D-Day
"Maafkan aku, karena aku kau harus mengambil alih semua tugasku di pekan ini," ucap Jongin melalui sambungan telepon yang tengah di lakukannya.
"Tenang saja, aku bisa mengatasi ini. Lagipula kau sudah mengambil cuti-mu jadi aku tidak mungkin melarangnya bukan? Memangnya aku siapa? Haha.."
Pria di ujung sambungan telepon itu tertawa membuat Jongin ikut tersenyum mendengarnya.
"Kau benar. Yah.. Seharusnya aku memang mengambil cuti ini dua bulan yang lalu tapi rencana berubah begitu saja. Seseorang yang ku ajak berlibur bersama ternyata masih sibuk dengan pekerjaannya. Mau bagaimana lagi, aku terpaksa memundurkan waktu cutiku."
"Apa dia adalah seorang wanita?" tanya suara itu dengan godaan di dalamnya.
"Bayangkan saja itu," sahut Jongin dan suara itu berubah menjadi teriakan mengejek.
"Wahh.. Ternyata benar tentang gosip di rumah sakit itu bahwa dokter Kim sudah tidak melajang lagi. Kau harus tahu berapa banyak perawat yang patah hati jika itu memang benar."
Jongin terkekeh, "untuk sekarang, ya, aku masih lajang. Tapi entahlah bagaimana ke depannya." Jongin menutup tasnya setelah ia selesai mengemas pakaiannya. "Ya sudah, aku harus segera berangkat. Sekali lagi maafkan aku."
"Baiklah, selamat menikmati waktu liburanmu."
Jongin mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya menutup panggilannya. Kini ia telah berkemas, ia juga sudah siap dengan pakaiannya saat ini, kali ini ia tinggal menjemput Kyungsoo.
Rencana liburan yang seharusnya ia lakukan sekitar dua bulan yang lalu harus ia mundurkan demi mengikuti keinginan Kyungsoo yang tidak bisa pergi ketika banyak pekerjaan harus segera diselesaikannya. Terlebih Kyungsoo tengah disibukkan dengan project New York Fashion Week-nya. Jongin terpaksa mengalah lagipula ia juga tidak mungkin memaksanya.
Meskipun begitu, Kyungsoo juga tak lantas menjawab apakah ia ingin ikut berlibur atau tidak bersama Jongin. Selama dua bulan juga Kyungsoo menggantung jawabannya dengan alasan; takut ada pekerjaan lain yang harus diselesaikannya. Alhasil, untuk kesekian kalinya Jongin hanya bisa menunggu dan berharap.
Sekitar dua minggu sebelumnya Majalah Kyungsoo telah diterbitkan dengan edisi specialnya. Jongin sebenarnya tidak berharap banyak tentang jawaban apakah kini Kyungsoo mau untuk berlibur bersamanya. Tetapi ia tidak mungkin terus diam dan menunggu. Maka dari itu ia langsung menghubungi Kyungsoo dan saat itulah ia baru bisa merasa lega ketika Kyungsoo menyetujui ajakannya.
Hari ini, seperti hari yang telah di tunggunya selama ini. Jongin bersiap untuk menjemput Kyungsoo ketika secara kebetulan wanita itu juga menghubunginya melalui ponselnya.
Dengan semangat Jongin kembali meraih ponselnya yang berdering dan menjawabnya dengan sumringah.
"Kenapa kau selalu tidak tepat waktu? Haruskah aku menunggu satu setengah jam lagi?"
Jongin terkekeh mendengar omelan Kyungsoo yang tiba-tiba. "Bersabarlah, jika kau merindukanku kenapa kau tidak menjemputku saja?"
"Diam kau, cepatlah datang atau aku akan membatalkan rencana ini."
Hanya sebuah peringatan yang Kyungsoo ucapkan sebelum akhirnya ia memutuskan panggilan itu secara sepihak. Jongin menatap ponselnya dan kembali tersenyum.
"Dia manis sekali," gumamnya lantas menggerek kopernya meninggalkan kamarnya.
Jongin tidak mungkin membuat Kyungsoo menunggu lebih lama lagi. Ia tidak takut dengan ancaman yang Kyungsoo berikan kepadanya. Apa yang salah? Jongin merindukannya setelah hampir berminggu-minggu hanya bisa menyapanya melalui panggilan suara. Jongin juga tahu bahwa wanita itu juga balik merindukannya. Sama seperti apa yang dikatakannya tadi.
***
Kyungsoo terus melirik jam tangan yang di lengannya. Sudah satu setengah jam ia menunggu Jongin lebih dari waktu yang telah di janjikannya. Jongin berjanji akan menjemputnya pukul delapan pagi tetapi namun hingga sekarang pria itu belum menampakkan batang hidungnya juga.
Kyungsoo sudah cukup jengkel dengan Jongin dan sekarang ia harus menunggu pria itu. Terkadang Kyungsoo sendiri merasa heran, kenapa ia masih tetap saja meladeni pria itu. Ya, yang jelas Kyungsoo bisa benar-benar dibuat gila hanya dengan Kim Jongin.
Suara derungan mobil menarik perhatiannya dan melihat ke luar rumahnya bahwa mobil yang telah dikenalnya telah terparkir disana. Kyungsoo tidak dapat menyembunyikan senyumannya. Ia melangkah untuk membuka pintu, menyambut Jongin sebelum akhirnya kembali menunjukkan wajah jengkelnya.
"Ini baru jam delapan pagi tetapi matahari sudah sangat terik, tidak biasanya," ejek Kyungsoo namun Jongin hanya menanggapinya dengan kekehan.
"Matahari menyambut kedatanganku, kau harus tahu itu," balas Jongin dan Kyungsoo mendesis karena itu. "Kau sudah siap?" tanya Jongin kembali.
"Aku sudah siap. Bahkan terlalu siap untuk menunggumu hingga satu setengah jam.. Kau pria yang tepat waktu," balas Kyungsoo datar. "Aku akan mengambil koperku dulu.
Kyungsoo melengos pergi begitu saja memasuki rumahnya dan lagi-lagi Jongin menertawai bagaimana sifat Kyungsoo yang masih sama seperti biasanya. Meskipun Kyungsoo bersikap tidak peduli, ia dapat mendengar tawa yang diberikan kepadanya. Dibandingkan melawannya justru Kyungsoo lebih memilih mengacuhkannya. Melawan Kim Jongin tidak akan pernah membuatnya menang.
Hanya membutuhkan waktu beberapa menit hingga Kyungsoo kembali keluar dengan membawa kopernya. Ia mendekati dimana Jongin berada dan Jongin tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari koper yang dibawa wanita itu.
"Kita berlibur tiga hari dan kau membawa pakaian sebanyak itu?"
"Ini bukan hanya pakaian, tapi ada barang penting lainnya. Wanita lebih memikirkan penampilannya meski itu hanya untuk sekedar liburan."
"Kau pintar sekali bicara," ejek Jongin dan Kyungsoo kembali mendengus.
''Dan apa yang kau lakukan sekarang? Tidak ingin membantuku membawa koper? Tidak ada sambutan atau hal-hal lainnya untuk menghargai seorang wanita dihadapanmu? Hmm?"
"Hei.. Apalagi yang harus kulakukan. Aku sudah sering mengajakmu pergi beberapa waktu yang lalu tapi kau mengatakan sibuk. Aku sering mengajakmu makan siang tapi kau selalu menolak dengan alasan ada meeting, hah.. Apa meeting selalu berlangsung setiap hari. Dan satu lagi, kenapa kau memberikan bunga yang aku berikan untuk pegawai-pegawaimu?"
"Apa masuk akal kau memberiku bunga setiap pagi ke kantorku? Dibandingkan aku membuangnya lebih baik aku memberikannya kan?" Kyungsoo tersenyum lantas memasuki mobil Jongin begitu saja. Meninggalkan kopernya yang secara terpaksa harus Jongin masukan ke dalam bagasinya sendiri.
Kyungsoo tersenyum melihat raut kesal Jongin kali ini. Cukup, bukan hanya dia saja yang dibuat kesal oleh perlakuan Jongin selama tiga bulan terkahir ini. Sekali-kali ia juga ingin melihat kekesalan Jongin kepadanya dan terkadang itu terlihat lucu baginya.
Ketika Jongin memasuki mobilnya, kyungsoo menyambut Jongin dengan senyuman yang baru tersungging untuknya. "Kau baik sekali, terima kasih."
Jongin mengernyitkan keningnya sebelum akhirnya menyalakan mobil yang di tumpangi mereka. "Kadang aku merasa aneh, kau memintaku bersikap romantis tapi kau sama sekali tidak menyukainya. Jadi aku harus apa?"
Kyungsoo mendesah ketika melihat wajah Jongin yang mulai memberenggut. "Maka dari itu, berhentilah bersikap terlalu picisan."
Jongin melirik sekilas Kyungsoo sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Apa kau berpikiran aku selalu melalukan ini kepada wanita lain? Jangan cemburu."
"Kenapa aku harus cemburu? Kau pikir.."
"Kau satu-satunya," potong Jongin cepat membuat Kyungsoo seketika terdiam. Menatap pria di hadapannya yang tengah bersiap mengemudikan mobilnya. "Kau sudah memasang sabuk penganmu? Kita berangkat sekarang," ucap Jongin kembali diselingi senyumannya.
Kyungsoo hanya bisa diam. Aneh memang tapi seketika ia merasa tersipu dengan apa yang diucapkan Jongin kepadanya tadi. Tak ada lagi komentar ketus yang terucap dari bibir Kyungsoo. Kini wanita itu lebih memilih diam dan berusaha menyembunyikan senyumannya dengan debaran jantung yang berdetak tak beraturan di dadanya.
***
Ulsan adalah kota yang tidak terlalu banyak dibicarakan menjadi destinasi wisata. Akan tetapi menurut Jongin inilah tempat yang tepat untuk menghabiskan waktu liburan dimana tidak terlalu banyak orang memadati tempat wisata disana. Terlebih kebanyakan dari mereka adalah masyarakat lokal. Bagi Jongin itu sudah sangatlah cukup.
Akan tetapi berbeda dengan Kyungsoo. Wanita itu lebih menginginkan tempat wisata yang menjanjikannya sebuah hiburan. Memang pada dasarnya Jongin maupun Kyungsoo selalu berbeda pendapat. Maka dari itu, ketika Kyungsoo berusaha membujuk Jongin ke tempat lain, dengan datarnya Jongin menjawab jika Kyungsoo bisa keluar dari mobilnya dan pergi ke taman hiburan sendirian.
Memang terdengar jahat tetapi itu cukup membuat Kyungsoo bungkam seketika. Meskipun pada akhirnya Jongin merasa bersalah karena membuat wanita itu kesal. Selama 4 jam perjalanan, hanya suara radio yang menemani mereka. Tidak ada suara yang terucap dari bibir mereka masing-masing.
Setelah sekian lama mereka saling membisu satu sama lain. Kegundahan Jongin akan kesalahannya yang sempat meminta Kyungsoo untuk keluar dari mobil terbayar dengan senyuman yang tersungging di wajah cantiknya.
Sesaat setelah mereka sampai, Kyungsoo langsung bergegas membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil lantas berlarian dengan teriakan senang. Seperti seorang balita yang pertama kali menyentuh pasir, Kyungsoo terlihat semangat membuka sepatu yang di kenakannya lalu melompat-lompat memainkan pasir pantai yang menyentuh telapak kakinya yang telanjang.
Jongin keluar dari mobilnya dan tersenyum mendapati Kyungsoo yang tidak pernah terlihat sesenang ini sebelumnya.
"Apa ini kali pertamamu menginjak pantai? Haruskah kau bersikap seperti itu?" teriak Jongin menginterupsi Kyungsoo yang masih memainkan pasir di kakinya.
"Well, ini bukan kali pertama.. Tapi aku terlalu sibuk untuk bisa pergi ke pantai. Bukankah pantai di Incheon terlalu ramai? Lagipula tidak ada pasir seperti ini disana," ucapnya seraya menendang kecil pasir itu.
"Jadi aku sudah memilih tempat yang tepat untuk berlibur bukan?"
"Hmm.. Hanya ini saja?" tanya Kyungsoo dengan kening berkerut. "Well, ini saja belum cukup untukku. Kau masih memiliki insting yang payah," ejek Kyungsoo.
"Apa?"
"Seharusnya kau tahu, aku memiliki selera yang sangat tinggi dalam berbagai hal. Dan kau sendiri masih belum bisa mengimbanginya.. Hah, bagaimana bisa kau menjadi kekasihku jika seperti itu," ucapnya lagi kini senyuman mengejeknya semakin lebar dan Jongin sudah mulai terpancing dengan ucapan Kyungsoo kali ini.
Tergoda dengan kekesalan yang tersulut dalam diri Jongin kali ini, Kyungsoo lantas semakin mengejeknya dengan menjulurkan lidahnya. Memancing Jongin yang langsung berlari untuk mendekatinya.
"Awas saja kau!" teriak Jongin dan Kyungsoo hanya tertawa sekaligus berlari dari kejaran Jongin kali ini.
Tawa Kyungsoo menggema dengan keriangan yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Wanita itu terus menggoda Jongin yang masih belum berhasil mendapatkannya. Terus, bahkan terus berputar-putar di pantai itu seolah hanya mereka berdualah yang memiliki tempat itu secara pribadi.
Ketika tenaganya mulai melemah, langkah Kyungsoo berubah pelan. Ia terengah diikuti tawa yang masih menggelitik perutnya. Teriakan Jongin yang memanggilnya sudah tak terdengar lagi dan Kyungsoo berpikir Jongin telah menyerah mengejarnya. Tanpa menoleh ke belakang apakah Jongin masih ada di dekatnya atau tidak, Kyungsoo berhenti dan menumpu tubuhnya dengan tangan yang ia simpan di lututnya. Beristirahat setelah ia menghabiskan banyak tenaganya untuk tertawa dan berlari.
Waktu istirahatnya bahkan tidak lebih dari satu menit sebelum akhirnya ia memekik ketika tubuhnya tiba-tiba terasa melayang dan berputar untuk beberapa saat.
Kyungsoo mencengkram lengan yang memeluk pinggangnya dan memohon Jongin untuk melepaskannya akan tetapi sebaliknya Jongin malah tertawa melihat pekikan wanita itu.
Mulai detik itu, hanya suara tawalah yang terlontar dari mereka. Seolah membalas kebungkaman mereka setelah perjalanan yang cukup panjang dari Seoul menuju Ulsan. Tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi keterbatasan, hanya senyuman dan tawa canda yang berhasil menyatukan mereka kembali.
Seperti layaknya sepasang remaja yang baru dimabuk cinta. Kyungsoo maupun Jongin menikmati waktu bersama mereka dengan saling melemparkan pasir atau memainkan air laut hingga langit berubah kian larut.
Apa yang ada di isi hati mereka, keduanya sama-sama tahu. Tapi untuk mengungkapkannya terasa jauh lebih berat dibandingkan merasakannya.
***
Sebagian besar waktu mereka hanya dihabiskan dengan bermain di pantai. Mungkin karena terlalu menikmati suasana yang ada, mereka lupa bahwa waktu mulai berganti petang. Alhasil Jongin mengajak Kyungsoo untuk pergi ke hotel agar ia beristirahat.
Awalnya semua biasa-biasa saja akan tetapi Kyungsoo terekjut ketika ia mengetahui bahwa Jongin hanya memesankan satu kamar untuk mereka. Ketika Jongin mengucapkan terima kasih sesaat setelah ia menerima kunci kamar dari sang receptionis, Kyungsoo memulai kembali argumennya dengan Jongin yang berjalan dengan santai di depannya.
"Kenapa kau hanya memesan satu kamar? Hei, bukankah masih banyak kamar kosong yang tersedia? Jongin... Kim Jongin!" teriaknya lagi ketika merasa bahwa Jongin kini mulai mengacuhkannya.
Ketika Jongin memasuki lift yang telah terbuka, pria itu masih menatap Kyungsoo yang tengah berdiri dengan wajah malam kepadaya.
"Ingin naik atau kutinggalkan disini agar kau tidur di mobil saja?"
Kyungsoo berdesis pelan dan dengan terpaksa memasuki lift yang sama. "Kau setega itu? Kau sendiri yang mengatakan akan menanggung semuanya, kenapa aku harus tidur di mobil?"
Bukannya menjawab argumen itu Jongin memilih diam dan membiakan Kyungsoo terus menerus bicara tentang semua hal yang tidak pernah terpikirkann olehnya. Termasuk satu kamar bersama Jongin. Seperti biasanya, Jongin hanya menanggapinya dengan santai, bahkan ia tahu bahwa Kyungsoo kali ini mulai jengah dengan sikapnya. Rasanya ingin sekali Jongin tertawa kali ini. Apa wanita ini tengah takut atau apa? Sikapnya terlalu berlebihan.
Ketika pintu lift terbuka, Jongin melangkah keluar dengan tangan yang menggandeng lengan Kyungsoo untuk menuju kamar yang dipesannnya. Kyungsoo mulai tidak bicara lagi, sepenuhnya ia diam dan Jongin lebih bersyukur untuk itu.
Sesampainya mereka tepat di depan kamar yang telah dipesan, Jongin menggeser kartu pintu yang ada di depannya hingga akhirnya pintu yang tadinya terkunci itu terbuka. Jongin masuk dengan desahan melegakan, membayangkan bawa akhirnya ia akan beristirahat setelah perjalanan yang panjang. Akan tetapi, ketika ia menoleh, ia masih mendapati Kyungsoo yang masih berdiri jauh di depan pintu.
"A.. aku berubah pikiran, aku tidur di mobil saja," Kyungsoo hendak saja melangkah pergi namun Jongin telah lebih dulu menahan lengannya.
Tanpa banyak bicara Jongin mengajak Kyungsoo memasuki kamar diikuti ucapan kasar Kyungsoo yang meminta cengkramannya dilepaskan. Sayangnya Jongin tidak terlalu peduli untuk itu.
Barulah ketika mereka telah benar-benar berada di dalam kamar, Kyungsoo baru bisa diam sesaat setelah melihat bagaimana keadaan kamar yang akan di tempati mereka berdua. Terdapat dua buah ranjang berukuran single disana dan tanpa sadar itu mampu membuatnya bernapas lega.
"Masih berpikir ingin tidur di mobil?" ejek Jongin dan Kyungsoo seketika menajamkan tatapannya kepada Jongin.
"Apa kau harus setega itu?"
Jongin terkekeh, "Memangnya apa yang tengah kau pikirkan? Kau berpikir aku akan berbuat macam-macam kepadamu?"
"Semua pria itu sama, bagaimanapun aku wanita. Siapa yang akan menjamin itu ketika kita berada di kamar yang sama."
Jongin menggeleng perlahan dengan kekehan yang masih diseingi dalam bicaranya. "Dan aku berbeda, aku golongan pria baik-baik. Kau sendiri tahu biaya kamar hotel itu mahal sedangkan kau ingin aku yang menanggungnya. Kenapa kau tidak memesan kamar hotelmu sendiri?"
"Kenapa kau saja yang tidak memesankannya untukku?"
Jongin mendesah. "Inilah pebedaan kita, aku hanya seorang dokter dan kau adalah seorang CEO. Aku dibayar sedngkan kau membayar, jadi kau sendiri bisa menjelaskan siapa yang terkaya diantara kita."
"Ck, kau bukan golongan Dokter seperti itu, bukankah dokter adalah pekerjaan paling mahal?"
"Pintar sekali menjawab," decak Jongin dan Kyungsoo hanya bisa tersenyum ketika Jongin memilih membaringkan tubuhnya kali ini. Kyungsoo tahu bahwa kali ini dia telah menang. "Kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Mandi atau perawatan wanita.. Apalah itu lakukan saja. Aku ingin tidur jadi jangan menggangguku."
"Kau ingin tidur begitu saja? Liburan macam apa ini?"
Setengah berbaring, Jongin menoleh sesaat kepada Kyungsoo. "Kalau begitu ketika kita pulang kau saja yang menyetir," ucapnya sebelum akhirnya kembali membenamkan kepalanya dengan nyaman.
Kyungsoo hanya sedikit mengejek ucapan Jongin tadi sebelum akhirnya pemikiran tentang apa yang bebas ia lakukan disini membuatnya gugup. Ia ingin mandi, dan haruskah ia satu kamar dengan Jongin seperti ini? Kyungsoo segera menggelengkan kepalanya, apa yang ia pikirkan. Kyungsoo tahu Jongin adalah pria baik-baik. Jongin tidak akan melewati batas yang tidak seharusnya mereka lakukan. Kemungkinan bahwa Jongin akan memilih tidur semalaman membuat Kyungsoo bernapas lega. Ia memang harus mandi sekarang sebelum terlihat konyol di depan Jongin nanti akibat memikirkan hal yang tidak-tidak.
Membutuhkan waktu setengah jam bagi Kyungsoo untuk membersihkan dirinya hingga ia kembali dengan pakaian yang lebih bersih dan nyaman untuk digunakan tidur. Ketika ia kembali, ia sudah menemukan Jongin yang terlelap di ranjangnya. Beberapa saat Kyungsoo memerhatikan bagaimana cara pria itu tidur. Mencoba merangkul lagi memori yang pernah dimilikinya beberapa tahun yang lalu. Pria itu masih sama, Kyungsoo dapat melihat bagaimana ekspresi Jongin yang terlihat sama seperti saat mereka masih berkuliah dulu. Dalam diamnya ia tersenyum, sudah lama berlalu dan Kyungsoo masih saja bisa terpukau dengan pria yang sempat menyakitinya ini.
Suara gemuruh mengadu dari perut Kyungsoo yang kosong. Kyungsoo menekan perutnya dan meringis menyadari bahwa ia tengah kelaparan kali ini. Kyungsoo menyesali bahwa ia tidak memiliki sedikit makanan pun yang dinawanya. Haruskah ia memesan pada pihak hotel? Akan tetapi melihat Jongin yang tengah tertidur pulas, ia tidak mungkin mengganggunya. Ia juga terlalu malas untuk keluar dan bagaimana jika Jongin mencarinya nanti? Alhasil, Kyungsoo hanya bisa menahan rasa laparnya dengan berbaring. Ia meraih bantal leher miliknya lantas menggunakannya untuk membantunya tidur.
Kyungsoo merasakan kelelahan yang sama seperti Jongin, seharusnya ia bisa tertidur dengan cepat kali ini tetapi sekian menit berlalu, Kyungsoo masih belum bisa memejamkan matanya. Ia membutuhkan teman bicara kali ini sayangnya satu-satunya orang yang ada disini hanyalah Jongin. Haruskah ia membangunkannya?
"Jongin..," panggil Kyungsoo setelah bergelut dengan kepastian apakah Jongin mendengarnya kali ini. "Jongin..," panggilnya sekali lagi dengan suara cukup keras dan itu mampu membuat Jongin berdehem membalas panggilan itu.
"Kau sudah benar-benar tidur ya?"
"Ya, sebelum akhirnya kau memanggilku," ucapnya parau. "Ada apa?" tanyanya lagi tanpa membuka mata.
"Hah... Tidak apa-apa, kau tidur saja," jawabnya menyesal karena telah membangunkan Jongin.
Jongin yang tertarik mulai membuka matanya dan menoleh mendapati Kyungsoo yang telah berbaring dengan nyaman di ranjang miliknya.
"Sebaiknya kau tidur, kita akan mulai jalan-jalan besok."
"Itulah masalahnya, mataku tak mau tertutup. Aku tidak bisa tidur."
Jongin mendesah ringan lantas memosisikan tubuhnya menyamping agar bisa melihat Kyungsoo dengan jelas.
"Kenapa kau harus berbaring dengan bantal leher seperti itu?"
Kyungsoo menyentuh sesaat bantal leher yang digunakannya lantas menoleh kepada Jongin. "Entahlah, hanya saja ini terasa nyaman."
"Apa itu juga kebiasaan?" tanya Jongin membuat Kyungsoo mengernyit seketika. "Kau terlalu sering tidur dengan posisi duduk kan jadi kau lebih sering menggunakan bantal leher itu?"
Kyungsoo hanya menggigit bibir bawahnya dan Jongin sudah tahu bahwa itu benar.
"Hah, pantas saja kau begitu temperamental. Kau harus tidur dengan posisi yang benar, bukan mengandalkan bantal semacam itu. Lain kali belajarlah untuk tidak menggunakannya."
"Apa kali ini aku tengah diatur lagi?" ejek Kyungsoo.
"Bukan mengatur tapi ini demi kesehatanmu," Jongin kembali membaringkan tubuhnya terlentang dan mulai menutup kembali matanya.
"Tidak ada bantal yang nyaman selain ini," desah Kyungsoo.
"Ada yang lebih nyaman. Kau bisa tidur di lenganku lain waktu. Jadi cepatlah tidur."
Kyungsoo memerhatikan Jongin sesaat dan terdiam untuk waktu yang lama. Mendengar ucapannya membuat Kyungsoo terlena, apakah senyaman itu tidur dengan bantalan lengan orang lain? Entahlah hanya saja ia tidak mungkin memintanya hanya agar ia bisa tidur cepat malam ini. Alhasil Kyungsoo kembali menganggu Jongin dan bertanya tentang beberapa hal yang tidak penting.
Entah karena Kyungsoo terlalu banyak bicara atau memang Jongin yang sudah terlalu jengah karena waktu tidurnya terganggu oleh Kyungsoo. Pada akhirnya pria itu tiba-tiba membangunkan tubuhnya sendiri lantas berdiri untuk meraih jaketnya yang tersampir di ranjangnya.
"Kau kelaparan, ayo kita keluar dan mencari makanan untukmu," ucapnya membuat Kyungsoo seketika tercenung. "Tunggu apa lagi? Ayo, kita pergi sehingga aku bisa tidur dengan tenang kali ini."
Kyungsoo hanya mengangguk ringan. Sontak ikut bangkit dari ranjangnya dan mengambil jaket miliknya untuk mengikuti langkah Jongin. Ketika ia tengah mencerna darimana Jongin tahu bahwa ia tengah kelaparan. Kyungsoo lupa bahwa kali ini ia tengah bersama dengan sosok yang mengetahui seluk beluk tentang dirinya lebih dari orang lain. Jongin masih sepengertian dulu.
***
Kyungsoo makan dengan lahap kali ini. Jongin tidak habis pikir, ia mengira wanita karir seperti Kyungsoo akan menjaga pola makannya teratur; selayaknya menjaga bentuk tubuhnya untuk tetap ideal. Tetapi yang dilihatnya kali ini berbeda seperti apa yang pernah ia lihat saat Kyungsoo di rumah sakit. Jelas sekali bahwa wanita ini tengah kelaparan.
"Jika kau lapar, katakan padaku bukannya terus meracau hal yang tidak-tidak," ulang Jongin entah untuk keberapa kali dan Kyungsoo hanya menanggapinya santai.
"Kau kan ingin tidur, aku mana berani memintamu mengantarku hanya untuk mencari makanan." Kyungsoo menyempin mangkuk supnya yang telah kosong lantas mendesah ringan. "Ini enak sekali, besok kita datang lagi kesini," anaknya dan Jongin hanya tersenyum menimpalinya.
Satu porsi sup yang dipesan Kyungsoo telah habis sedangkan milik Jongin masih terima setengahnya. Setelah cukup lama menghabiskan waktunya hanya untuk memerhatikan Kyungsoo makan, kini Jongin melanjutkan makanannya dengan tenang.
"Kau yang akan membayar ini kan?"
Jongin bahkan belum berhasil menyuapkan satu sendok supnya dan ia sudah hampir tersedak karena pertanyaan Kyungsoo barusan. Ia mendongak dan melihat Kyungsoo yang tengah tersenyum seolah menggodanya.
"Sepertinya aku telah salah mengajakmu berlibur kali ini. Rahee bahkan tidak seboros dirimu."
"Kau menyamakan aku dengan anak berusia tujuh tahun? Tentu saja kami berbeda."
Jongin hanya mengedikkan bahunya tidak peduli lantas kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Sedangkan di sisi lain, Kyungsoo mulai memerhatikan Jongin kali ini. Seharian penuh ini entah kenapa ia begitu menikmati waktunya bersama Jongin. Bahkan mereka belum benar-benar melakukan waktu liburannya tetapi ia sudah terlanjur bahagia dengan semua ini.
Kyungsoo berpikir apakah hatinya kini sudah benar-benar menerima kehadiran Jongin kembali di dalam hidupnya. Meskipun Kyungsoo sudah cukup siap untuk itu tetapi ada sesuatu yang seolah mengganjalnya kali ini.
Sudah sekitar tiga bulan dan Jongin tidak lagi membahas tentang perasaan yang dimilikinya kepada Kyungsoo. Ia tidak bicara ataupun sekedar bertanya. Hal itulah yang membuat Kyungsoo was-was akan apa yang tengah Jongin lakukan kepadanya kali ini. Ia hanya takut, setelah ia bergelut dengan rasa sakit hatinya, bergelut untuk menerima kembali Jongin dan kehidupannya, bergelut dengan perasaannya, ia takut Jongin tidak sungguh-sungguh dengan perasaan dimilikinya.
Mungkin Kyungsoo terlalu terlarut dalam pikirannya sendiri sehingga ia terkejut ketika Jongin menjentikkan jari tepat di depan wajahnya.
"Memikirkan sesuatu?" tanya Jongin dan Kyungsoo hanya bisa menggigit bibirnya. "Kuharap kau tidak memikirkan tentang cloud9-mu itu. Kurasa Baekhyun akan menangani perusahaanmu dengan baik selama kau pergi berlibur," ucap Jongin sebelum kembali melanjutkan makannya.
Kyungsoo hanya mengangguk kecil. Sepenuhnya ia diam tapi lagi-lagi hati ya bergejolak untuk meminta sebuah kepastian. Haruskah ia bertanya? Apakah itu tidak berlebihan?
"Jongin," panggil Kyungsoo lirih membuat Jongin mendongak menatapnya kembali. "Sampai kapan?"
Jongin hanya mengernyit sedangkan Kyungsoo berusaha menguatkan hatinya untuk melanjutkan ucapannya. Memang beberapa waktu kemarin Kyungsoo lah yang menggantung perasaan Jongin kepadanya, tapi kini merasa tidak ada salahnya untuk bertanya lebih jauh tentang perasaan Jongin kepadanya.
"Apa kau masih menyukaiku?" tanya Kyungsoo ragu dan melihat kerutan di kening Jongin kali ini semakin membuat nyali Kyungsoo nyaris menghilang. "Maaf, kurasa aku bertanya sesuatu yang aneh," Kyungsoo terkekeh ringan mencoba mengalihkan perhatiannya, kemanapun asal tidak dengan mata Jongin yang mulai memerhatikannya lekat.
"Kau sendiri tahu aku masih menyukaimu, lagipula apa yang kau maksud dengan pertanyaanmu tadi?"
Kyungsoo semakin gugup, ia masih benar-benar bingung untuk bertanya hal yang sebenarnya. Jantungnya semakin berpacu cepat dan Kyungsoo membenci degupan jantungnya yang semakin membuatnya sulit bicara.
"Itu.. Tentang kita," ucapnya ragu dan terbata. "Kau tidak bertanya apa aku mau menerimamu lagi atau tidak. Semacam itu."
"Aku tidak menginginkan hal itu," ucap Jongin datar, mampu membuat Kyungsoo tercenung seketika.
"Apa yang kau-"
"Ayo kita menikah saja," ajak Jongin tiba-tiba membuat degupan jantung yang bertali sebelumnya kini berhenti seketika.
"Me-menikah?" tanya Kyungsoo lagi.
Jongin mengangguk, "Ya, menikah."
"T-tapi, bagaimana? Maksudku.. Kenapa?"
"Bukan saatnya kita bermain-main lagi, aku serius tentang ini lagipula aku tidak bisa hanya sekedar memilikimu sebagai kekasih untuk menunjukkan bahwa aku benar-benar menyukaimu. Ada yang lebih berarti dari sekedar hubungan berlandaskan rasa suka, yaitu cinta. Jika kau memahaminya, kau akan memikirkan hal yang sama."
Kyungsoo terdiam dalam kebimbangan. Apa kali ini Jongin tengah melamarnya? Hal yang sama apa? Jangankan sebuah pernikahan, bisa menjalin hubungan kembali dengan Jongin saja ia masih dibuat kebingungan. Entah karena Kyungsoo tidak bisa mengerti ucapan Jongin kepadanya atau pikirannya yang terlalu kacau saat ini membuat Kyungsoo seketika bangkit dari tempat duduknya dengan gusar.
"Bisa kira kembali ke hotel saja? Aku mulai mengantuk."
Tanpa persetujuan Jongin, Kyungsoo langsung bergegas meninggalkan kedai makanan yang dikunjunginya. Ia berjalan menghadapi kenyataan bahwa ia belum benar-benar siap berada dalam situasi seperti ini. Yang ada di benaknya hanyalah sebuah hubungan biasa bukanlah sebuah ikatan pernikahan. Kenapa semuanya menjadi seserius ini.
Kata lain, Kyungsoo belum benar-benar siap untuk ini dan yang bisa ia lakukan hanya melarikan diri.
***
Kebahagiaan telah kembali datang setelah badai itu menghilang. Guys terima kasih yang masih bertahan dengan perasaan kalian selama badai itu berlangsung dan tetep sayang kaisoo ya 😘😘😘
And see you for last chapter of Slowly Killing Me😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro