Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 16

Kyungsoo telah menolak ajakan Jongin untuk menjemputnya langsung ke rumah. Meskipun itu cukup membantu tetapi Kyungsoo tidak sampai sejauh itu untuk merepotkan Jongin. Ia masih memiliki Baekhyun, dan gadis itu tidak keberatan untuk mengantarnya ke Bandara. Lagipula itu adalah pekerjaannya dan gadis itu juga tahu bahwa ia pasti akan menemukan Jongin di bandara nanti.

Ketika mereka telah sampai dihttps://youtu.be/-dwJG5ovP1U bandara. Baekhyun adalah orang pertama yang menemukan keberadaan Jongin. Gadis itu berbisik bahwa Jongin terlihat tampan untuk hari keberangkatan Kyungsoo tetapi Kyungsoo lebih memilih mengacuhkan; meski di dalam hatinya ia membenarkan ucapan Baekhyun.

Ketika mereka mendekati keberadaan Jongin kali ini. Pria itu melirik Kyungsoo yang mengenakan kacamata hitamnya. Jongin memerhatikan bagaimana penampilan Kyungsoo saat ini dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Terlihat modis dengan pakaian, sepatu hingga tas yang dikenakannya.

"Kau begitu total untuk tinggal di New York," ucap Jongin dengan tatapan masih memerhatikan. "Namun sayangnya kau harus menunggu."

"Apa maksudmu?" tanya Kyungsoo tak mengerti.

"Delay. Sekitar dua jam tapi itu tidak terlalu lama kurasa."

Kyungsoo menyipitkan tatapannya tak mengerti. Ia melihat layar yang menunjukkan jadwal keberangkatan kali ini. Dan benar saja, bahwa keberangkatannya menuju New York memang tertunda. Bukan hanya keberangkatannya tetapi juga keberangkatan lainnya. Seolah ingin memastikan apa yang terjadi. Kyungsoo meminta Baekhyun mendatangi bagian informasi untuk mengetahui penyebab tertundanya keberangkatan ke New York.

"Kenapa kau mudah sekali memerintah orang lain?" komentar Jongin ketika Baekhyun telah melangkah pergi meninggalkan mereka.

"Itu sudah tugasnya. Lagipula kau sendiri tahu bahwa aku belum bisa berjalan-jalan dalam waktu lama."

Pandangan Jongin beralih menatap kedua kaki Kyungsoo yang mengenakan sepatu ber-hak-tingginya

"Apa kakimu baik-baik saja?" tanya Jongin. Sejak awal kedatangan Kyungsoo memang tatapannya tak pernah jauh dari kedua kakinya. Seolah ada sesuatu yang Jongin takutkan jika Kyungsoo tak lagi berhati-hati dengan kakinya.

"Ya seperti yang kau lihat," Kyungsoo menggerakkan pergelangan kakinya yang sempat cedera. "Sudah lebih baik."

"Aku harap kau berhati-hati."

"Terimakasih, lagipula aku disana akan lebih banyak duduk bukan melakukan lomba lari."

Kyungsoo tiba-tiba tertawa dan hal itu cukup untuk menarik perhatian Jongin agar tak lagi memerhatikan kakinya. Kini tawa Kyungsoo bagaikan hal yang paling pantas menerima pujian dari apapun. Bagaimana tawa itu yang membuat jantungnya berdetak dengan keantusiasan luar biasa. Lekukan tipis tergambar di wajah Jongin, ia tersenyum karena akhirnya tidak ada lagi kecanggungan yang membatasi mereka berdua. Kyungsoo telah bisa kembali tertawa untuknya.

"Nona, penyebab tertundanya beberapa penerbangan akibat cuaca  buruk," ucap Baekhyun ketika kembali kepada mereka.

Kyungsoo melepas kacamaa hitamnya lantas melirik ke arah luar. Malam ini terlihat biasa saja dan tidak ada masalah. Bahkan cuaca terlampau sangat bagus hari ini.

"Apanya yang cuaca buruk?"

"Bukan disini nona tapi di wilayah lain."

Kyungsoo mengangguk sesaat sebelum akhirnya mendesah perlahan. "Ya mau bagaimana lagi sepertinya aku harus menunggu lebih lama lagi." Ketika tatapannya beralih kepada Baekhyun, ia melihat raut keresahan di wajahnya. "Ada apa?"

"Maaf nona, tapi sepertinya saya tidak bisa menemani nona selama dua jam kedepan. Saya harus menjemput ibu saya di stasiun. Malam ini dia akan datang ke Seoul."

Kyungsoo sempat berpikir beberapa saat sebelum akhirnya melirik Jongin yang masih diam dengan tatapan yang memaku lurus ke depan. Entahlah, apa dia memerhatikan percakapannya atau tidak.

"Tidak apa-apa, kau bisa pergi Baekhyun."

"Benarkah? Tidak apa-apa nona?"

Kyungsoo mengangguk. "Ada Dokter Jongin disini, dia bisa menemaniku sementara waktu."

Barulah saat itu Jongin menatap Kyungsoo yang masih menatap Baekhyun dengan senyum memaklumi.

"Ah baiklah, terima kasih nona. Semoga perjalanan nona presdir lancar," ungkapnya dengan senang. Lantas tatapan Baekhyun kini beralih kepada Jongin. "Terima kasih dokter sudah mau menemani nona Kyungsoo. Sampai bertemu kembali." Ia membungkuk singkat sebelum akhirnya pamit untuk pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kupikir kau akan menyuruhnya juga untuk tetap menunggumu," ucap Jongin seraya memerhatikan kepergian Baekhyun.

"Ayolah aku tidak ingin egois. Baekhyun punya urusannya sendiri dan aku tidak ingin mengikatnya dalam pekerjaan selama 24 jam." Kyungsoo berjalan menarik kopernya sendiri dengan Jongin yang mengikutinya dari belakang. "Tidak masalah kau menemaniku?" tanya Kyungsoo memastikan.

"Aku terkejut, kalau aku boleh jujur," ucap Jongin membuat Kyungsoo mengerutkan keningnya menatap Jongin saat ini. "Kupikir kau tidak ingin hanya berduaan denganku."

"Kupikir aku mau berduaan denganmu? Aku hanya mengikuti situasi saja."

"Itu sama saja."

Ketika mereka telah sampai di ruang tunggu. kyungsoo mendesah ringan mendapati bagaimana penuhnya ruangan itu oleh para penumpang yang sama tengah menunggu keberangkatan yang tertunda. Hampir semua kursi penuh dan Kyungsoo tidak mungkin terus berdiri selama dua jam. Kakinya terkadang masih sakit dan ia butuh untuk duduk saat ini.

"Kau bisa mencarikan kursi untukku?" tanya Kyungsoo.

"Tidak yakin, semua kursi sepertinya penuh. Aku juga tidak mungkin mengusir para lansia hanya untuk mendapatkan tempat duduk untukmu."

"Kau pikir aku sejahat itu juga?" desah Kyungsoo kesal.

Jongin hanya tertawa melihat kesinisian Kyungsoo kali ini. Tidak kehilangan akal, akhirnya Jongin menarik koper yang ada dalam genggaman Kyungsoo dan menyimpannya di depannya. "Kau bisa duduk disana."

"Kau bercanda?" tanya Kyungsoo tak terima.

"Jangan manja, anggap saja itu kursi vvip untukmu, ayo duduk."

Jongin mendorong bahu Kyungsoo hingga mau tak mau membuatnya duduk di atas kopernya sendiri.

Kyungsoo memberenggut sesaat tetapi Jongin malah tertawa menimpalinya.

"Berhentilah menertawakanku, kenapa kau hobi sekali mengejekku?"

"Aku memberimu tempat duduk dan kau menuduhku mengejekmu? Seharusnya kau berterima kasih."

Kyungsoo terdiam beberapa saat. Ia memerhatikan Jongin yang kini lebih memilih berdiri di sampingnya dibandingkan untuk duduk bersamanya. Ia cukup lama menutup mulutnya hingga akhirnya sebuah kata terlontar dengan lirih dari bibirnya.

"Terima kasih," bisik Kyungsoo menarik perhatian Jongin yang kini menatapnya dengan tidak mengerti.

Tak lantas menjawab, Kyungsoo memilih membuang pandangannya ke arah lain. Kemanapun asal tidak bersitatap dengan Jongin kali ini. Ia tidak pernah mengatakan ini sebelumnya, bahkan tidak di hari terakhirnya di rumah sakit. Kyungsoo tahu ini aneh tapi setidaknya ia harus berterimakasih karena selama ini Jongin lah yang telah merawatnya.

Mereka kembali terdiam satu sama lain. Masing-masing dari mereka sibuk dengan apa yang mereka lakukan untuk mengusir kebosanan; lebih tepatnya kecanggungan. Kyungsoo lebih memilih memainkan ponselnya dibandingkan Jongin yang memerhatikan setiap orang yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Jadi, berapa lama kau tinggal di New York?" tanya Jongin kembali membuka percakapan di antara mereka.

"Aku sudah bilang kan berminggu-minggu," jawab Kyungsoo dengan tatapan masih terpaku pada ponselnya.

"Ya aku butuh tepatnya kapan kau pulang?"

"Kenapa? Kau akan menjemputku?" tanya Kyungsoo yang langsung melirik ke arah Jongin yang ada di sampingnya.

"Jika kau mengijinkan aku akan datang, jadi katakan sekarang sehingga aku bisa mengambil liburku nanti."

Kyungsoo terkekeh sesaat sebelum kembali memerhatikan ponselnya. "Tidak perlu, aku tahu pekerjaanmu. Aku tidak ingin merasa kecewa jika nanti kau batal menjemputku. Aku yang akan menghubungimu jika aku pulang nanti."

Kyungsoo hanya tertawa singkat sebelum kembali mengalihkan perhatiannya pada ponsel yang ada di tangannya. Kyungsoo pikir Jongin akan merespon ucapannya sehingga dengan rasa penasaran Kyungsoo kembali menatap pria itu yang hanya diam menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Kyungsoo gugup.

"Kau sadar dengan apa yang kau katakan?"

"Memangnya apa yang aku katakan?"

"Tadi kau..," ucapan Jongin seketika berhenti. Ia mengatupkan bibirnya lantas menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Baiklah kalau begitu aku akan menunggumu pulang."

Jongin menyunggingkan senyumannya. Hanya dengan itu saja mampu membuat Kyungsoo seketika tersipu. Dengan cepat ia menundukkan wajahnya, ia pikir pipinya tengah merona saat ini. Baru beberapa saat ia diam dan ia baru menyadari bahwa secara tidak langsung ia telah memberi kesempatan kepada Jongin. Kyungsoo tidak menganggap ini sebuah janji hanya saja mungkin ini saatnya merubah semua kerenggangan diantara mereka seperti lima tahun belakangan ini.

"Aku memiliki sesuatu untukmu, kau tidak keberatan menunggu sendirian disini?" tanya Jongin tetapi Kyungsoo hanya bisa menganggukkan kepalanya perlahan menjawab pertanyaan itu. Ia masih merasa tersipu ketika Jongin bicara kepadanya. Meskipun ia tidak tahu apa yang Jongin maksud tetapi Kyungsoo mengijinkan pria itu pergi melangkah meninggalkannya untuk beberapa saat.

Ketika Jongin tak lagi bersamanya, pikiran Kyungsoo kembali diisi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana ia bisa bersikap seperti ini di hadapan pria itu. Merasa tersipu dan malu. Kyungsoo mengenal Jongin lebih dari siapapun; hanya titel mantan kekasih yang tersemat di antara mereka akan tetapi kenapa rasanya seperti mereka baru pertama kali bersama.

Lucu sekali. Kyungsoo bahkan tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang selalu berdebar ketika berada disisi Jongin. Faktanya, Kyungsoo tidak benar-benar yakin bahwa ia masih membenci pria itu. Jangankan menjauh, hanya ditinggalkan Jongin sekarang ini saja mampu membuatnya cemas. Perutnya bergejolak aneh seketika, bahkan jantungnya berdentum semakin keras setiap kali ia mencari dimana pria itu kembali. Sebuah kegelisahan, ketakutan, kerinduan, tetapi Kyungsoo menolak jika itu bukti bahwa cinta itu masih ia rasakan.

Waktu berjalan begitu sangat lambat, Kyungsoo hampir putus asa dan bersiap untuk menelpon Jongin. Beruntungnya ia telah menangkap jelas Jongin yang kembali, berjalan mendekatinya dengan paper bag dalam genggamannya.

"Kenapa kau lama sekali?" Kyungsoo tidak dapat menahan kekesalannya ketika Jongin baru saja sampai di hadapanya.

"Aku harus kembali ke tempat parkir untuk mengambil ini," ia menunjukkan paper bag yang dibawanya. "Maaf."

Perhatian Kyungsoo langsung tertuju kembali pada apa yang dibawa Jongin kali ini.

"Apa itu?"

"Kau penasaran?" goda Jongin.

"Ya sudah," ketus Kyungsoo sebal. Tetapi sebaliknya Jongin malah terkekeh melihat wajah meberenggut Kyungsoo kali ini.

"Baiklah, baiklah. Ini sepatu untukmu."

"Sepatu? Benarkah?" wajah Kyungsoo seketika berbinar. Ia menunggu paper bag itu penuh antisipasi.

Jongin mengangguk. "Tadinya aku ragu memberikan ini untukmu, tetapi melihat kakimu lagi," ia menurunkan pandangannya pada kaki Kyungsoo begitupun dengan Kyungsoo sendiri. "Kurasa aku harus benar-benar memberikan ini."

"Apa sepatuku kurang bagus ya? Padahal ini belum pernah ku pakai sama sekali," keluh Kyungsoo lantas menatap Jongin kembali penuh harap. "Jadi sepatu seperti apa yang kau punya? Ayo berikan!"

"Kau harus melepas sepatumu dulu."

"Kenapa harus melepasnya? Aku bisa menggunakan itu ketika aku di New York nanti. Kebetulan aku tidak membawa sepatu lagi."

Jongin menggeleng, "Aku ingin melihatmu memakainya sekarang, jadi ayo lepaskan."

Kyungsoo mendesah, pada akhirnya ia melepas sepasang sepatu hak tinggi yang dikenakannya lantas menyisihkannya di samping koper yang tengah ia duduki.

Kyungsoo menunggu dengan penuh harap ketika Jongin mulai mengambil isi dalam paper bag itu. Bukan lagi rasa bahagia yang ditunjukkan Kyungsoo kali ini, melainkan wajah bingung dan kekecewaan yang di dapatkannya. Kyungsoo pikir ia akan mendapatkan sepatu heels baru atau setidaknya sepatu-sepatu cantik yang biasa dikenakan wanita, tetapi sepatu yang ditunjukkan Jongin di luar ekpetasinya. Converse.

"Converse? Kau bercanda kan Jongin?"

"Sangat keren bukan?" ungkapmya dengan percaya diri. Berbanding terbalik dengan ekspresi setengah kecewa yang ditunjukkan Kyungsoo.

"Berhentilah bergurau. Aku tidak mau sepatu seperti itu."

"Hey kenapa?" tiba-tiba Jongin berlutut di hadapan kaki Kyungsoo. Ia menarik kedua kaki itu lantas memasangkan satu persatu sepatu converse yang di telah sengaja dibawanya.

Kyungsoo bersikeras untuk tidak memakainya tetapi lagi-lagi ia harus meminimalisir gerakannya karena ia sadar, ia tengah memakai rok saat ini dan ia tidak mungkin bergerak leluasa ketika Jongin berada di sini dengan kaki-kakinya yang bertumpu pada paha pria itu.

"Nah, ini jauh lebih aman."

Jongin berhasil menalikan tali sepatunya lantas menyimpan kembali kedua telapak kaki Kyungsoo yang telah mengenakan sepatu itu di bawah. Kyungsoo hanya bisa menggerakkan sepatunya yang telah ia kenakan. Sedikit kebesaran dan rasanya tidak terlalu nyaman. Mungkin karena tidak terbiasa dan Kyungsoo lupa kapan terakhir ia mengenakan sepatu seperti ini.

"Ini aneh," komentar Kyungsoo. Ketika ia mendongak, Kyungsoo menemukan sepasang sepatu heels yang tadi dikenankannya telah menghilang dari pandangannya. "Dimana sepatuku?" Kyungsoo mencari

"Disini." Jongin mengangkat tinggi kantung kertas yang sebelumnya diisi oleh sepatu converse yang telah digunakan Kyungsoo.

"Kembalikan!" Kyungsoo mencoba meraihnya akan tetapi Jongin telah lebih dulu menariknya jauh dari gapaian Kyungsoo.

"Jangan gunakan ini, kau ingin kakimu patah?"

"Kenapa harus patah? Lagipula aku telah terbiasa memakai sepatu ber-hak tinggi."

"Itulah masalahnya," desah Jongin. "Dan biar aku ingatkan sekali lagi, kau masih dalam pemulihan. Setidaknya selama tiga bulan ini kau harus menghindari sepatu-sepatu macam ini untuk beraktifitas. Kau tidak menyayangi kakimu ya?"

"Lalu apa? Kau menyuruhku memakai converse ini di New York?" tanya Kyungsoo yang dijawab anggukan dari Jongin. Kyungsoo mendesah. "Kau ingin membuatku jadi bahan tertawaan ya? Itu acara fashion Jongin, bukan acara rapat atau pertemuan biasa. Kau salah, kau harus mengerti selera fashion mereka."

"Dan kesalahanmu adalah kau tidak bisa menghargai dirimu sendiri," ucap Jongin seketika yang mampu membuat Kyungsoo bungkam. "Aku tidak ingin lagi mendapat kabar bahwa kakimu terluka lagi, jika kau memang ingin aman, setidaknya kau memakai sepatu ini. Itu menjamin akan membantumu ketika kau tidak berada dalam pengawasan siapapun termasuk itu adalah aku."

Kyungsoo terdiam untuk beberapa saat. Ia memerhatikan bagaimana Jongin bicara tentang sebuah peringatan kepadanya. Kyungsoo menyadari bagaimana bentuk kekhawatiran Jongin kali ini. Akan tetapi ia meyakini bahwa bentuk kekhawatiran yang Jongjn tunjukan bukan sekedar bahwa ia adalah dokternya melainkan sesuatu lebih dari itu. Bentuk perhatian dari seorang pria kepada seorang wanita. Kasih sayang.

***

Kim  Jongin. Pria ini terlalu misterius bagi Do Kyungsoo. Sudah berapa lama ia memertahankan hatinya untuk tidak lagi peduli dengan pria yang pernah menyakiti hatinya ini; dan anehnya kini Kyungsoo sendiri yang seolah menyangkal bahwa perbuatan yang pernah Jongin lakukan kepadanya hanyalah sebuah bentuk kesalahan biasa. Mungkin dulu Kyungsoo yang terlalu menuntut hubungan mereka. Ia selalu ingin menjadi yang pertama, selalu ingin menjadi satu-satunya yang diperhatikan Jongin dan menjadi satu-satunya yang selalu dipedulikan Jongin.

Memang benar Jongin telah memberikan itu semua akan tetapi Kyungsoo lupa bahwa Jongin masih bisa melakukan apa yang menjadi keinginannya. Seperti saat ia menjalani KOAS. Dibandingkan mendukungnya, Kyungsoo malah mencemaskan hubungan mereka. Kyungsoo sadar dengan kesalahannya sendiri saat itu dan Kyungsoo merasa heran apakah pria itu sama sekali tidak kesal dengan sikapnya selama ini.

Disini ia dapat kembali memerhatikan bagaimana pria itu lagi dan lagi memberi seluruh waktunya untuk Kyungsoo. Ia merelakan waktu bekerjanya untuk mengatar Kyungsoo ke bandara ditambah harus menugggu dua jam lagi karena keberangkatannya tertunda.

Mungkin ini terlalu cepat untuk mengakui perasaannya, semua bentuk perhatian Jongin yang diberikan kepadanya mampu membuat kebekuan di dalam hatinya mencair. Tidak terelakkan lagi bahwa ia menyukai pria itu. Tetapi ia tidak akan segamblang itu menunjukkannya terlebih menyatakannya. Jalan terakhir yang ia jalani adalah membatasi dirinya sendiri dengan bersikap tidak peduli.

sudah lebih dari satu jam dan Kyungsoo masih memerhatikan Jongin di sampingnya. Pria itu lebih memilih berdiri menunggunya dan Kyungsoo mulai merasa tidak enak hati kepada Jongin. Bagaimana bisa ia bersikap tidak peduli seperti ini kepada Jongin?

"Hey, kau bisa mencari tempat duduk jika kau mau." Jongin lantas menoleh kepadanya dengan tatapan tak mengerti. "Atau kau bisa pulang, tiak apa-apa aku sendirian. Lagipula kuyakin pesawatnya sebentar lagi akan tiba."

"Kau merasa tak nyaman denganku ya?" timpal Jongin.

"Bukan begitu, maksudku aku berpikir mungkin kau kelelahan atau bosan karena harus menungguku disini?"

Jongin menoleh kepada Kyungsoo dengan tatapan semakin memicing tak mengerti.

"Apa?" tanya Kyungsoo mulai risih.

"Sejak kapan kau menjadi perhatian seperti ini Kyung? Beberapa waktu yang lalu aku hanya mengenal Kyungsoo yang kasar dan tidak pedulian."

"Apa menurutmu ucapanku terdengar seperti itu?" tanya Kyungsoo yang kembali berubah ketus tak selembut sebelumnya.

"Tidak," kekeh Jongin. "Aku hanya sedang terbiasa dengan sikapmu seperti ini. Jadi ketika kau kembali bicara dengan lembut kepadaku seperti itu membuatku sedikit terkejut."

"Kau tidak suka?" tanya Kyungsoo lagi tetapi dengan cepat Jongin membalasnya dengan gelengan.

"Aku suka, setidaknya aku masih bisa melihat sesuatu yang lama dimiliku dalam dirimu. Kau tau kan aku menyukaimu  entah itu lima tahun yang lalu, kemarin atau bahkan sekarang."

"Kau mencoba merayuku?" sinis Kyungsoo.

"Aku hanya berbicara fakta."

Kyungsoo seketika terdiam dengan tatapan yang masih lurus memandang wajah Jongin berbeda dengan Jongin yang memilih memalingkan kembali wajahnya dari tatapan Kyungsoo. Jika Kyungsoo ingin jujur, ia masih penasaran bagaimana Jongin masih bisa bertahan dengan perasaan yang dimilikinya hingga saat ini. Haruskah ia bertanya?

"Kenapa kau masih bertahan? Kyungsoo bersuara. Kini ia tidak bisa lagi menahan dirinya untuk mengetahui lebih jauh sebanyak apa Jongin menyimpan perasaan untuknya. "Hubungan kita sudah berakhir sejak lama dan kenapa kau masih bertahan dengan perasaanmu itu? Aku menginginkan alasan kenapa kau masih mencintaiku hingga saat ini?"

"Apa dengan alasan itu akan membuatmu menerima cintaku?" tanya Jongin balik membuat Kyungsoo terdiam seketika. Jongin menoleh lantas tersenyum tipis. "Tidak alasan untuk tidak mencintaimu. begitupun untuk mencintaimu."

Kyungsoo membalas tatapan serius Jongin dan jantungnya kembali berdebar melihat bagaimana senyuman itu terlukis di wajahnya dengan perasaan yang mungkin telah dipengaruhi oleh ucapan pria itu. 

"Apa selama ini kau tidak lelah?" lanjut Jongin. Kyungsoo hanya mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Bagaimana bisa selama lima tahun belakangan ini kau selalu terlihat cantik di mataku. Kau menghantuiku dengan senyuman yang telah kurindukan selama lima tahun ini bahkan kau menghantuiku dengan semua tutur katamu yang lembut. Kau tidak akan pernah menyadari betapa besarnya kau untuk dirindukan. Kau mungkin menyangkal bahwa kau memang telah berubah tetapi bagiku kau tetap sama. Kau adalah Kyungsooku yang dulu."

Kyungsoo terdiam dalam sebuah keterbisuan yang luar biasa. Perasaannya di aduk, bukan hanya dengan bagaimana senyuman Jongin tersungging kepadanya tetapi cara ia berucap bisa langsung menembus hatinya yang keras. Apa Kyungsoo pantas untuk berkomentar kasar kali ini karena Jongin telah beraninya merayu Kyungsoo dengan kata yang terlalu puitis. Anehnya, bukan perasaan mual yang biasa ia rasakan setiap kali ia menonton drama tetapi tetapi rasanya seperti ia telah menelan ribuan kembang api dan meledak di perutnya. Tergelitik hingga mencapai jantungnya yang berebar.

Kyungsoo mendesah, "Jika kau terus mengatakan hal-hal seperti ini aku akan benar-benar akan melepas Cloud9."

Wajah Jongin seketika berubah menjadi raut tak mengerti. "Kau membicarakan cloud9 ketika kau sendiri memaksaku untuk memberi alasan tentang perasaanku?" sahutnya kecewa.

Kyungsoo tersenyum tipis, "Ya, jika kau terus merayuku seperti ini aku akan benar-benar akan melepas cloud9 dan memberikan jabatan yang aku duduki saat ini."

"Kenapa?" ringisnya, "aku benar-benar tidak menerti dengan arah pembicaraanmu itu Kyung. Apa maksudmu melepas dan kepada siapa memangnya kau akan mmberikan Cloud9? Aku?" tunjuk Jongin kepada dirinya sendiri.

"Oh Sehun," jawab Kyungsoo dingin membuat Jongin berdecak kecewa. Lgi-lagi ia harus mendenar nama pria itu.

"Kau ingin memberikn aCloud9 yang kau bangun kepada orang lain?" tanya Jongin emosi. Tiba-tiba kecemburuannya menguap dan ia merasa tidak suka jika Kyungsoo masih membahas Sehun di pembicaraan mereka.

"Sehun bukan orang lain," jawab Kyungsooo dengan datar.

Bagus, kecemburuan Jongin semakin meningkat dan ia tidak tahu harus melakukan apa kepada Kyungsoo kali ini. Jongin penasaran seberapa jauh hubungan Kyungsoo dengan Sehun sehingga dengan mudahnya Kyungsoo bisa memberikan posisi kepemiminan Cloud9 kepada pria itu.

"Memangnya sejauh itu ya hubungan kalian?" ucap Jongin dengan nada tak suka. "Apa kalian terikat perjodohan, pernikahan, atau hutang piutang seperti itu huh?"

"Kubilang Sehun bukan orang lain. Dia sepupuku."

Jongin sempat ingin berkomentar lagi tetapi ketika ia mendengar kata sepupu yang terucap dari bibir Kyungsoo membuatnya membeku seketika. Ia terdiam dengan canggung dan seketika Jongin merasa bahwa ia adalah pria tertolol yang pernah hidup di dunia ini. Jadi selama ini ia cemburu kepada sepupu Kyungsoo? Yang benar saja?

"Kau terlihat manis ketika tengah ceburu," balas Kyungsoo dengan seringaian yang tercetak jelas di bibirnya. Kyungsoo sudah tahu dengan jelas bagaimana kepribadian Jongin. Setidaknya titel mantan kekasih sedikit membantunya untuk mengetahui apa yang Jongin suka dan apa yang Jongin tidak sukai.

Jongin kembali terdiam dengan canggung. Ia sedikit mengusak belakang kepalanya dan menghindar dari tatapan Kyungsoo ketika wanita itu masih menunjukkan seringaianya. Sadar bahwa ia tidak seharusnya terus diam seperti ini, akhirnya Jongin kembali membuka suaranya lirih.

"Jadi.. apa maksudmu.. maksudku.. kenapa kau ingin memberikan cloud9?"

"Apa kau lupa Jongin?" tanya Kyungsoo dan Jongin hanya mengernyit tak mengerti. "Kau mengatakan aku belum berubah dari dulu tetapi kau tetap melupakan apa yang pernah aku ucapkan keadamu. Apa kau benar-benar serius dengan rayuanmu tadi?" ejek Kyungsoo.

Melihat Jongin hanya bisa bungkam dengan tatapan seolah menerawang untuk mencari tahu apa yang pernah Kyungsoo ktaan kepadanya di masa lalu membuat Kyungsoo mendesah pasrah. Seharusya ia tidak benar-benar memberikan harapan sejauh ini. Meskipun Kyungsoo bisa jujur dengan perasaan yang dimilikinya kepada Jongin sekarang.

Ketika mereka tengah bungkam dalam seribu kebisuan. Suara pengumuman bahwa pesawat yang akan membawa ke New York telah tiba dan meminta kepada seluruh penumpang untuk melakukan Chek-in membuat Kyungsoo seketika berdiri dan bersiap menggerek kopernya pergi.

Namun lagkahnya terhenti ketika jongin segera mencekal lengannya dengan cukup kuat.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Dan kau masih belum mengingatnya," balas Kyungsoo. "Pesawatku telah tiba. Aku harus segea masuk." Ia menunjuk kepada deretan antrian yang tengah melakukan chek-in dengan dagunya. "Aku akan menunggunya hingga aku pulang nanti, tetapi jika kau masih belum mengerti jangan pernah berharap bahwa aku akan kembali keppadamu."

Dengan perlahan Kyungsoo melepaskan genggaman Jongin dari tangannya. Ia menunjukkan senyumannya ketika Jongin masih diam dengan wajah bingungnya.

"Tunggu 2 pekan lagi," ucap Kyungsoo lagi. "Tanggal 24 tolong jemput aku."

Kyungsoo lantas menggerek kopernya, pergi meninggalkan Jongin begitu saja. Ia tersenyum dibalik kepergiannya ini lantas mengenakan kacamata hitamnya kembali untuk sekedar menyembunyikan raut kebahagiaannya. Ia tidak berani untuk menoleh saat ini, ia ingin berkeras hati untuk bisa mengetahui sampai mana Jogin mengenalnya. Jika Jongin memang bersikeras bahwa Kyungso tidak berubah. Setidaknya Jongin tahu bagaimana tujuan hidup Kyungsoo selama ini. 

tatapan matanya kini tertuju kepada sepatu converse yang dikenakannya. Anehnya ia tidak lagi merasa malu harus menenakan sepatu ini dibandingkan dengan pakaiannya yang terlihat lebih modis. Rasanya lebih nyaman dan dengan senang hati ia akan menuruti perintah Jongin. Biarlah ia mempermalukan dirinya sendiri di acara New York fashion week nanti. 

Cinta membuat semua yang merasakannya akan tampil bodoh.

Itulah kenyataannya, Jongin telah kembali menarik perasaan Kyungsoo kepada puncak kebahagiaannya. Cinta.

Sedangkan Jongin sendiri masih tidak mengerti dengan ucapan yang diberikan Kyungsoo kepadanya. Layalknya teka-teki yang harus ia jawab. Jongin berpikir keras untuk mengetaui apa sebenarnya maksud dari perkataan Kyungsoo beberapa menit yang lalu.

Sebelum ia benar-benar menyadarinya. Jongin kembali mengingat apa saja yang pernah Kyungsoo katakan di masa lalu. Ia mengatakan sebuah tujuan hidup. Memang benar tujuan hidup Kyungsoo adalah memperbesar jaringan Cloud9 yang dimilikinya dan sekarang Cloud9 teah menjadi majalah fashion nomor satu di Korea selatan. Lalu apalagi? 

Ketika ia mencari tujuan hidup Kyungsoo selain dari Cloud9. Ia segera menyadari satu hal. Senyuman rersungging di wajahnya dan dengan lantang ia berteriak kepada Kyungsoo yang tengah dalam antriannya.

"Aku akan datang menjemputmu! Aku sudah berjanji!"

***

"Jangan pernah membaca jurnalku atau sengaja mencurinya dariku. Aku akan benar-benar marah jika kau melakukan itu!" Ingat Kyungsoo yang kini berada di ambang pinu kamarnya.

"Ya Tuhan Kyung, kau curigaan sekali. Aku bahkan belum benar-benar menyentuhnya," tunjuknya pada sebuah jurnal bersampul warna putih di atas meja belajar Kyungsoo yang ada di ruangan tengah.

"Belum berarti kau benar-bnear berniat untuk membacanya." Kyungsoo berjalan menuju letak jurnal itu berada dan segera mengambilnya. Mendekapnya dalam pelukan erat seolah takut bahwa Jongin akan benar-benar mengambilnya.

Jongin berdecak. "Kenapa kau takut sekali mengambilnya? Apa itu buku harianmu atau jangan-jangan kau memiliki pria lain yang kau sukai dan menyembunyikannya di dalam sana?"

Kyungsoo memukul lengan Jongin dengan cukup keras. "Tentu saja tidak ada. Kau ini," kesal Kyungsoo. "Kau tidak mengerti tentang rahasia perusahaann ya?" Kyungsoo mengelus sampul jurnalnya dalam gerakan memutar. "Disini adalah rahasia-rahasia dan juga rencana yang akan kubuat untuk memperbesar Cloud9 yang kumiliki. Ada beberapa daftar brand yang sedang aku incar dan aku harus bisa mengiklankannya di website-ku."

"Lalu apa hubungannya jika aku membacanya? Toh, aku juga tidak akan mengerti."

"Kau bisa saja mencari keuntungan dari sini." Lagi-lagi ia menepuk jurnalnya perlahan. "Disini berisi kontak-kontak untuk menghubugi brand-brand itu. Jadi mulai saat ini karena kau sudah mengetahui sedikit tentang apa yang ku miliki bukan berarti kau bebas untuk membacanya apalagi menyebarannya. Kau paham?"

Jongin mendesah, lagipula ia juga tida terlalu meminati apa yang Kyungsoo miliki. Demi Tuhan, itu hanya kontak-kontak brand fashion. Jika itu adalah sebuah ensiklopedia, Jongin pasti akan berpikir sangat keras untuk memilikinya.

"Kua begitu bekerja keras."

"Tentu saja, Cloud9 adalah tujuan hidupku!" teriak Kyungsoo percaya diri.

Jongin sedikit memeringkan kepalanya. "Hanya cloud9?"

Kyungsoo terdiam sejenak untuk berpikir. "Sebenarnya tidak," jawabnya. "Aku tidak selamanya mengurus Cloud9 seumur hiudupku kan? Aku juga akan memiliki kehidupanaku sendiri dalam sebuah keluarga ya semacam ibu rumah tangga." Kyungsoo menyimpan Jurnalnya dan mulai bicara dengan sangat antusias di hadapan Jongin. "Kau tahu apa yang aku pikirkan jika aku menjadi seorang ibu rumah tangga kelak?"

"Aku seorang pria, aku tidak pernah berpikir untuk hidup sebagai ibu-ibu."

Kyungsoo berdecak. "Ayolah Jongin, kau pikir jika aku berkeluarga nati aku akan mengacuhkan suami dan anak-anakku dengan mengurus cloud9. Tidak-tidak. Aku juga wanita, aku lebih memilih menjadi seorang ibu rumah tannga. Aku sudah membayangkan setiap hari aku akan menyajikan sarapan untuk suami dan anak-anakku. Mengantar anakku ke sekolah dan menunggu mereka pulang dengan membersihkan rumah. Setelah itu setiap akhir ekan kita semua akan menghabiskan waktu bersama untuk menonton film keluaga. Terdengar monoton sih tapi aku bermimpi untuk menjalani itu semua. Apa itu terdengar aneh menurutmu?"

"Aku mulai curiga dengan isi jurnal itu. Kurasa itu bukan tentang rahasia perusahaan yang kau bicarakan. Kurasa itu adalah fantasi-fantasimu denganku ketika kita menikah nanti," goda Jongin.

Seketika Kyungsoo memukul dada Jongin ketika pria itu mulai menyeringai kepadanya. Kyungsoo sebenarnya tengah tersipu kali ini akan tetap ia mencoba untuk menyembunyikannya dengan menghindar dari tatapan Jongin yang tengah menggodanya.

"Jangan malu, suatu hari nanti kita juga akan menikah."

"Dalam mimpimu," ketus Kyungsoo meskipun dibalik kekasarannya ia tengah tersenyum saat ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro