Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 1

***3 bulan sebelumnya***

"Saya mohon tolong bantu Presdir kami."

Pria itu terlonjak mendapati seorang wanita telah berdiri di hadapannya dengan kedua tangan saling mengepal layaknya gestur memohon. Ia baru saja keluar dari ruang operasi dan wanita ini masih belum menyerah dengan permintaannya setelah lima jam berlalu. Luar biasa. Bahkan ia belum melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya dan wanita ini telah kembali memohon kepadanya.

"Dokter, ini hasil pasien yang melakukan operasi tadi," ucap salah seorang suster yang membuat perhatiannya teralihkan dari wanita di depannya. Ia mengambil beberapa keterangan yang baru saja ditulis oleh sang suster dan mengangguk mendapati bahwa pasien yang melakukan operasi sebelumnya menunjukkan kondisi yang stabil.

"Tolong simpan di ruanganku, aku ada urusan lain." Ia tersenyum kepada sang suster memberikan hasil rekapan kesehatan yang baru ia cek.

Setelah suster itu melangkah pergi, sang dokter pun berniat pergi dengan langkah berlawanan. Namun lagi-lagi wanita keras kepala itu kembali berdiri di hadapannya. Wanita itu memotong jalannya sehingga ia tidak dapat melangkah kemanapun.

"Dokter, saya mohon."

Meski kesal ia mencoba menahan emosinya. Ia lantas membuka suaranya dengan tenang.

"Kenapa harus saya? Masih ada puluhan dokter di rumah sakit ini dan kenapa harus saya yang dimintai bantuan?"

"Karena anda dokter spesialis jantung," jawabnya dengan tenang.

"Lalu? Apa presdir anda mengalami serangan jantung sehingga membuatnya pingsan seperti itu? Kenapa anda tidak membawanya langsung ke gawat darurat?"

Ia masih ingat beberapa jam yang lalu wanita itu datang dengan seorang wanita lainnya dalam keadaan pingsan. Ia hanya meliriknya untuk beberapa detik saja karena saat itu ia harus menangani pasien lain. Bahkan belum setengah jam ia melihat mereka dengan tidak jelas. Kini wanita yang mengantarkannya mengaku bahwa dia adalah asisten Nona Presdir Do. Entah apa maksudnya yang jelas sebelum masuk ke ruang operasi, ia ditahan oleh wanita itu untuk masuk lantas menanyakan; "Apakah anda Dokter Kim Jongin, apa anda dokter spesialis jantung?"

Sang Dokter--Kim Jongin, menjawab 'ya' dan tiba-tiba wanita itu memohon-mohon meminta bantuannya. Jongin tidak dapat berpikir apa-apa karena ia harus menangani pasien lagi sehingga akhirnya ia menyarankan agar wanita itu mencari dokter lain untuk membantunya. Tetapi siapa yang menyangka kalau wanita itu keukeuh ingin Jongin yang menanganinya.

"Dokter spesialis jantung bukan hanya saya, ada dua dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit ini. Kau bisa meminta bantuan kepada Dokter Yoo, saat ini saya harus menangani pasien lainnya," jelas Jongin dengan penuh kesabaran.

"Aku juga sempat bertanya tetapi Dokter Yoo tidak bisa membantu. Dokter Yoo menyarankan anda."

Jongin mengernyitkan keningnya. Dokter Yoo biasanya selalu menerima pasien untuk di tanganinya. Tetapi kenapa pria paruh baya itu menolak permohonan wanita ini, apalagi menyerahkan pasien ini kepadanya. Tiba-tiba perasaan Jongin berubah tidak enak. Pasti ada sesuatu yang salah disini.

"Baiklah, bawa saya ke ruangan Presdir anda dan jelaskan apa yang terjadi sehingga dia bisa tidak sadarkan diri."

Akhirnya Jongin menyerah, ia lantas melangkahkan kakinya dengan wanita itu yang mengekornya dari belakang.

"Apa dia pernah mengalami hal ini sebelumnya?" tanya Jongin selagi ia melangkah menuju ruangan yang seingatnya dimasuki oleh pasien yang dipanggil Presdir Do itu.

"Tidak pernah. Ini adalah kali pertama."

"Dia mempunyai riwayat serangan jantung?"

"Tidak, Nona Presdir sama sekali tidak memiliki riwayat serangan jantung."

Langkah Jongin terhenti. Ia mengernyitkan keningnya dan menoleh tidak mengerti dengan apa yang dikatakan wanita itu.

"Sebenarnya nona presdir hanya mengalami pingsan biasa karena kelelahan," Jongin menyipitkan matanya tidak mengerti dengan ucapan wanita di itu. "Hanya saja, bolehkah anda mengatakan bahwa Nona Presdir mengalami serangan jantung."

Jongin terperangah. Oh, pantas saja Dokter Yoo tidak menerima pasien ini. Siapa dokter yang ingin memvonis penyakit mematikan dengan dilandasi kebohongan?

Tangan Jongin terangkat memijat pelan pangkal hidungnya. Ini gila, ketika orang lain ingin mendengar kata sehat sedangkan wanita ini sebaliknya menginginkan atasannya sendiri terkena penyakit mematikan.

"Dengar nona, maaf jika ini menyinggung anda tetapi apa anda memiliki dendam terhadap atasan anda sendiri."

Gadis itu menunjukkan ekpresi terkejut sekaligus panik. Kedua tangannya terangkat dengan cepat. "Tidak.. Tidak. Bukan itu maksud saya. Saya hanya berniat membuat nona presdir mau beristirahat. Sungguh, saya tidak memiliki dendam apa-apa dengan nona presdir Do."

Jongin masih menyipitkan pandangan menusuk seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan wanita di hadapannya.

"Selama dua minggu belakangan ini nona presdir begitu sangat sibuk dengan pekerjaannya. Di terkadang melewatkan waktu tidurnya hanya demi bekerja lembur semalaman di kantor. Saya hanya khawatir dengan kesehatan nona presdir. Saya takut nona jatuh sakit dan akhirnya kekhawatiran saya terjadi. Nona jatuh pingsan saat kami baru saja menyelesaikan rapat di kantor," cerita wanita itu dengan suara terdengar nyaris berbisik. "Sampai saat ini Nona masih belum sadarkan diri. Mungkin karena nona presdir kelelahan. Tapi saya khawatir jika dia sadarkan diri nanti dia akan kembali bekerja. Saya hanya ingin nona presdir do untuk beristirahat."

"Dengan mengatakan bahwa ia mengalami serangan jantung? Begitu?" tebak Jongin yang dibalas sebuah anggukan dari wanita itu.

Jongin menghela napasnya perlahan. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Dari nada bicara wanita ini, Jongin tahu bahwa dia sangat jujur akan rasa kekhawatiran atas atasannya. Tetapi untuk berbohong, tentu saja Jongin menolak.

"Mohon maaf, kami sebagai dokter memiliki etika. Anda tahu gelar kami bisa saja dicabut kapan saja hanya karena kami salah memvonis penyakit pasien. Itu juga berlaku jika kami berbohong. Saya ikut prihatin tetapi maaf, saya tidak bisa membantu."

Jongin menunjukkan gestur permintaan maafnya dengan cara membungkuk dihadapan wanita itu yang masih mematung. Ini memang seharusnya ia lakukan. Ini masalah pekerjaannya.

Jongin baru saja berbalik dan melangkahkan kakinya beberapa detik yang lalu tetapi panggilan wanita itu mampu buat Jongin untuk kembali menoleh.

"Dokter Kim, saya mohon. Bantu nona presdir," wanita itu menangis layaknya anak kecil yang memohon untuk dibelikan permen. Ini menggelikan. Kenapa ada wanita macam ini di dunia ini.

Perasaan Jongin mulai asing ketika mendapati beberapa orang mulai memerhatikan mereka berdua. Tamu, pasien, perawat, dokter lain, hingga cleaning service, ya Tuhan.. Ini mempermalukannya.

"Hey.. Jangan menangis seperti itu," Jongin bicara dengan nada memerintah dan berusaha sangat keras untuk tidak berteriak.

"Saya mohon, dokter bantu saya," isaknya dan Jongin bersumpah. Pukul dirinya jika ia pulang nanti.

"Baiklah, saya akan membantu," wajah itu nampak berbinar dan hendak untuk bicara tapi Jongin telah lebih dulu menahannya untuk diam dan kembali berbicara. "Tapi tidak ada kebohongan. Aku akan menjelaskan secara jujur kondisinya dan memintanya untuk beristirahat."

Wanita itu diam. Ia nampak resah dan Jongin penasaran, apalagi yang dipikirkan wanita itu.

"Itu terdengar sangat sulit. Nona presdir sering menolak dan ya sedikit keras kepala," bisiknya dengan ragu karena telah mengatakan hal kasar tentang atasannya sendiri. "Nona presdir sering membantah dan dia tidak ingin diperintah. Apalagi jika disuruh beristirahat karena saat ini kami sedang disibukkan dengan project New York Fashion week."

Jongin mengernyitkan keningnya. Kenapa wanita itu malah bercerita kepadanya. New York apa? Bahkan ia sama sekali tidak mengerti.

"Seorang designer?" tebak Jongin dan wanita itu menggeleng sebagai jawaban.

"Bukan, dia pemimpin redaksi majalah Cloud 9."

Jongin mengernyit sesaat, merasa sangat tidak asing dengan nama itu. Bukan karena nama majalahnya yang begitu terkenal karena berhasil menduduki puncak pertama sebagai brand majalah fashion di Korea Selatan, melainkan sosok dibalik nama besar Cloud 9 itu sendiri.

"Siapa namanya?"

"Presdir Do Kyungsoo."

Oh, tepat sekali.

***

Jongin menatap nanar seorang wanita yang kini terbaring di ranjang rumah sakit. Apa yang telah terjadi selama lima tahun belakangan ini. Wanita itu benar-benar berubah. Dia cantik, ya sangat cantik. Sama seperti di foto-fotonya yang selalu tersebar di internet. Tetapi benarkah dia Kyungsoo yang ia kenal dulu?

Wajahnya begitu tirus bahkan sulit membedakan antara Kyungsoo yang berpipi chubby dengan pipi tirus hasil make up. Tidak, Jongin yakin tirusnya bukan efek dari make up tetapi dia benar-benar tirus. Dalam kata yang lebih sederhana, ia nampak kurus.

Matanya kini beralih pada selang infus yang menancap pada pergelangan tangan kirinya. Menyedihkan, ia jatuh pingsan akibat kelelahan. Sesibuk apa hingga wanita itu mengabaikan kesehatannya sendiri?

Kedua bola mata yang tertutup itu perlahan mulai bergerak-gerak perlahan. Jongin menegakkan tubuhnya dan menyiapkan diri untuk menatap wanita itu secara langsung.

Kelopak matanya perlahan membuka dan satu helaan napas panjang dari wanita itu entah kenapa membuat jantung Jongin seolah berhenti berdetak. Rasanya aneh tapi hal sekecil itu mampu membuatnya lega.

Jongin menjejalkan kedua telapak tangannya ke dalam saku jas dokternya, sengaja menyembunyikan kegugupannya sendiri akan wanita yang kini mulai menatapnya dengan tatapan lemah.

Jongin tidak tahu, apa ia harus tersenyum saat ini atau menyapanya layaknya sang dokter yang menyapa pasiennya. Setelah dipikirkan kembali, yang kedua lebih cocok untuk keadaan mereka saat ini. Dan inilah Jongin sekarang. Menyapa wanita itu dengan sopan selayaknya dokter yang menangani pasiennya.

"Selamat siang, bagaimana keadaanmu hari ini nona?" Sapa Jongin terdengar tenang seperti biasanya.

Wanita itu berkedip beberapa kali lantas kembali menatap Jongin yang kini mulai menunjukkan senyum ramahnya. Tidak perlu menunggu hingga semenit, gadis itu telah terlonjak mendudukkan tubuhnya dengan tangan kanannya yang menunjuk ke arah Jongin.

"K-kau?! Apa yang kau lakukan disini?!" teriak gadis itu dengan ekspresi terkejutnya.

"Anda tidak sadarkan diri selama," Jongin melirik jam tanganya sesaat lantas kembali menatap Kyungsoo dengan tenang. "Sekitar 6 jam."

"Apa? Aku? Kenapa?! Yak! Dan kenapa kau harus berada disini? Aku tidak mau-akh!" wanita itu meringis ketika merasakan sesuatu yang menyakitkan menggores pergelangan tangannya.

Kyungsoo melirik tangannya sendiri dan menemukan bagaimana pergelangan tangannya yang telah tertancap oleh jarum dari selang infus yang menggantung di sisi ranjangnya.

"Sebaiknya anda beristirahat. Anda baru sadarkan diri, kondisi anda masih belum stabil."

Kyungsoo melirik tajam Jongin dengan tatapan tidak bersahabat.

"Siapa kau sehingga berhak mengatur hidupku?" tanya Kyungsoo tak ramah.

"Saya tidak mengatur hidup anda nona, saya hanya membantu untuk memulihkan keadaan anda."

Kyungsoo mendengus. "Aku baik-baik saja dan aku sama sekali tidak butuh bantuan dari pria sepertimu," dengan cepat Kyungsoo melepas selang infusnya begitu saja. Terdapat raut kesakitan dari wajah itu namun Jongin tidak melakukan apa-apa selain diam menatap ketergesaan Kyungsoo untuk pergi dengan tatapan tenang. "Dan satu hal, jangan panggil aku nona."

"Apa saya harus menyebutkan nama Anda?"

"Diam!" jawab Kyungsoo keras. Ia semakin menajamkan tatapannya. "Jangan pernah sebut namaku, aku sama sekali tidak ingin mendengarnya dan oh ya.. Bersikap formal ya? Itu sangat tidak cocok dengan pribadi brengsekmu!" lanjutnya penuh penekanan.

Habis sudah kesabaran Jongin saat ini. Kini telapak tangannya tak lagi ia jejalkan ke dalam saku jasnya. Sebaliknya ia menyilangkan kedua tangannya itu di atas dadanya. Dan tentunya cara berdirinya tak lagi sekaku sebelumnya. Jongin terlihat lebih santai untuk menangani wanita keras kepala di hadapannya. Lebih keras kepala dari wanita yang memohonnya untuk menangani Kyungsoo beberapa jam yang lalu.

"Nah baiklah jika kau memang tidak ingin bersikap formal, aku hanya menjalankan tugasku untuk menjadi seorang dokter tapi sepertinya kau tidak suka."

"Sialan! Aku bukan orang sakit!" jawab Kyungsoo dengan nada marah.

"Semua orang yang berada di rumah sakit itu adalah orang sakit," jawab Jongin dengan santai.

"Ya benar, kau orang sakit itu."

"Apa ada dokter sakit yang merawat orang sakit? Mereka bisa sama-sama saling membunuh karena penyakit mereka," Jongin membantahnya dan saat itulah ia dapat sedikit menarik ujung bibirnya. Ia yang menang dan kini Kyungsoo sama sekali tidak berkutik akan jawabannya.

Merasa Kyungsoo tidak memiliki jawaban untuk membalas ucapan Jongin, pria itu kembali membuka suaranya.

"Kau harus beristirahat."

"Apa hakmu menyuruhku beristirahat?" balas Kyungsoo dengan dingin dan jangan lupakan tatapannya yang masih tidak bersahabat.

"Karena aku doktermu sekarang."

Kyungsoo mendecih, "Ada ribuan dokter di seluruh kota kenapa harus kau yang menjadi dokterku?"

"Mungkin karena aku special untukmu," balas Jongin acuh membuat Kyungsoo kini semakin menunjukkan wajah muaknya.

Jongin mulai lelah dengan perdebatan ini sehingga akhirnya ia memutuskan sendiri untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Kyungsoo.

"Mari kita lihat apa yang terjadi kepadamu." Jongin mengambil sebuah papan yang menunjukkan hasil diagnosis keadaan Kyungsoo yang menyebabkan ia tak sadarkan diri. "Waktu tidur yang tidak normal, sering melewatkan jam makan, tekanan darah rendah, oh.. Kau bahkan terkena anemia juga. Menyedihkan."

Jongin melemparkan catatan itu ke atas nakas meja dengan perlahan dan ia menemukan tatapan Kyungsoo yang masih belum berubah. Dingin dengan kesan tak bersahabat.

"Kau pingsan karena kelelahan dan kurang istirahat tetapi apakah kau ingin tahu apa yang asistenmu minta  akan kondisimu?" Kyungsoo hanya diam dan Jongin tahu bahwa Kyungsoo kini tengah menyembunyikan rasa penasarannya. "Dia memintaku untuk memvonismu terkena serangan jantung."

Matanya membulat besar dan Jongin tahu, wanita itu terkejut dengan ucapannya.

"Asistenku yang mengatakan itu?" Jongin mengangguk. "Baekhyun sialan," desis Kyungsoo membuat Jongin mengernyit. Oh ternyata namanya Baekhyun.

"Tidak baik mencaci bawahanmu sendiri," meski kenyataannya Jongin sendiri mendengar Baekhyun mencela sang atasannya. Kyungsoo hanya mendengus menimpali lantas Jongin kembali membuka suaranya. "Tetapi melihat kondisimu saat ini, bisa saja kau benar-benar terkena serangan jantung. Pola hidupmu menyedihkan sekali. Apa saja yang telah kau lakukan selama lima tahun belakangan ini? Kau nampak berubah."

Keheningan melanda mereka berdua. Jongin bungkam ketika tatapan Kyungsoo berubah semakin lekat menatapnya. Tatapan tak bersahabatnya masih ia tunjukkan tetapi ada kesan lain yang tersembunyi dari tatapan itu. Kebencian.

"Kau seharusnya tau apa yang terjadi lima tahun yang lalu."

Jongin hanya diam ketika Kyungsoo menyibak selimutnya dengan kasar lantas berdiri menguatkan dirinya sendiri meskipun Jongin tahu bahwa Kyungsoo masih merasakan lemas di sekujur tubuhnya.

Wanita itu mulai membungkuk mencari sepatunya ketika ia sadar bahwa kini ia tengah bertelanjang kaki. Jongin yang menatap itu kembali bicara dengan suara yang jauh lebih tenang.

"Sebaiknya kau menanyakan sepatumu ke para perawat."

Kyungsoo kembali melemparkan tatapan tajamnya lantas kembali menegakkan tubuhnya. Tanpa banyak bicara Kyungsoo segera melangkahkan kakinya melewati Jongin begitu saja yang masih mematung di tempatnya.

Ketika suara pintu terbuka mulai terdengar barulah Jongin sadar dengan keadaan Kyungsoo saat ini. Wanita itu bertelanjang kaki saat ini dan jangan lupakan kondisinya yang jauh untuk dikatakan baik-baik saja. Keadaan Kyungsoo masih tidak stabil.

Dengan suara helaan napas rendah akhirnya Jongin berbalik dan bergegas untuk mengejar kepergian wanita itu. Ketika Jongin baru saja keluar dari kamar rawat yang digunakan Kyungsoo sebelumnya, ia dapat meihat gadis itu yang tengah berdiri di depan lift khusus pengunjung. Ada dua lift yang yang berjejer disana. Satu khusus tamu pengunjung rumah sakit dan satu lagi khusus pasien dengan ukuran jauh lebih besar.

Jongin melangkahkan kakinya dengan tergesa lantas menarik pergelangan tangan Kyungsoo. Namun seperti tahu bahwa tangan itu adalah milik Jongin Kyungsoo segera melepaskan genggaman tangan pria itu dengan cepat.

"Jangan menyentuhku!" teriak Kyungsoo. Jongin hanya mematung ketika jari Kyungsoo terus menekan tombol lift untuk membawanya turun dari lantai kamarnya. Dan sialnya bukan tanda panah untuk turun yang ditunjukkan monitor lift, panah itu malah semakin menunjuk ke arah yang berlawanan.

"Ini lift khusus tamu, kau pasien jadi gunakan lift itu," tunjuk Jongin dengan dagunya.

"Sudah aku katakan, aku bukan orang sakit!" teriaknya kembali dengan kesal.

Jongin berdecak, jika dia ingin pergi baiklah Jongin akan membiarkannya. Lagipula dia juga tidak ingin berurusan dengan wanits keras kepala semacam Kyungsoo. Dengan kesal Jongin menarik tangan Kyungsoo untuk bergeser menuju lift yang dikhususkan pasien. Jongin menekan tombol untuk turun tetapi anehnya monitor tidak menunjukkan kemana arah lift itu bergerak. Monitor masih menunjukkan angka tiga. Hanya terus disitu tidak bergerak sama sekali. Jongin kembali menekan tombolnya lagi dan lagi tapi tetap saja hasilnya nihil.

Kyungsoo yang sudah hilang kesabaran mulai menyentak tangan Jongin untuk terlepas.

"Ini membuang waktuku,"

Jongin bingung ketika wanita itu mulai berjalan dengan langkah cepat menuju tangga darurat. Apakah Kyungsoo yakin turun menggunakan anak tangga? Bahkan keadaanya masih belum stabil.

Dibalik kekesalannya Jongin masih menyembunyikan rasa khawatir akan keadaan Kyungsoo. Dia adalah dokter disini dan setidaknya ia harus memastikan bahwa keadaan Kyungsoo baik-baik saja; karena dia adalah pasiennya.

Dengan penuh kegeraman dan rasa khawatir yang bercampur aduk menjadi satu, akhirnya Jongin mengekor langkah Kyungsoo dan mengejar ke tertinggalannya dari wanita itu.

"Kyungsoo tunggu!" teriak Jongin namun panggilannya tidak digubris oleh Kyungsoo.

Jongin memperhatikannya dari kejauhan dan melihat bagaimana cara bejalan wanita itu yang menuruni anak tangga dengan gontai tetapi dengan langkah cepat. Ini tidak bagus, terlihat sekali bahwa tubuhnya masih sangat lemah. Lihatlah bagaimana tangan gadis itu yang terus mencengkram pegangan tangga kuat-kuat. Gadis keras kepala.

Jongin kembali melangkahkan kakinya cepat dan mengejar ketertinggalannya. Namun sebelum Jongin berhasil menghentikan Kyungsoo, gadis itu telah lebih dulu tersungkur lantas jatuh di anak tangga. Membuat tubuhnya limbung dan berguling ke dasar tangga di lantai ke dua. Suara teriakan itu membuat Jongin panik setengah mati.

Dengan keadaan terkejut, Jongin berlari menuruni anak tangga dengan tergesa dan saat itulah ia menemukan Kyungsoo telah jatuh berbaring dengan posisi tubuh yang miring. Kedua tangannya tergeletak di antara kepalanya dan Jongin bersyukur bahwa kepalanya masih dapat terlindungi sehingga tidak menyebabkan cedera berat; respon tubuh Kyungsoo sangat baik.

Akan tetapi Jongin tidak sepenuhnya selega itu. Kyungsoo masih sadar, dia masih menggumamkan beberapa kalimat dengan nada kesakitan. Jongin tidak mengerti apa yang sebenarnya Kyungsoo katakan saat ini tetapi ia mencoba mungkin membuat Kyungsoo sadar di tengah kepanikannya sendiri.

"Kyungsoo, kau masih sadar? Ya Tuhan.. Kenapa kau ceroboh sekali?" decak Jongin setengah kesal sekaligus khawatir.

Tanpa pikir panjang lantas Jongin segera membantu Kyungsoo untuk bangun tetapi hal lain membuat Jongin semakin khawatir ketika wanita itu malah berteriak semakin keras.

"Sa.. Sakit," ringisnya.

Jongin menatap keadaan Kyungsoo. Tidak ada luka yang timbul di tubuhnya, ya selain memar kecil pada tangannya. Tetapi ketika ia melemparkan tatapannya ke bawah. Saat itulah Jongin terkejut melihat luka memar yang membiru pada pergelangan kaki kanan Kyungsoo.

"Tahanlah," bisik Jongin lantas segera menggendong tubuh Kyungsoo dan membawanya turun. Lantai satu, disana Kyungsoo akan mendapatkan perawatan terhadap kakinya.

Kyungsoo tidak menolak apa yang tengah Jongin lakukan saat ini. Jongin bersyukur setidaknya kesakitan yang dialami Kyungsoo dapat sedikit mengalihkan rasa kebencian wanita ini kepadanya. Meskipun perasaannya sendiri sama sakitnya dengan yang Kyungsoo alami saat ini. Jongin benar-benar panik.

***

Di ruangan ini, wanita yang merupakan asisten Kyungsoo; Baekhyun kini telah berdiri di samping Jongin. Jongin memerhatikan raut kecemasan wanita itu yang sesekali menggigiti kuku jarinya. Bahkan pekerjanya sendiri bisa sepanik ini melihat Kyungsoo yang tengah ditangani oleh dokter lain. 

Jongin kembali mengalihkan perhatiannya pada Kyungsoo dan melihat bagaimana wanita itu meringis ketika kakinya dipasangi sebuah gips dengan kain kasa yang membalutnya. Kaki kanan Kyungsoo mengalami patah tulang akibat menahan posisi jatuhnya saat di tangga tadi. Tidak ada luka lain pada Kyungsoo selain kakinya yang kini malah membuat Kyungsoo tidak dapat berjalan untuk beberapa minggu.

"Hanya patah tulang ringan. Dalam waktu dua bulan anda bisa berjalan dengan normal kembali," ucap sang dokter dengan senyum ramahnya.

"Dua bulan?! Oh ini tidak dapat dipercaya, aku-"

"Terimakasih atas bantuannya Dokter," jawab Baekhyun cepat memotong ucapan Kyungsoo. Baekhyun tahu dari nada bicara atasannya dengan keras menandakan bahwa ia tengah marah dan siap mencaci; seperti kebiasaan buruknya.

Kyungsoo kini menatap tajam sang asisten sedangkan Baekhyun sendiri langsung menundukkan wajahnya seolah sadar bahwa Kyungsoo tengah marah kepadanya saat ini. Jongin yang memerhatikan itu hanya mengernyit. Hubungan atasan dan bawahan yang aneh.

"Sebaiknya kau tinggal selama seminggu di rumah sakit," ucap sang dokter kembali. Kyungsoo sempat ingin melontarkan ucapan penolakannya tetapi dokter itu telah lebih dulu melanjutkan ucapannya. "Dokter Kim, apakah dia pasienmu?'

Jongin menatap Kyungsoo sesaat yang seolah melemparkan tatapan menjijikan kepadanya tetapi sungguh, Jongin tidak peduli lagi tentang hal itu. "Benar Dokter Lee, Nona Do adalah pasien saya."

Dokter Lee mengangguk lantas mengalihkan kembali tatatapannya kepada Kyungsoo.

"Sebaiknya anda beristirahat di rumah sakit untuk sementara waktu. Selain menjalankan pengobatan yang dilakukan oleh Dokter Kim, saya juga akan lebih mudah memantau kondisi anda disini."

Kyungsoo menggerakkan kedua telapak tangannya. "Tidak. Tidak. Aku tidak sakit, sungguh. Aku sangat sehat. Benar kan Baekhyun?" Kyungsoo melemparkan tatapan memohon, sayangnya Baekhyun kini tidak sejalan lagi dengan pikiran atasannya saat ini.

"Tidak nona presdir, anda harus beristirahat," desak Baekhyun yang membuat Kyungsoo mengutuk asistennya sendiri yang tidak dapat membantunya.

Jongin rasanya ingin tertawa melihat tingkah Kyungsoo saat ini. Bukankah itu hal baik mengingat Kyungsoo pada akhirnya tidak dapat berkutik lagi dan terjebak di rumah sakit ini. Jongin sendiri tidak menyangka, bahkan ia sendiri telah secara jujur mengatakan bahwa Kyungsoo sama sekali tidak memiliki penyakit jantung tetapi Dokter Lee malah menyangka bahwa gadis ini memiliki riwayat penyakit jantung karena menjadi pasiennya. Oh ini awal yang bagus. Setidaknya Jongin sendiri bisa mencari tahu alasan mengapa Kyungsoo begitu sangat membencinya selama lima tahun belakangan ini.

"Nah nona, Dokter Lee telah menyarankan anda untuk tinggal dan di rawat dirumah sakit ini. Demi kesehatan anda sebaiknya nona kembali ke kamar rawat."

Dan Jongin yakin dari tatapan Kyungsoo saat ini, wanita ini ingin membunuhnya. Coba saja kalau bisa, sebaliknya Jongin yang akan membunuh Kyungsoo; karena membutuhkannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro