak masalah," balas Jongin berusaha membuat suaranya sendiri agar tidak terdengar jengkel.
Sehun kembali menjabat tangan Jongin. "Terima kasih. Semoga kita bisa bertemu lagi."
"Ya, sama-sama." Jongin balas menjabat tangan pria itu sebelum akhirnya Sehun pergi melangkah menjauh meninggalkan mereka. Dan lagi, senyuman itu bahkan masih terukir di wajahnya bahkan beberapa saat sebelum pria itu menutup pintu.
Jongin tidak dapat menyembunyikan napas leganya ketika pria bernama Sehu itu pergi. Bahkan Jongin baru menyadari bahwa ia telah menahan napas kegeramannya untuk beberapa saat. Ketika ia melirik Kyungsoo, keningnya mengernyit mendapatkan tatapan tajam dari Kyungsoo. Ya, tidak akan ada Kyungsoo yang ramah kepada Jongin.
"Apa itu tadi?" tanya Kyungsoo dengan suara geraman tertahan.
"Apa itu, apa?" Jongin semakin merapatkan kerutan di keningnya ketika Kyungsoo mulai mendesah lelah.
"Berhenti bermain-main, apa maksudmu dengan datang ke kamarku?"
"Tentu saja karena aku doktermu," jawabnya dengan tenang dan Kyungsoo semakin mengepalkan tangannya yang bersembunyi dbalik lipatan tangannya di atas selimut.
"Lalu dengan mengatakan memastikan aku baik-baik saja? Itu adalah alasan terkonyol hanya karena seseorang menemuiku bukan pada jam besuk."
Jongin baru sadar dengan ucapannya sendiri, sungguh bahkan ia tidak ingat dengan alasan yang telah ia berikan kepada pria bernama Sehun itu. Menurut Kyungsoo mungkin itu konyol dan terdengar tidak masuk akal, tetapi bagi Jongin sendiri bukankah itu hal wajar memastikan pasiennya sendiri dalam keadaan baik-baik saja dan tidak terganggu akan kehadiran tamu yang datang terlalu pagi. Itu saja alasan Jongin saat ini tetapi ia memilih untuk diam tidak menjawab pertanyaan Kyungsoo sebelum akhirnya wanita itu kembali menggeram.
"Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu." kyungsoo menyimpan telapak tangannya di kepala lantas menundukkannya seolah ia benar-benar lelah hanya dengan memikirkan pertanyaannya sendiri.
Jongin menyipitkan matanya, secara tidak langsung apa yang Kyungsoo ucapkan seolah memberinya setitik harapan. Bukankah itu berarti Kyungsoo masih berusaha mencoba memikirkannya?
"Kau ingin aku mengatakan apa yang ada didalam pikiranku," Kyungsoo mendongak tapi tatapannya masih tajam, menerawang. "Kau ingin tahu?"
Untuk beberapa saat mereka hanya berdiam. Saling mengatupkan bibir mereka satu sama lain. Jongin diam dan Kyungsoo diam, tidak.. sepenuhnya ia tengah berpikir apa kiranya yang hendak Jongin katakan kepadanya. Bahkan pertanyaan itu begitu sangat tak asing bagi Kyungsoo agar dengan cepat menangkap apa maksud dari kalimat itu. Kyungsoo sudah tahu.
"Aku.."
Kyungsoo mengangkat satu telapak tangannya menyuruh Jongin untuk diam. "Aku tidak ingin mendengarnya."
"Kurasa kau tahu apa jawabannya,"
"Aku tidak memikirkan hal itu." Kyungsoo menyangkalinya tetapi hal itu malah membuat Jongin tersenyum senang.
"Oh, kau tahu itu."
Kyungsoo dengan cepat memalingkan tatapannya. Menghindari dari senyuman bangga yang menurut Kyungsoo sendiri tidak patut untuk ditunjukkan. Kyungsoo menggeram perlahan, tidak seharusnya ia memancing pertanyaan bodoh itu sejak awal.
"Do Kyungoo, kau sendiri tahu tidak ada yang sama sekali berubah di antara kita berdua."
"Semuanya telah berubah," jawab Kyungsoo dengan mantap.
"Aku tidak berubah," tekannya.
Kyungsoo mencoba menahan dirinya sendiri untuk tetap diam agar tidak memalingkan wajahnya menatap Jongin saat ini. Rasanya begitu sesak dan selagi masih ada Jongin disini ia tidak akan pernah bernpas dengan lega.
"Aku ingin beristirahat, kau sudah melihatku baik-baik saja jadi silahkan pergi."
Kyungsoo mencoba mengalihkan pembicaraan mereka lantas membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya sendiri. ia memunggungi Jongin saat ini dan merapatkan selimut tipis rumah sakit hingga menutupi seluruh tubuhnya. Kyungsoo menutup matanya mencoba mengabaikan keberadaan Jongin saat ini. Kyungsoo tahu Jongin saat ini sedang menatapnya-memerhatikannya dan Kyungsoo tidak peduli dengan hal itu.
Setelah sebuah keterdiaman yang cukup lama akhirnya Kyungsoo dapat merasakan derap langkah kaki menjauh sebelum akhirnya terdengar suara pintu yang terbuka. Sebelum suara pintu itu kembali tertutup. Suara Jongin kembali memecah keheningan.
"Ingin bertaruh?" Kyungsoo masih memilih diam dan merapatkan matanya rapat-rapat mencoba mengalihkan perhatiannya dari suara Jongin saat ini. "Akan kubuktikan bahwa tidak ada yang berubah, entah itu aku atau kau." Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Jongin kembali berbicara dengan mantap. "Selama sisa perawatanmu disini, aku yakin kau akan mencintaiku kembali."
Kyungsoo membuka matanya tekejut tetapi tak terusik. Ia masih diam mencoba mencerna kalimat terakhir yang diucapkan Jongin.
Pintu kamarnya tertutup dan akhirnya meninggalkan keheningan yang mendebarkan bagi Kyungsoo.
Apa itu? Kyungsoo sadar tapi tidak, Kyungsoo mecgelak. Tidak ada jatuh cinta. Cukup setelah ia dihancurkan untuk pertama kalinya oleh Kim Jongin dengan cintanya.
***
Ketika Jongin merasa malas untuk melakukan apapun, ia hanya memilih diam di dalam ruangannya dengan mata terpejam. Tidak ada pasien yang harus ia rawat, tidak ada keadaan darurat yang harus ia tangani. Ini adalah waktunya untuk ia beristirahat, beristirahat dari pikiran juga hatinya.
Jongin masih terduduk di kursinya dengan tenang ketika matanya masih terpejam. Kedua tangannya terlipat di atas dada dan wajahnya menghadap langsung cahaya matahari yang tengah teriknya. Banyak hal yang ia pikirkan dan ia berharap panas dari matahari itu bisa sedikit saja membuatnya untuk beranjak. Tapi ia tidak mampu. Bahkan Jongin tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini.
Semuanya terucap begitu saja. Apa yang dikatakannya kepada Kyungsoo adalah sebuah kebenaran. Ya, Jongin memang cemburu dan Kyungsoo tahu itu. Meskipun hubungan mereka telah berakhir bertahun-tahun yang lalu, bagi Jongin tidak ada yang berubah. Setidaknya wanita itu dapat sedikit saja memberi alasan kenapa ia memutuskan hubungan mereka secara sepihak lantas berbalik begitu sangat membencinya, padahal dulu dia tidak seperti itu.
Dulu.
Tanpa sadar Jongin tersenyum kecut ketika matanya masih terpejam tenang. Semuanya mungkin telah berubah tetapi itu menurut Kyungsoo. Tidak, tidak ada yang berubah diantara mereka begitupun perasaan Jongin yang masih melekat erat di hatinya. Masih ada ribuan pertanyaan yang mengganjal hatinya. Salah satunya adalah alasan kenapa Kyungsoo meninggalkannya.
Sebuah ketukan dan panggilan familier membuat Jongin membuka matanya. Sinar matahari langsung sedikit membuatnya berkedip beberapa saat sebelum akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan cahaya yang membias matanya.
Jongin mengijinkan seseorang yang mengetuk pintu itu masuk dan seorang dokter menengok di baliknya. Itu dokter Lee.
"Kurasa pasien kita tengah mengubah fungsi kamar rawatnya sendiri," ucap dokter Lee sebagai kalimat pembuka percakapan mereka.
Jongin menegakkan bahunya dan dokter Lee masih berdiri di ambang pintu. Tidak ada pasien lain yang ditangani dokter Lee dengannya kecuali Kyungsoo. Ya, pasti pasien yang dibicarakan dokter Lee adalah Kyungsoo.
"Kau yang mengijinkannya?" dokter Lee bertanya dan terdiam untuk beberapa saat. Jongin tidak mengerti dan syukurlah dokter Lee menangkap dengan jelas ketidaktahuan Jongin saat ini.
"Ayo kutunjukkan."
Dokter Lee melangkah meninggalkan ruangan setelah ia menggerakkan dagu meminta Jongin untuk mengikutinya. Jongin berjalan menyamai langkah dokter Lee yang terbilang tenang. Ia sama sekali tidak bicara meskipun ia tengah dalam keadaan bingung kali ini. Tetapi dokter Lee yang memang tahu apa yang terjadi memilih membicarakannya selama perjalanan mereka menuju ruang rawat Kyungsoo.
"Beberapa menit yang lalu jasa pengiriman barang datang dan membawa perlengkapan alat kantor lengkap," ucapnya.
"Hanya alat kantor, lalu apa masalahnya?" tanya Jongin heran.
"Dan meja dan kursi dan mungkin alat print? Aku melihat itu semua."
Jongin mennyipitkan matanya tidak percaya dan dokter Lee menghela napas rendah.
"Apa kau memberitahu kepada Nona Kyungsoo agar menjadikan rumah sakit untuk tempat istirahat saja dan bukan ladang berbisnis?"
Jongin dapat mendengar nada kejengkelan dari ucapan Dokter Lee dan Jongin memilih diam. Alat kantor dan meja dan kursi dan.. Apa wanita itu benar-benar gila karir?
"Aku tidak tahu apa yang akan Direktur lakukan jika kita membiarkan pasien bekerja di rumah sakit ini?"
Mereka bersama-sama memasuki sebuah lift yang akan membawanya ke lantai kamar rawat Kyungsoo. Sebelum masuk Jongin tersentak menemukan seorang pasien duduk di atas kursi roda keluar dari lift itu bersama seorang perawat yang mendampinginya. Jongin melirik sekilas sebelum akhirnya masuk mengikuti dokter Lee.
"Kenapa menggunakan lift umum?" tanya Jongin heran.
"Lift khusus pasien rusak, mekanis masih memperbaikinya," jawab dokter Lee acuh tak acuh, seolah tidak peduli dengan pertanyaan Jongin yang menurutnya harus diketahui semua dokter.
Jongin mengangguk sekilas. Ia baru tahu dan mungkin itu sebabnya kenapa nomor lift itu tidak bergerak sama sekali ketika ia dan Kyungsoo hendak menggunakannya.
"Aku tidak ingin berurusan dengan komite kedisiplinan."
Jongin dapat mendengar desah napas Dokter Lee yang terdengar cemas. Mungkin selebihnya khawatir. Tentu saja, siapapun akan merasa jengkel menangani pasien keras kepala seperti Kyungsoo.
Ketika lift berbunyi ia dapat mendengar suara kegaduhan di lantai yang baru ia jejaki. Jongin mulai menghela napas was-was. Ia berharap kegaduhan ini tidak mengganggu pasien lain. Mengikuti langkah dokter Lee ia berjalan menuju sumber kegaduhan itu, tidak lain adalah kamar Kyungsoo.
Ketika Jongin membantu dokter Lee untuk membuka pintu, ia terkejut melihat ruangan kamar rawat Kyungsoo yang berubah karena adanya barang lain yang tidak seharusnya ada di dalam sini.
Jongin melarikan tatapannya kepada Baekhyun yang tersentak ketika melihat Jongin, jelas ia lebih terlihat ketakutan. Berbeda dengan Kyungsoo yang nampak tidak peduli meski ia tahu bahwa ada Jongin dan Dokter Lee di dalam kamar ini. Menyaksikan bagaimana wanita itu berdiri dengan angkuh meski dengan satu tongkat yang menyangga tubuhnya.
"Tolong, meja itu simpan di dekat jendela. Aku membutuhkan cahaya yang cukup," perintahnya kepada dua orang pria atau mungkin pekerja kurir yang membawa semua barang-barang ini.
Jongin menatap sekeliling ruangan. Memang benar ada meja besar, kursi putar yang jauh terlihat nyaman dibandingkan kursi diruangannya dan jangan lupakan bebrapa kotak kardus yang menumpuk di pojok ruangan. Jongin terperangah, rumah sakit bukan tempat bekerja dan Kyungsoo mengubah kamarnya sendiri selayaknya kantor.
"Apa semua ini?" Jongin tidak dapat lagi menyembunyikan nada kemarahannya.
Kyungsoo tidak bergeming dan sebaliknya justru Baekhyun yang merespon dengan cepat pertanyaan Jongin. Selalu menjadi asisten yang kebingungan menghadapi ke keras kepalaan atasannya.
"Maafkan saya, ini perintah nona presdir. Saya mencoba melarangnya tapi nona presdir tetap memintanya," Baekhyun membungkuk menunjukkan rasa bersalahnya dan Jongin meringis. Bagaimana bisa Baekhyun begitu patuh kepada seorang wanita yang dulunya begitu sangat lugu dan polos.
"Nona Kyungsoo, apa ini?" tanya Jongin dengan sopan mengabaikan Baekhyun kali ini. Wanita itu tidak bersalah.
"Hanya menambahkan sedikit barang-barang yang kubutuhkan, apa itu masalah?" Kyungsoo menjawab dengan dingin tanpa menatap Jongin saat ini.
"Hentikan semuanya," perintah Jongin dengan tegas lebih kepada para pekerja yang tengah menata ruang kerja untuk Kyungsoo. Kedua pria itu diam dan Kyungsoo menggeram karena mereka malah menghentikan pekerjaannya.
"Aku yang membayar kalian jadi tetap lakukan apa yang kumau."
"Saya bilang berhenti!" nada Jongin berubah menjadi tegas meski tidak terlalu menyentak. "Tidak ada yang boleh mengubah fungsi kamar rawat apalagi untuk bekerja. Itu pelanggaran." ucap Jongin kini tatapannya teralih kepada Kyungsoo.
"Itu hak-ku."
"Tidak itu hak saya, dan dokter Lee. Kami yang menangani anda."
Kyungsoo mendengus hendak berkomentar dan kini akhirnya Dokter Lee mulai membuka suaranya setelah menahan kegeramannya untuk sesaat.
"Ijinkan saya mengatakan bahwa selama anda disini, anda berada dalam pengawasan kami. Selain itu juga apapun tang terjadi kepada anda itu juga adalah tanggung jawab kami." Dokter Lee ingin sekali mengatakan perihal komite kedisiplinan yang mungkin akan memanggil mereka karena ulah Kyungsoo ini tetapi itu tidak mungkin untuk dikatakan secara terang-terangan jadi sebaliknya dokter mencari alasan lain agar Kyungsoo mengerti. "Kami mengijinkan anda untuk bekerja tetapi tidak dengan mengubah fungsi kamar rawat ini."
"Kalian tidak mengerti," Kyungsoo mengabaikan ucapan dokter Lee lantas kembali menyurukedua pria itu untuk bekerja.
Habis sudah kesabaran Jongin saat ini. Ia melangkah mendekat lantas berbicara dengan suara yang cukup keras. "Keluarkan semua barang ini dalam waktu sepuluh menit."
Kedua pria itu tersentak termasuk Kyungsoo. Kyungsoo menajamkan tatapannya kepada Jongin.
"Jangan mengurusi diriku!" teriak Kyungsoo tetapi Jongin tak goyah.
"Keluarkan sebelum saya melaporkan kepada pihak kemanan karena telah membuat kegaduhan di rumah sakit ini." Jongin sedikit menggeser tubuhnya seolah memberi jalan kepada kedua orang pria itu keluar sekaligus membawa barang-barang yang dibawanya.
"Kau tidak berhak melakukan itu." Kyungsoo nampak tidak terima begitupun dengan dokter Lee yang merasa ucapan Kyungsoo kepada Jongin terdengar tak pantas.
Dokter Lee maju hendak berkomentar tetapi Jongin menahannya.
"Tidak apa-apa Dokter Lee, sekarang dia adalah tanggung jawabku sepenuhnya," ucap Jongin tenang penuh penekanan dengan tatapan yang masih menatap lekat Kyungsoo.
"Keluarkan semuanya sekarang!" perintah Jongin kembali dan Kyungoo tidak dapat menyembunyikan dengusannya saat itu juga.
"Aku membencimu," geram Kyungsoo dan Jongin tidak bergerak sedikitpun.
Jongin tidak peduli. Ia penasaran sejauh mana Kyungsoo benar-benar membencinya. Setidaknya dalam sisa masa perawatan Kyungsoo disini Jongin dapat mencari tahu sebab dari rasa benci Kyungsoo yang begitu mendalam kepadanya. Termasuk sikapnya yang berubah.
Selain itu Jongin juga akan memastikan bahwa perasaan cinta dulu itu tidak berubah. Tidak ada yang dapat membenci dengan mudah setelah sebuah cinta yang mendalam dirasakan. Jongin memegang teguh kata-kata itu dan yakin bahwa Kyungsoo tidak berubah sama seperti dirinya yang tidak akan pernah melupakan Kyungsoo sebagai sosok yang pernah menjadi kekasihnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro