Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tiga Puluh Tujuh - Lebih Sekadar Sahabat

Tiga Puluh Tujuh - Lebih Sekadar Sahabat



Masih terekam jelas dalam bayangan bagaimana mencekamnya malam itu. Kejora terus menangis, membayangkan tidak ada satu pun yang mencari dirinya. Apalagi mulutnya tak bisa mengeluarkan suara, mana bisa ada orang yang menyadari keberadaannya? Lagi pula mana ada orang di hutan pada jam segini?

Kejora yang buntu menangkap sorotan cahaya perlahan mendekat. Secercah harapan muncul ke permukaan ketika Langit datang untuk menolongnya. Ia tak perlu berlama-lama di tempat ini. Namun, jantungnya kembali terjun bebas begitu dengan mata kepala sendiri melihat Langit terguling masuk ke jurang. Kejora tak sempat memegang tangan sahabatnya. Saat itu, ia hanya bisa meneriaki nama Langit.

Berbekal ponsel milik Langit yang tertinggal, Kejora berlari keluar dari hutan, membiarkan tubuhnya diguyur hujan. Di ujung matanya kembali menangkap cahaya yang mendekatinya. Ketika sosoknya terlihat, Kejora sedikit bisa bernapas lega.

Pelukan, usapan lembut, serta kata-kata dari Pasha tak sepenuhnya menenangkan hati gadis itu. Kepalanya terus memikirkan bagaimana nasib Langit di jurang. Rasa takut bahwa Langit tidak akan kembali terus mengintainya. Kejora masih menangis dengan tangan memegang ponsel Langit yang terus berbunyi 'Kejora di sini!' saat Kejora sengaja mengirim pesan. Ia tidak percaya jika Langit masih memakai nada dering itu.

Kejadian ini membuat Kejora sadar bahwa ucapan Langit memang benar. Kedekatannya dengan Pasha menimbulkan masalah. Ia merutuki diri yang mengira semuanya akan baik-baik saja. Andai saja Kejora mau mendengarkan Langit, andai saja Kejora percaya, andai saja Kejora tidak buru-buru, mungkin Langit masih ada di sini. Langit masih meminum smoothie buatannya, Langit masih menyimaknya di jendela, Langit masih mau membalas pesannya.

Kejora terus menyalahkan dirinya meski ia berharap Langit bisa ditemukan.

Kejora merasakan sakit kepala yang luar biasa saat membuka mata. Ia tidak sengaja ketiduran akibat kelelahan menangis. Ketika tangannya meraba kasur sebelahnya, terasa kosong. Tidak ada Naya atau Dara di sana. Kedua temannya itu memang sengaja menginap di sini sejak hilangnya Langit.

Kakinya turun memijak lantai. Kemudian menyeretnya mendekati jendela. Kejora membuka jendela itu. Yang terlihat hanya penampakan malam hari. Ada sekitar sepuluh menit Kejora berdiri, berharap Langit akan membuka jendelanya, sampai telinga gadis itu menangkap suara-suara di luar. Perlahan Kejora putar badan. Tangannya menggapai kenop pintu. Dari situ, Kejora melihat punggung Dara dan Naya, lalu di depannya ada Abah dan Ambu.

"Kejora lagi tidur, Bah. Gimana cara bilangnya ke dia?" kata Dara.

"Itu dia, Neng. Abah juga bingung. Padahal sebentar lagi rumah Langit bakal ramai."

Kejora terus menyimak pembicaraan Abah dengan kedua temannya.

"Emang udah dipastikan beneran kalau itu A' Langit?" Giliran Naya yang bersuara.

"Sudah, Neng. Wajahnya masih bisa dikenali, pakaian yang melekat juga sama seperti yang terakhir Langit pakai."

Kejora semakin tidak mengerti ke mana arah pembicaraan mereka. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mendekat.

"Langit kenapa, Bah?"

Serempak Abah, Ambu, Dara, dan Naya terkejut mendengar suara Kejora. Naya beringsut mendekati Kejora, merangkul bahunya.

"Langit kenapa, Abah?" Kejora mengulang pertanyaan yang sama. Suaranya bergetar.

Abah melirik Ambu sebelum menjawab. Ambu mengangguk sembari mengusap bahu suaminya. Kemudian Abah kembali menatap Kejora. "Langit sudah ketemu, Neng."

Mata Kejora melebar. "Beneran, Bah? Terus sekarang di mana? Langit nggak papa, kan? Dia lagi pulang, kan, Bah?"

Abah bergeming dan melirik Ambu lagi. Sementara Naya mengelus bahu Kejora.

Melihat Abah diam saja, Kejora mendesak, "Abah, jawab!"

Abah melangkah maju. Mengulurkan tangan mengusap wajah anaknya. "Neng, yang sabar, ya. Langit udah ketemu, tapi nggak selamat."

"Abah bohong!" Kejora menepis tangan abahnya. Tangis yang sedari tadi ditahan pun pecah. Tidak mungkin Langit pergi. Langit pasti sedang dalam perjalanan pulang, tubuhnya sehat. Langit tidak akan mungkin meninggalkannya.

Naya menjadi korban berikutnya. Tubuhnya didorong Kejora hingga terjatuh. Tak peduli, Kejora berlari keluar ke rumah Langit. Sesampainya di depan pintu, Kejora mencoba membukanya. Namun, terkunci. Tangannya lantas mengetuk berkali-kali.

"Langit! Kamu pasti di dalam, kan?" Sambil menangis, Kejora terus memanggil Langit. Tak ada jawaban dari dalam, sekujur tubuh Kejora lemas. Dadanya sesak. Tangannya bertumpu pada kenop pintu.

"Teteh ngapain di sini?"

Kejora menoleh. Harapannya muncul kembali ketika melihat Senja. Dengan sisa tenaganya, Kejora melangkah menghampiri remaja perempuan itu.

"Langit mana? Langit nggak pergi, kan?"

"A' Langit udah pergi dan itu gara-gara Teteh!"

Ucapan itu meluruhkan pertahanan Kejora. Tangisnya mengucur deras. "Nggak mungkin! Kamu pasti bohong! Langit pasti lagi ngerjain aku!"

"Emangnya A' Langit pernah bohong sama Teteh?"

Kejora memutar kembali kereta ingatannya. Selama ini yang Kejora tahu, Langit tidak pernah berbohong. Namun, kenyataan yang baru saja ia dengar sulit untuk dipercaya.

"Kebohongan A' Langit cuma satu, Teh."

Pandangan Kejora buram karena terhalang air mata sehingga tak mampu melihat wajah Senja dengan jelas.

"Teteh nggak tahu, kan, selama ini A' Langit selalu bohong soal perasaannya biar Teteh bahagia. Yang Teteh tau cuma kebahagiaan Teteh, tapi nggak sadar kalau A' Langit selalu nyimpen perasaan sakitnya."

Kejora menggeleng. Perasaan apa yang Senja maksud? Bukannya wajar jika Langit sebagai sahabat memperlakukannya dengan sangat baik?

"Teteh mau tahu, kan, apa yang A' Langit sembunyiin di dalam kamarnya?"

Senja membuka kunci pintunya. Tanpa berpikir panjang ia menarik Kejora. Tiba di depan kamar Langit, Senja menendang pintunya, kemudian mendorong Kejora hingga tersungkur.

"Teteh lihat baik-baik!"

Ketika mengedarkan pandang, mata Kejora jatuh pada sebuah papan di samping jendela yang berisikan banyak foto-foto dirinya. Banyak sekali jepretan yang Kejora tidak tahu kapan Langit mengambilnya. Hingga ia terpaku pada sebuah tulisan tangan Langit di bawah foto saat di home stay.

Bintang-ku sudah menemukan orbitnya.

"Selama ini A' Langit sayang sama Teteh lebih sekadar sahabat, tapi dia nggak berani bilang ke Teteh. Cuma ini yang bisa Aa' lakuin, Teh. Sekarang Aa' udah pergi. Aku kehilangan kakak gara-gara Teteh!"

Tangis Kejora membahana setelah itu. Bagaimana bisa selama ini ia tidak menyadari perasaan Langit? Apa yang Kejora lakukan? Menggerus perasaan Langit dengan menerima cinta dari laki-laki lain.

Kejora menyelisik hatinya. Perasaan nyaman saat berada di dekat Langit, kebiasaan yang selalu ia lakukan membuatnya bahagia, apa itu artinya Kejora juga mencintai Langit?

Kejora terlambat menyadarinya. Langit telah pergi. Kejora berharap ini semua hanya mimpi.

Karena besok masih jatahnya Langit, bakal ada flashback.

Kejora telat sadarnya 😭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro