Day 26
Kyungsoo menggerek kopernya keluar ketika ia melihat Baekhyun telah berdiri menunggunya di sisi lain tempat kedatangannya. Gadis itu tersenyum seraya melambaikan tangannya seolah takut bahwa Kyungsoo tidak bisa melihatnya. Oh, siapa yang tidak akan melihat Baekhyun, dibalik kacamata hitamnya Kyungsoo dapat melihat gadis itu dengan sangat jelas; juga dengan tujuannya untuk menjemput kepulangan Kyungsoo dari New York.
Ketika ia telah sampai dimana Baekhyun berada. Gadis itu meraih kopernya, mengambil alih tugas untuk membantu membawakan koper Kyungsoo.
"Senang bertemu kembali dengan anda nona. Tadi dokter Kim-"
"Berhentilah bicara tentang dia, aku tidak ingin mendengar namanya sekarang," jawab Kyungsoo dingin dengan tatapan tak peduli.
Kyungsoo kembali berjalan di depan Baekhyun yang membuntutinya kali ini. Ia lelah dan Baekhyun masih saja bicara tentang Jongin kepadanya.
"Nona, tadi dokter Kim bilang-"
Kyungsoo berdesis lantas berbalik dan menatap Baekhyun dengan jengah. "Ya aku tahu! Dia tidak datang karena ada pasien yang harus ditanganninya. Aku tahu jadi berhentilah bicara tentangnya!"
"Nona presdir tahu?"
"Dia mengirimku pesan tadi," jawabnya acuh. "Aku tidak ingin membahasnya kali ini jadi kau diam saja, oke?"
Baekhyun menggigit bibirnya dengan ragu lantas menganggukkan kepalanya. Sejenak Kyungsoo menghela napas, dia baru saja pulang dan sekarang sudah dibuat kesal oleh Baekhyun; atau mungkin Jongin.
Baik, jujur saja sebenarnya Kyungsoo kecewa karena Jongin tidak dapat menjemputnya. Tidak masalah jika memang Jongin memiliki pasien yang harus di tanganinya, bagaimanapun dia seorang dokter. Tapi mengirimnya pesan hanya sekitar sepuluh menit setelah pesawatnya mendarat. Bagi Kyungsoo itu sangat keterlaluan. Bisa-bisanya dia membatalkannya begitu saja.
Kyungsoo menggerutu ketika kembali mengingat pesan terakhir yang Jongin kirimkan untuknya.
'Maaf aku tidak bisa menjemputmu. Ada pasien yang harus kutangani. Sekali lagi maafkan aku.'
Kyungsoo berdecak dan semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang telah terparkir untuknya. Ketika ia baru saja memasuki mobil miliknya. Dengan cepat ia melepaskan sepatu yang dikenakannya begitu saja. Melemparkannya ke sudut lain menggunakan kakinya seolah sepatu itu menjadi luapan emosinya kali ini.
Baekhyun mengikuti Kyungsoo memasuki mobil dan melihat bagaimana atasannya kini dengan wajah kesalnya. Baekhyun sempat ingin bicara tetapi ia mengurungkan niat itu. Ia tidak akan bisa bicara di tengah keadaan Kyungsoo yang seperti ini. Sehingga ia memilih diam sampai mereka tiba di kediaman rumah Kyungsoo.
Menulikan telinganya bahwa selama perjalanan Baekhyun tahu bahwa Kyungsoo menggerutu hanya karena seorang pria. Siapa lagi kalau bukan dokter Kim.
***
Perasaan Kyungsoo tengah buruk saat ini. Dibandingkan untuk beristirahat setibanya ia di rumah Kyungsoo meminta Baekhyun untuk mengantarnya ke kantor dengan alasan bahwa ia harus mengontrol kondisi kantor selama ditinggalkannya. Awalnya Baekhyun menolak itu dan membujuk agar Kyungsoo beristirahat saja. Tapi tetap, sekeras apapun Baekhyun meminta, Kyungsoo tidak akan pernah mendengarkannya.
Kyungsoo telah kembali dengan sifatnya seperti dulu. Tidak memerhatikan kondisinya. Baekhyun khawatir, jika ini terus berlanjut kejadian beberapa minggu yang lalu ketika Kyungsoo memasuki rumah sakit pasti akan terulang kembali.
Pada akhirnya, kini Kyungsoo hanya bisa mengurung dirinya sendiri di dalam ruangannya. Mengabaikan beberapa peringatan yang Baekhyun berikan termasuk beberapa panggilan masuk untuknya. Kim Jongin sialan, Kyungsoo benar-benar membencinya.
Sebenarnya ini terlihat sangat konyol. Ya, Kyungsoo memang marah karena Jongin tidak menjemputnya. Tetapi sampai sekarang kekecewaannya tidak bisa menghilang begitu saja hanya karena Jongin memang harus menangani pasien di rumah sakit. Oke itu pekerjaannya. Sekarang Kyungsoo yang terlihat sangat egois. Tetapi disudut hatinya yang lain Kyungsoo menerka, memangnya apa yang Kyungsoo harapkan? Toh, mereka tidak memiliki ikatan apapun hingga saat ini.
Dan bodohnya Kyungsoo yang pernah memberi harapan kepada pria itu. Seharusnya ia tidak bicara omong kosong jika pada akhirnya akan seperti ini.
"Nona presdir, ada-"
"Aku sudah bilang untuk memblokir nomornya dari nomor kantor kan?" potong Kyungsoo segera setelah ia melihat Baekhyun di balik pintunya.
Bahkan Baekhyun belum sepenuhnya memasuki ruangan Kyungsoo tetapi ia sudah terlalu terkejut dengan peringatan itu.
"Ya-ya saya sudah melakukannya tapi dokter Kim masih tetap ingin bicara kepada anda."
Kyungsoo memerhatikan Baekhyun yang memasuki ruangannya dan mengernyit seketika melihat bahwa gadis itu mengeluarkan ponselnya kali ini lantas mengarahkannya kepada Kyungsoo.
"Apa ini?"
"Dokter Kim, dia ingin bicara."
"Darimana dia memiliki nomormu?" tanya Kyungsoo curiga.
"Saya pernah memberikan nomor saya kepada dokter Kim saat di rumah sakit agar saya bisa mudah mendapatkan informasi tentang nona presdir."
"Kalian sekongkol ya?" desis Kyungsoo yang langsung mengambil ponsel milik Baekhyun.
Tidak ada pilihan lain. Ia harus mengangkatnya kali ini.
"Berhentilah menganggu pegawaiku. Kau mengganggu pekerjaan mereka!" buka Kyungsoo sesaat setelah ia menekan tombol menerima panggilan masuk.
"Oh, suatu keajaiban akhirnya kau mau mengangkat panggilanku," ucap suara di balik telepon yang Kyungsoo bisa ketahui dengan pasti bahwa itu adalah Jongin.
"Lebih tepatnya Baekhyun, apa-apaan kau mengganggunya hanya untuk bicara kepadaku?"
"Nomormu tidak aktif, nomor kantormu juga tidak bisa kuhubungi. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu jadi aku mencoba menghubungimu melalui nomor Baekhyun. Dan ternyata itu berhasil."
Kyungsoo mendesah, "Aku sangat baik, oke! Baiklah kau sudah tahu keadaanku jadi aku akan menutup panggilannya."
Kyungsoo hendak menutup panggilannya ketika suara lirih menyapanya kali ini.
"Kau marah kepadaku?" tanya Jongin membuat Kyungsoo terdiam. "Maafkan aku karena aku tidak ada saat kepulanganmu. Aku sudah berjanji menjemputmu tapi aku benar-benar terdesak saat itu. Aku harus segera menangani pasien di Rumah Sakit."
"Aku sudah tahu itu, jadi terima kasih atas penjelasannya," jawab Kyungsoo terdengar acuh.
"Apa kau masih merasa marah?"
Kyungsoo mendesah untuk kesekian kalinya. Ia memutar tempat duduknya hingga akhirnya kini ia membelakangi Baekhyun yang masih berdiri di hadapan mejanya.
"Bohong sekali jika aku mengatakan tidak, jadi jawabannya adalah iya. Berapa tahun kau mengenalku dan kenapa kau masih sering sekali mengecewakanku?"
"Oke, maafkan aku jika aku memang telah mengecewakanmu tetapi saat itu aku sudah sangat terdesak."
"Oh ya, kau juga tidak pernah memerdulikanku."
"Kyungsoo, bisakah kau sedikit saja mengerti tentang posisiku?"
"Kenapa? Kenapa aku yang harus selalu mencoba mengerti tentang posisimu? Apa kau tidak pernah berpikir tentang bagaimana posisiku saat ini. Mudah sekali kau bilang maaf oleh semua yang telah kau lakukan kepadaku. Memangnya aku semudah itu untuk memaafkanmu? Tidak Jongin, kau salah!"
"Kyungsoo, kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Jongin dengan gusar.
"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Kenapa kau membuatku seperti ini?!" teriak Kyungsoo hingga tanpa sadar ia telah meneteskan air matanya kali ini.
Keheningan yang cukup panjang mengisi sambungan telepon mereka. Bahkan Baekhyun yang masih berada di ruangan Kyungsoo masih terpaku mendengar teriakan Kyungsoo kali ini. Ia hanya bisa melihat bagaimana punggung Kyungsoo mulai tertekuk ke depan.
Kyungsoo melarikan tangannya untuk menyangga kepalanya dan menunduk dalam diam.
"Ini tidak akan berjalan dengan baik. Ini tidak akan pernah berhasil Jongin, tidak akan pernah. Kurasa kita harus mengakhiri semua ini," ucapnya lirih.
Kyungsoo menunggu bagaimana respon Jongin atas ucapannya. Di ujung panggilannya ia hanya bisa mendengar sebuah keheningan. Tidak cukup lama hingga akhirnya ia bisa mendengar kembali suara pria itu yang tiba-tiba menusuk hatinya.
"Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Kita bahkan belum pernah benar-benar memulainya dan kau ingin mengakhiri ini?" tanya Jongin. "Aku penasaran seberapa buruknya aku ini sehingga kau bahkan tidak pernah ingin mengetahui apa yang sedang aku lakukan, bahkan hanya untuk sekedar pekerjaan."
Kyungsoo menggigit bibirnya kuat ketika mendengar kalimat yang terlontar dari pria itu. Seakan Kyungsoo lah yang salah dalam keadaan ini. Ketika Kyungsoo ingin bicara untuk menyangkal apa yang telah diucapkan Jongin, pria itu telah kembali bicara kepadanya.
"Berhentilah Kyungsoo, berhentilah untuk bersikap seperti ini. Kau akan terlihat kekanak-kanakan jika kau masih mempertahankan sifat burukmu ini," ucap Jongin yang mampu menekan perasaannya untuk kedua kalinya. "Aku tahu kau akan sangat marah mendengar aku mengatakan ini kepadamu. Tidak masalah sebanyak apa kau telah berubah tetapi sesuatu yang tidak paling tidak aku sukai adalah bagaimana sikap keegoisanmu yang masih belum berubah hingga saat ini. Maaf aku mengatakan ini tetapi aku hanya ingin mengatakannya agar kau tahu tentang dirimu sendiri."
Kyungsoo mulai terisak. Ia tidak menyangka bahwa Jongin akan mengatakan hal yang sama kepadanya untuk kedua kalinya. Bahkan menyakitinya untuk kedua kalinya sebelum mereka bisa memulai semuanya dari awal lagi.
"Kau sadar sejahat apa ucapanmu itu?" lirih Kyungsoo.
"Maafkan aku," balas Jongin dengan lembut namun Kyungsoo tidak bisa mendengar itu. Ia hanya terlalu kecewa dengan apa yang telah Jongin ucapkan kepadanya. Tentang dirinya.
Tanpa berpikir dua kali Kyungsoo segera memutuskan panggilan itu, menggenggam kuat. ponsel yang baru saja menjadi perantara panggilannya dengan Jongin. Terlalu marah dengan apa yang tengah dialaminya, Kyungsoo hendak melemparkan ponsel itu tetapi ia mengingat seseorang yang masih berada di ruangan yang sama; Baekhyun. Ia tidak mungkin melemparkan ponsel gadis itu sembarangan.
Dengan air mata yang masih menggenang di mata hingga pipinya, Kyungsoo berputar dan menemukan bagaiamana gadis itu yang nampak terkejut dengan kedua tangan seolah siap untuk menghentikan aksinya. Kyungsoo mulai merasa bersalah.
"Maafkan aku, aku tidak dapat mengontrol emosiku. Hampir saja aku melemparkan ponselmu," ucap Kyungsoo seraya tertawa miris.
Baekhyun mengambil ponselnya. Memang ia sempat khawatir ketika melihat Kyungsoo hampir saja melemparkan ponsel miliknya. Akan tetapi setelah melihat mata yang sembab milik wanita itu, entah kenapa kini Baekhyun yang merasa bersalah.
"Apa nona butuh bantuan?" tanya Baekhyun penuh perhatian.
"Tidak, aku baik yah.." Kyungsoo mendesah lirih, terlihat sekali bahwa kini Kyungsoo tengah menahan tangisannya. "Aku butuh waktu sendiri. Terima kasih."
Baekhyun hanya mengangguk singkat ketika melihat Kyungsoo mulai membuka lembaran laporan yang harus di revisinya; sejujurnya lebih terlihat seperti orang yang tengah menyembunyikan kesedihannya. Entahlah, Baekhyun tidak dapat mengerti itu. Ia ingin menenangkan wanita yang ada di hadapannya ini tetapi ia sadar, ini bukanlah waktu yang tepat. Kyungsoo membutuhkan ketenanganya.
Maka dari itu Baekhyun secara perlahan berjalan keliar meninggalkan ruangan Kyungsoo hingga menutup pintu itu rapat sekali. Karena ia tahu, setelah ia pergi tangisan wanita itu akan pecah kembali. Dan itu memang benar-benar terjadi.
***
Ini sudah berjalan tiga hari dan Kyungsoo benar-benar berubah. Bukan ke arah yang lebih baik justru keadaannya berubah menjadi buruk. Baekhyun bahkan bisa dengan jelas melihat perubahan itu.
Setelah ia meninggalkan Kyungsoo di malam itu; malam dimana Kyungsoo menangis di ruangannya. Baekhyun menyadari bahwa Kyungsoo mulai lebih sering melamun dan diam.
Jika biasanya Kyungsoo akan selalu memerintahnya dengan pekerjaan yang rumit, kali ini Kyungsoo malah membiarkan Baekhyun untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Semakin lama Baekhyun semakin merasa khawatir. Bahkan saat meeting yang dilakukan beberapa jam yang lalu, Kyungsoo hanya berkomentar seadanya. Selebihnya dia hanya diam dengan pikiran kosong.
Sekarang adalah jam makan siang. Baekhyun biasanya memilih untuk pergi makan siang bersama rekan-rekannya jika Kyungsoo tidak memberikannya pekerjaan. Akan tetapi kali ini lebih baik ia menemani atasannya itu. Mungkin ia bisa sedikit membantu masalah yang telah membuat Kyungsoo berubah seperti ini. Tentu saja hubungannya akan merujuk pada dokter Kim Jongin.
Di depan ruangan Kyungsoo, Baekhyun mengetuk pintu itu perlahan hingga akhirnya suara Kyungsoo terdengar dan membiarkan ia masuk. Baekhyun dapat melihat bahwa Kyungsoo tengah sibuk dengan beberapa laporan dan cetakan majalah di tangannya yang tengah ia revisi. Baekhyun sempat berpikir apa ia telah datang di waktu yang salah? Tetapi mengingat bahwa ini adalah istirahat jam makan siang, Baekhyun kembali melanjutkan tujuannya.
"Makan siang nona," ucap Baekhyun seraya mengangkat tinggi kantung kemasan makanan cepat saji di tangannya.
Kyungsoo meliriknya la tas mengernyit. "Aku tak merasa memesan apapun."
"Saya yang traktir," Baekhyun tersenyum dan Kyungsoo hanya bisa menggeleng perlahan meskipun ia tak mengerti apa maksud Baekhyun sebenarnya.
"Duduklah," titah Kyungsoo dan Baekhyun dengan tanggap mengikuti perintah itu. "Jadi dalam rangka apa? Teman kencan yang baru? Kekasih baru? Atau kau baru saja terikat pertunangan?" tanya Kyungsoo tanpa mengalihkan perhatiannya dari laporan yang tengah ia pegang.
"Tidak, saya hanya datang sebagai seorang teman."
Hal itu mampu membuat Kyungsoo mendongak menatap gadis yang ada dihapdannya dengan tatapan tak mengerti.
"Saya hanya melihat akhir-akhir ini nona presdir seperti tengah mengalami masalah. Maaf jika saya lancang tetapi sepertinya ini ada kaitannya dengan dokter Kim Jongin."
Mimik muka Kyungsoo berubah seketika. Keseriusannya berubah menjadi ekspresi pilu yang menyedihkan dan Baekhyun mulai menyesali perkataannya.
"Maafkan saya, saya tidak bermaksud menyinggung nona tentang hal itu," lanjut Baekhyun dengan cepat.
"Tidak, tidak apa-apa. Itu bukan masalah, lagipula aku baik-baik saja."
Keheningan menyapa mereka berdua. Kyungsoo hanya menggantung laporan yang tengah di pegangnya dalam tatapan kosong sedangkan Barkhyun hanya diam tanpa tahu harus berbuat apa dalam kecanggungan ini. Hingga pada akhirnya sebuah desahan lemah menarik perhatian Baekhyun untuk menatap Kyungsoo yang telah tertunduk di hadapannya.
"Baekhyun, apa pendapatmu tentangku?" tanya Kyungsoo tiba-tiba.
"A-apa?" tanya Baekhyun bingung.
"Ya, tentang aku. Dia bilang aku egois, aku kekanak-kanakkan dan sebagainya. Apa aku benar-benat terlihat seperti itu?" tanya Kyungsoo dengan tatapannya yang lekat.
Meskipun ragu Baekhyun dengan hati-hati menebak siapa yang pernahengayakan Kyungsoo seperti itu. Tentu saja orang yang telah mengenal lama Kyungsoo pastinya.
"Apa itu adalah dokter Kim Jongin?"
Kyungsoo mengangguk lantas menekuk wajahnya dengan muram. "Kau tahu Baekhyun, aku mencoba berusaha untuk membuka hatiku kembali dan seprti yang telah terjadi, tidak semudah itu membuka hati untuk orang yang telah menyakitiku. Terlebih ini untuk kedua kalinya. Kita tidak dalam hubungan apapun tapi Jongin telah berhasil menyakitiku lagi dengan ucapannya," terang Kyungsoo secara terbuka. "Katakan Baekhyun, apa aku terlihat egois hanya karena mengharapkan kedatangannya untuk menjemputku setibanya aku di Seoul?"
Baekhyun terlihat ragu untuk menjawab. Ia merasakan dengan betul bagaimana rasanya mengharapkan seseorang yang akan datang untuk menjemputnya akan tetapi di sisi lain Jongin juga dituntut untuk bersikap profesional dalam pekerjaannya. Terlebih ini menyangkut nyawa seseorang. Baekhyun tidak dapat menyalahkan siapa yang paling egois di antara Kyungsoo dan Jongin. Yang dapat ia pahami adalah Kyungsoo masih menginginkan perhatian yang lebih dari Jongin dibandingkan perhatiannya kepada orang lain. Mungkin seperti itu.
Mendengar bagaimana kekecewaan Kyungsoo, Baekhyun berpikir akan lebih baik jika Kyungsoo mulai memahami pekerjaan Jongin. Karena sejauh ini, dilihat darimana usaha Jongin untuk berusaha kembali mendekati Kyungsoo, Baekhyun paham bahwa ada alasan kenapa dokter Jongin bisa mengatakan hal seperti itu.
"Ngg.. Nona presdir," panggil Baekhyun dengan lirih. "Tetapi sebenarnya dokter Kim memang benar-benar menjemput anda hari itu."
Kyungsoo mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa maksudmu? Jika dia datang, dia pasti sudah benar-benar ada di hadapanku."
"Itu sebelum ada panggilan dari rumah sakit untuk memintanya agar segera datang," balas Baekhyun dan kini Kyungsoo mulai mendengarkan baik-baik fakta baru ini. "Saya dan dokter Kim sudah ada di bandara untuk menjemput nona. Bahkan ketika pesawat nona sudah mendarat dokter Kim masih ada disana. Tetapi tiba-tiba dia mendapatkan panggilan telepon bahwa ada pasien kritis yang harus ditanganinya. Dokter Kim tidak bisa menolak itu dan dengan menyesal dia mengatakan bahwa ia harus segera pergi. Dokter Kim juga menitipkan pesan maafnya untuk nona."
Kyungsoo terdiam sesaat. Menyadari bahwa Jongin tidak benar-benar membatalkannya secara sepihak, selebihnya ia telah benar-benar di bandara saat itu akan tetapi Kyungsoo tidak mengetahuinya dan berpikir Jongin memang tidak benar-benar berniat datang untuknya.
Kyungsoo menyangga kepalanya sesaat dan terdiam cukup lama.
"Kenapa kau baru mengatakan ini kepadaku? Jadi Jongin memang datang?" gumam Kyungsoo.
"Saya sempat ingin mengatakannya di bandara saat itu tetapi nona melarang saya untuk bicara tentang dokter Kim. Jadi..," Kyungsoo mendongak dan memberikan sebuah tatapan tajam kepada Baekhyun membuat gadis itu bergidik seketika. "Maafkan saya," ucap Baekhyun seraya menundukkan tubuhnya.
Kyungsoo mendesah perlahan dan ia mendesis untuk hal yang tidak diketahuinya ini.
"Bagus, aku benar-benar egois kali ini."
***
Beberapa hari ini Jongin mulai tidak berhubungan dengan Kyungsoo. Bukan hanya karena ia tahu bahwa Kyungsoo tengah marah kepadanya akan tetapi Jongin sadar, mencoba untuk membujuk gadis itu agar paham akan artinya sebuah hubungan adalah hal tersulit yang harus dilakukannya.
Jongin sama sekali tidak menghubungi wanita itu lagi. Tidak lagi berkirim pesan ataupun sengaja datang untuk menemui Kyungsoo; meski di dalam hatinya ia begitu sangat merindukan wanita itu tapi hatinya memilih untuk diam.
Bahkan seperti sebuah mimpi, Jongin mendapatkan pesan dari Kyungsoo semalam. Wanita itu meminta Jongin untuk datang menemuinya malam itu juga. Dengan senang hati Jongin bisa memenuhi perintah itu akan tetapi dengan rasa menyesal Jongin menolaknya karena ia masih harus mengawasi pasiennya yang tengah kritis. Jongin berpikir Kyungsoo akan kembali marah; sama seperti pada saat ketidak hadirannya menjemput Kyungsoo. Tetapi di luar dugaan, Kyungsoo mengatakan baiklah juga mengatakan beri dia kabar jika Jongin memiliki waktu menemuinya.
Kebetulan ia tidak bertugas pada jam malam pada hari ini sehingga ia memberi kabar Kyungsoo bahwa ia akan datang menjemputnya langsung ke kantor dan wanita itu menyetujui ajakan Jongin.
Jadi disinilah Jongin sekarang. Ia berdiri di depan mobilnya selagi menunggu Kyungsoo untuk datang. Selagi ia menunggu, Jongin kembali memikirkan kata-kata yang pernah ia ucapkan kepada Kyungsoo beberapa hari yang lalu. Mungkin saat itu ia telah benar-benar bicara dengan sangat keterlaluan. Bahkan Jongin tidak bisa menampik bahwa ia bisa mendengar isakan lirih Kyungsoo. Brengseknya, tangisan itu dibuat oleh dirinya dan Jongin menyesali akan hal itu.
Jongin tidak tahu tujuan sebenarnya Kyungsoo untuk memintanya bertemu tetapi sudah bisa dipastikan, jika nanti ia berdiri berhadapan dengan wanita itu, Jongin akan memberikan alasan yang tepat apa dan kenapa hal kemarin bisa terjadi. Termasuk meminta maaf kepadanya.
Untuk kesekian kalinya Jongin menoleh ke arah pintu utama kantor milik Kyungsoo dan jantungnya berdebar melihat sosok yang tengah di tunggunya ini berjalan ke arahnya.
Ini sudah satu pekan. Dan mungkin lebih dari lima hari juga sejak kepulangan Kyungsoo, ia dapat melihat wanita itu kembali. Hanya beberapa jarak saja langkah mereka, bahkan sebelum Jongin dapat berbicara untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Kyungsoo telah bergegas melangkah mendekatinya dengan tatapan yang dapat Jongin artikan bahwa dia tengah marah.
Jongin merasa was-was. Ia menekankan hatinya untuk mengatakan yang sebenernya ketika Kyungsoo sudah berada di hadapannya. Akan tetapi lidahnya terlalu kaku untuk bicara, bahkan untuk sekedar berbisik pun tak bisa ia lakukan. Bagaimanapun ia terlalu terkejut karena Kyungsoo tiba-tiba menekankan bibirnya untuk sebuah ciuman yang dalam.
Jongin mengerjapkan matanya ketika Kyungsoo melepaskan ciuman itu. Sedangkan wanita di depannya bersikap sebaliknya. Masih terlihat amarah dan kekesalan tergambar di wajahnya.
"Kau pikir kau siapa? Aku membencimu."
Lagi-lagi Kyungsoo menekankan bibirnya dengan sebuah ciuman yang lebih lembut. Ia mencengkram bahu pria itu dengan pegangan keputusasaan. Terlalu banyak hal yang tidak dapat Jongin mengerti dan ia terlalu bodoh untuk bisa berpikir saat ini.
Sisi lain hatinya hanya mendorongnya untuk merengkuh tubuh Kyungsoo dalam pelukannya dan membalas ciuman wanita itu tak kalah lembut. Bahkan sebelum akhirnya ia menyadari bahwa tetesan kecil jatuh mengenai pipinya. Kyungsoo menangis. Tautan bibir mereka terlepas karena Jongin memilih untuk melihat Kyungsoo yang kini tertunduk dengan is akan tangis kecil.
"Kyungsoo,"
"Aku tahu aku egois, aku bodoh, aku pemarah, aku tidak pedulian dan aku.. Seperti yang kau katakan, aku memang kekanak-kanakan tapi, tapi bisakah kau tidak mengatakan hal itu untuk kedua kalinya? Kau harus tahu aku begitu sakit mendengarnya," ucap Kyungsoo dengan isakan yang langsung menyayat hati Jongin.
Tidak tega dengan apa yang telah dilakukannya terlebih hingga membuat Kyungsoo seprti ini, Jongin menarik tubuh Kyungsoo kembali dan mendekatinya erat. Membuat kepala wanita itu jatuh bersandar pada dadanya.
"Kau pria yang paling jahat di dunia ini. Kenapa kau sering mempermainkan perasaanku seperti ini? Sekarang aku benar-benar terlihat bodoh karena menangis di depanmu."
"Tidak, kau tidak bodoh," terang Jongin menenangkan.
"Berhentilah bicara sebaliknya! Aku tahu apa yang ada dipikiranmu," Kyungsoo semakin terisak dan semakin menenggelamkan wajahnya di dada Jongin. "Ini memalukan. Aku menangis di depan kantorku sendiri. Apa yang akan pegawaiku katakan jika mereka melihatku seperti ini."
Di tengah ia harus menenangkan Kyungsoo, Jongin tidak dapat menyembunyikan senyumannya karena sikap gadis ini yang masih saja memikirkan tentang harga dirinya. Ya itu memang aneh tetapi Jongin malah menyukainya.
"Berhentilah menangis jadi para pegawaimu tidak akan memergokiku seperti ini," komentar Jongin santai akan tetapi respon yang ia teri.a justru membuatnya mengaduh kesakitan.
Dengan tiba-tiba Kyungsoo melepaskan pelukan Jongin darinya lantas mendorongnya mundur dengan pukulan keras di dadanya.
"Apa itu cara menenangkan seorang wanita! Kenapa kau tidak romantis sekali?" tanyanya dengan kesal, masih dengan isakan kecil dalam nada bicaranya.
Meskipun bingung, Jongin hanya bisa terkekeh. "Kau lebih memikirkan harga dirimu dan pegawaimu daripada aku."
"Kau yang menyita seluruh pikiranku!" balas Kyungsoo dengan kasar. "Aku benar-benar membencimu."
Kyungsoo baru saja hendak untuk berlalu pergi meninggalkan Jongin tetapi Jongin telah lebih dulu memotong jalan Kyungsoo dan membuatnya berdiri di hadapan wanita itu.
Jongin merentangkan kedua lengannya, bukan hanya sebagai isyarat untuk meminta Kyungsoo berhenti melainkan isyarat lain untuk Kyungsoo kembali memeluknya. Jongin tahu Kyungsoo masih mengingat itu meskipun ia membutuhkan waktu untuk berpikir. Tepat setelah setiap menit berlalu dalam keheningan dan juga tatapan yang saling tertaut satu sama lain. Akhirnya Kyungsoo melakukan isyarat kedua yang diberikan Jongin dengan memeluk tubuhnya diikuti tangan merentang Jongin yang kini mulai merengkuh tubuh wanita itu.
"Maafkan aku, sungguh aku tidak bermaksud untuk menyakitimu," bisik Jongin dengan lembut, menjelaskan titik permasalahan utama mereka beberapa hari yang laku. "Aku tidak sungguh-sungguh, maksudku.. Aku hanya ingin kau mengubah sifat burukmu itu. Aku sangat paham dengan kekecewaanmu kepadaku kemarin tapi kau juga harus mengerti bagaimana keadaanku saat itu, aku tidak bisa membiarkan pasienku begitu saja."
"Kenapa kau tidak mengatakannya sendiri bahwa sebenarnya kau telah datang?" tanya Kyungsoo lirih.
"Percuma saja mengatakannya karena aku berpikir kau tidak akan memperdulikannya." Ada jeda sejenak dalam percakapan mereka sebelum akhirnya Jongin bertanya. "Darimana kau tahu aku datang?"
"Baekhyun yang mengatakannya," bisik Kyungsoo. "Maaf aku tidak bisa memahamimu. Sejak dulu kau selalu memahami keadaanku tetapi aku, sama sekali tidak pernah."
"Itu dulu," potong Jongin. "Ini bukan akhir kan?" tanya Jongin memastikan.
Ia menjauhkan sedikit tubuh Kyungsoo dari pelukannya untuk bisa menatap wajahnya yang sembab sekaligus mencari jawaban bahwa apa yang pernah Kyungsoo katakan untuk mengakhiri semuanya tidaklah terjadi. Jongin cukup merasa lega ketika Kyungsoo menganggukkan kepalanya.
"Apa itu berarti iya?"
Kyungsoo mengangguk sekali lagi akan tetapi melihat senyuman aneh yang tersinggung di bibir Jongin membuat Kyungsoo berpikir ulang tentang jawabannya.
"Apa yang kau maksud dengan iya?"
"Tentu saja kembali kepadaku," ucap Jomgin dengan percaya diri dan sekali lagi Kyungsoo mendorong tubuh pria itu menjauh hingga pelukan mereka terlepas.
"Aku tidak mengatakan iya untuk itu!"
"Oh ya, kau akan mengatakannya."
Kyungsoo berdecak, "Percaya diri sekali." Jongin tersenyum melihat Kyungsoo kini yang tak lagi terlihat sedih seperti beberapa saat yang lalu dan Jongin bersyukur untuk itu; meskipun hubungan mereka belum benar-benar jelas untuk dapat diartikan sebagai kekasih.
Bingung dengan cara menatap dan senyuman yang diberikan Jongin untuk Kyungsoo. Wanita itu tergagap bertanya. "A-apa?"
Jongin menggeleng. Pikirannya hanya disini oleh ribuan kata pujian dan kekagumannya pada sosok yang amat dicintainya ini. Tetapi Jongin memilih diam utnuk dirinya sendiri.
"Kau memiliki waktu pekan depan?" tanya Jongin.
"Ada apa?" tanyanya lagi tak mengerti.
"Ayo kita berlibur bersama," anaknya dan Jongin hanya bisa kembali tersenyum melihat iris mata Kyungsoo yang membulat untuk mengerti ajakan Jongin kali ini.
Di hari itu, Jongin menunggu jawaban Kyungsoo, bahkan kata lain lebih kata iya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro