Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16b

Serena memeluk lengan Gavin, menggoda laki-laki itu sepanjang jalan. Kedatangan Gavin yang mendadak untuk berkunjung sekaligus menjemputnya, membuat Serena merasa geli tapi juga senang.

"Pak, baru juga ditinggal tiga hari, udah kangen aja."

Gavin melirik Serena yang tersenyum. "Siapa yang kangen kamu?"

"Oh, nggak kangen? Kenapa maksa ngajak pulang?"

"Udah aku bilang, biar kamu nggak telat kerja besok."

"Paak, tahu nggak tiket pesawat itu mahal? Aku jadi cancel, loh." Serena berkata merajuk sambil menahan tawa.

Gavin mendesah. "Serena, aku bisa mengganti serratus kali lipat harga tiket. Sekarang, bisa nggak kamu berhenti complain? Padahal, aku menawarkan tumpangan yang lebih cepat, bisa-bisanya kamu protes."

"Pak Gavin, aku nggak protes. Malah berterima kasih dengan kebaikan Anda. Tapi, tolonglah sesekali kamu, tuh, jujur gitu. Kalau kangen, ya, bilang aja kangen."

Gavin tertawa, melepaskan cengkeraman Serena di lengannya dan merangkul bahunya. Membisikkan kata-kata yang membuat Serena bersemu merah.

"Tentu saja aku kangen kamu, Serena. Apalagi dengan oralmu. Gimana kalau kita menginap di hotel kota ini?"

"Mesum!" dengkus Serena sambil menahan malu.

"Kenapa? Bukannya kamu ingin kejujuran."

"Memang, tapi bukan masalah begituan."

"Ah, Serena. Kamu malu-malu sekali. Ayo, kita chek ini."

"Pak Gaviin! Nggak tahu malu, ya?"

Gavin tergelak, menggoda Serena adalah salah satu kegiatan favoritnya. Setelah kesibukan selama beberapa hari ini, senang rasanya bisa berdua dengan Serena dan mendengar tawanya. Gavin sadar, dirinya selalu merindukan tawa, senyum, dan juga semua hal yang ada dalam diri Serena. Entah kapan mulainya, tapi kehadiran Serena sangat berarti baginya.

Mereka pulang mengunakan jet pribadi. Selama dalam perjalanan, Gavin tidak ingin diganggu siapapun, termasuk pramugari dan dua asistennya. Di dalam pesawat, ia tidak hentinya mengajak Serena bercumbu dan berciuman.

"Pak, kita bisa nunggu sampai di rumah." Serena mendesah, saat Gavin mengangkat rok yang dipakainya dan mengusap pahanya.

"Serena, kamu sudah begini basah. Masih saja menolak."

"Basah, itu bukan, tapi—"

Serena kehilangan kata-kata saat jemari Gavin bergerak intens di area intimnya. Keringat membajiri wajah, dan jemarinya mencengkeram lengan Gavin. Tanpa sadar ia membuka paha lebih lebar, menopangkan satu kaki di pinggiran kursi. Ia berusaha mengenyahkan rasa malu, karena Gavin pun sama. Tidak peduli kalau ada orang lain di dalam pesawat, mereka bercumbu seakan esok tiadak hari lagi.

Saat hasrat dan gairah memuncak, Serena bangkit dari kursi. Menanggalkan celana dalam dan duduk mengangkang di atas Gavin. Mereka menyatu, dan bersetubuh dengan penuh gairah di atas kursi. Sungguh liar, bercinta di dalam pesawat. Serena bahkan tidak pernah membayangkan sebelumnya. Birahinya memuncak setiap kali bertemu Gavin. Satu sentuhan kecil dari laki-laki itu, memicu hasratnya. Ia terengah, di atas pangkuan Gavin. Bergerak cepat, dan tersenyum saat laki-laki itu mengernyit.

"Daamn, kamu hebat sekali, Darling," bisik Gavin sambil menggerakkan pinggul.

"Ah, siapa gurunya?" desah Serena."

"Ehm, rupanya aku menciptakan kekasih yang nakal."

Untuk sesaat Serena tertegun karena ucapan kekasih dari bibir Gavin. Ia tidak salah dengar, laki-laki itu memang mengatakannya. Mulai kapan mereka sepasang kekasih? Gavin tidak pernah mengatakan perasaannya. Yang ia tahu hubungan mereka tidak lebih dari sekedar memuaskan hasrat sexual saja.

Serena memekik saat Gavin bergerak lebih cepat. Mereka hampir bersamaan mencapai puncak dan terkulai di atas kursu dengan keringat membasahi tubuh. Percintaan singkat di dalam pesawat adalah pengalaman Serena yang paling berkesan sekaligus liar.

**

Chandra mendengarkan semua perkataan anak bungsunya tentang progress perusahaan yang baru saja ditangani Andri. Pekerjaan Andri memang tidak secepat dan sehebat Gavin, ia mengakui itu tapi sekarang ini meski sangat lambat tapi perkembangannya lumayan bagus. Ia harus sabar membimbing dan mengarahkan, demi kemajuan anak bungsunya. Andri tidak seperti sang kakak, Andrea. Meskipun perempuan tapi bersikap tegas. Andrea adalah pewaris tepat untuk PT. Ultima, kalau saja bisa mengontrol amarah dan emosi. Andrea pintar dalam berbinis, tapi emosinya yang cenderung meledak-ledak adalah halangan terbesar untuknya.

"Bagaimana menurut Papa, apakah aku bisa?" Andri bertanya penuh harap.

Chandra mengangguk. "Bisa, dan kamu dikatakan cukup berhasil. Masih jauh dari kata sempurna, tapi, yah, cukup bagus."

Pujian dari sang papa membuat Andri berseri-seri. Akhirnya, ia bisa membuktikan pada semua orang, terutama pada papanya kalau sebagai anak bisa diandalkan. Ia tidak mau terus menerus dicap sebagai anak tidak berguna, yang hanya bisa menghambur-hamburkan uang. Setidaknya, itu yang dikatakan Gavin dan membuatnya jengkel setengah mati.

Pintu ruang kerja membuka, Andrea masuk tanpa mengetuk pintu. Perempuan itu melangkah langsung ke meja sang papa.

"Paa, tahu ngggak kalau orang dari PT. Nas Food menghubungi kita?"

"Papa tahu. Kenapa?" tanya Chandra.

"Mereka menawarkan kerja sama."

"Benar."

"Trus? Papa tolak?"

Chandra menatap anak perempuannya. "Papa tentu saja mau, tapi yang bisa memutuskan bukan papa melainkan Gavin."

Andrea melotot. "Kenapa harus anak brengsek itu!"

"Andrea, jaga mulutmu. Gavin adikmu juga!"

Teguran dari sang papan membuat Andrea terdiam tidak puas. Ia tahu kalau Gavin adalah adiknya, meskipun kalau boleh memilih ingin menghilangkan saja dari hidupnya.

"Kenapa harus dia, Pa?" tanyanya dengan suara lebih lembut.

Chandra mengangkat bahu. "PT. Nash Food menawarkan kerja sama dengan basis perjodohan. Seperti kamu dulu. Untuk kali ini, anak perempuan dari PT. Nash sangat menyukai Gavin. Tapi adikmu tidak mau."

Andrea molotot. "Kenapa dia pilih-pilih? Bukankah gadis itu cantik dan anak konglomerat?"

"Gavin tidak peduli. Dia tidak ingin menikahi Amel, anak dari direktur PT. Nash."

"Papa membiarkannya?"

"Memang papa bisa apa? Yang menikah itu Gavin, bukan kita. Kalau Gavin nggak mau, masa, dipaksa?"

Andrea menggeleng frustrasi, mengalihkan pamdangan pada sang adik yang sedari tadi terdiam, lalu kembali menatap sang papa.

"Berapa nilai kontrak dan investasi yang bisa kita hasilkan kalau kita bekerja sama, Papa tahu bukan?"

Chandra mengangguk. "Papa tidak buta."

"Kenapa Papa tidak memaksa anak tolol itu!" ucap Andrea histeris.

"Sama seperti kamu yang tidak jadi menikah dengan anak laki-laki dari PT. Nash. Kenapa Gavin harus melakukan itu? Sebagai orang tua, papa harus adil."

Andrea berdecak tidak puas, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Kerja sama dengan PT. Nash Food sangat bagus, harus terlaksana. Kalau sang papa tidak bisa memaksa Gavin, ia akan meminta orang lain melakukannya. Keluar dari ruangan sang papa dengan raut wajah kesal, Andrea membuat panggilan singkat pada asistennya.

"Cari tahu secara detil, dengan siapa adik keparatku itu berkencan. Kabari secepatnya, kamu tahu bukan siapa yang aku maksud?"
.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mengikuti kisah Serena dan Gavin. Ini adalah update terakhir di Wattpad dan Group, karena akan ada cerita baru.

Untuk versi lengkap bisa kalian dapatkan di google playbook dan Karyakarsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro