Tiga Puluh Enam - Bintangnya Meredup
Tiga Puluh Enam - Bintangnya Meredup
Waktu sudah berjalan tiga puluh delapan menit sejak Langit masuk. Namun, laki-laki itu tak kunjung muncul bersama Kejora. Pasha membiarkan tubuhnya diguyur hujan. Mana mungkin ia meninggalkan Langit yang masih berjuang di dalam sana? Andai saja tidak takut gelap, tentu saja ia akan dengan senang hati mencari Kejora. Terkadang ia membenci dirinya yang memiliki kelemahan.
Pasha kembali melirik arloji di pergelangan tangan setelah sekian lama. Sepuluh menit lagi satu jam. Otaknya mulai menyusun rencana. Jika Langit dan Kejora tak datang, ia akan menyusul Langit masuk ke hutan. Jika kondisi gadis itu aman, ia tak perlu menghubungi siapa pun. Setelah pencarian Kejora selesai, Pasha akan memberi perhitungan ke Rosa. Mungkin ia akan langsung membongkar perselingkuhan papanya dan membuat Rosa dihujat satu dunia.
Di lokasi, pasti banyak pula yang mencari dirinya. Harusnya Pasha break dua puluh menit saja, tetapi sekarang sudah lebih dari dua jam. Semua orang kebingungan sebab Pasha tidak pernah terlambat. Keselamatan Kejora menjadi prioritasnya saat ini. Entah omelan apa lagi yang akan didengar dari Ammar atau Ario, ia sudah siap menerima itu. Bahkan tak masalah jika nanti honornya dipotong sebagian.
Pasha sudah basah kuyup dan Langit belum juga keluar. Sembari mengusap badan, Pasha bangkit, mengisi dadanya dengan udara sebanyak mungkin, lalu memberanikan diri melangkah maju. Keputusannya menyusul Langit sudah bulat. Baru lima langkah, sorot cahaya dari kejauhan membuat kakinya terpaku. Pasha menahan napas, mengambil ancang-ancang. Perlahan sosok Kejora terlihat, tetapi perempuan itu sendirian. Pasha menyipit. Muncul teka-teki di kepala. Langit mana?
"Kejora!" Pasha menangkap tubuh Kejora yang hampir ambruk. Tangan gadis itu gemeteran. Ketika Kejora mendongak, Pasha melihat wajahnya sangat pucat. Entah karena kehujanan atau ada hal lain yang menyangkut Langit.
"Langit, A' ...." Kejora tergagap. Agar gadis itu tenang, Pasha mengelus punggungnya perlahan.
"Kenapa Langit?"
Kejora mencengkeram ujung baju yang dikenakan Pasha. "Langit ... Langit jatuh ke jurang ...."
Pasha mematung. Gerakan tangannya di punggung Kejora terhenti. Kupingnya berdengung hingga sakitnya sampai ke kepala. Mulutnya terbuka, lalu terkatup.
"Nggak mungkin ...." Tanpa sadar Pasha menggumamkan kata itu. Kepalanya tak sanggup menerima informasi yang begitu menyesakkan. Pasha berharap ini hanya mimpi. Namun, tangisan Kejora sudah menjawab semua teka-teki yang menghantuinya.
Pasha mendekap erat tubuh kekasihnya. Kedua tungkainya lemas. Rantai ingatanya memutar kilas balik satu jam yang lalu. Harusnya tadi ia bisa melawan rasa takutnya. Harusnya tadi ia tidak membiarkan Langit mencari Kejora sendirian. Katanya mau menjamin tidak ada satu pun yang berani menyakiti Kejora. Katanya mau menjaga Kejora. Mana buktinya?
Kala kewarasannya kembali, Pasha mengeluarkan ponsel untuk menelepon Sena. Namun, tanda silang di pojok kiri atas sukses memojokkan Pasha. Laki-laki itu mengusap wajahnya dengan kasar. "Kita keluar dari sini dulu buat cari sinyal. Kamu masih kuat jalan, kan?"
Tanpa melepas pelukan dan mengabaikan takutnya, Pasha memapah Kejora keluar dari hutan. Sesekali mengecek layar. Setelah beberapa meter, sinyal baru muncul. Pasha berhenti, menempelkan ponselnya ke telinga. Tak lama, suara Sena terdengar nyaring.
"Lo di mana, sialan?! Lo masih ada satu scene lagi!"
"Gue ada di jalan deket hutan. Lo ke sini, bawa banyak orang kalo perlu."
"Emang lo habis kenapa?"
"Lo pokoknya ikutin apa kata gue! Nggak usah banyak nanya bisa?!" teriak Pasha.
Telepon berakhir setelah Sena mengiakan. Pasha memasukkan ponselnya ke saku celana. Tangan satunya masih setia merengkuh bahu Kejora.
"Langit gimana, A'?"
Pasha menyeka sisa air mata di pipi Kejora. "Kamu tenang aja, Langit nggak bakalan kenapa-napa."
Saat mengatakan itu, hatinya sangsi. Namun, Pasha mengharapkan keajaiban datang untuk Langit. Bisa jadi sekarang Langit sedang berjuang naik. Langit pasti kembali dalam keadaan sehat. Setidaknya Pasha mencoba berpikir positif meski sudah kacau membayangkan bagaimana ganasnya jurang yang diguyur dengan hujan.
Dua puluh menit kemudian sebuah mobil berhenti tepat di depan Pasha dan Kejora. Sena, Kevin, Dara, dan Naya keluar dari kendaraan tersebut. Sena memberikan handuk pada Pasha. Namun, Pasha malah membalutkan handuk tersebut ke tubuh Kejora.
Melihat kedua temannya, Kejora pun menghambur ke pelukan Naya.
"Langit mana, Jor?" tanya Dara. Kejora yang sudah tenang kembali menangis. Naya menepuk bahu gadis itu.
"Kata Kejora, Langit jatuh ke jurang." Pasha mengatakan itu dengan kepalanya menunduk. Semuanya seketika panik. Naya menelepon ayahnya untuk meminta bantuan, sedangkan Sena menghubungi Ario, meminta keringanan untuk Pasha karena ada musibah.
Tak lama orang tua Kejora beserta keluarga Langit datang. Para warga sekitar ikut serta. Pencarian Langit dimulai. Sementara Kejora diantar pulang menggunakan mobil Pasha. Naya dan Dara menemani gadis itu.
Sampai di rumah, tangis Kejora tak berhenti. Pasha merasa berat meninggalkan perempuan itu. Namun, sebagai manusia yang sudah terikat kontrak, tak bisa berbuat seenaknya. Ia harus kembali ke lokasi.
"Langit gimana?" Kejora mengulang pertanyaan yang sama saat Pasha hendak pergi.
Pasha kembali menyapu anak sungai yang mengalir dari mata Kejora. "Langit nggak papa. Langit pasti pulang. Jangan nangis lagi, ya."
Ketika Naya membawa Kejora masuk, Pasha melesat pergi. Sena bilang Ammar sudah meneleponnya sebanyak sepuluh kali. Sudah jelas laki-laki itu akan marah. Sampai syuting untuk malam ini ditunda. Ammar meminta semuanya berkumpul di home stay.
"Saya nggak mau dengar siapa pun ada yang terlibat dalam masalah ini. Baik dari artis, kru, semuanya tanpa kecuali. Besok syuting terakhir, saya mau kalian bekerja seperti biasa," kata Ammar.
Satu per satu kru serta para pemeran bubar. Kini tersisa Pasha dan Sena.
"Sha, ini bukan ulah lo, kan?"
"Ya kali! Lo nggak liat gue take dari siang?"
Sena mendengkus kemudian mengacak rambutnya. "Tapi ini terjadi sehari setelah lo ngaku pacaran sama cewek itu." Tepat beberapa detik setelah berkata, Sena menyadari sesuatu. "Jangan-jangan ini masih ada hubungannya sama rahasia lo itu? Jangan bilang yang bikin ulah si Rosa?"
Pasha mengangguk pelan. Sena menggeleng tidak percaya. Ia terduduk lemas. Pikirannya semrawut.
"Lo sebenernya sama Rosa ada apa, sih?" Akhirnya Sena melontarkan pertanyaan yang bercokol di kepala.
Alih-alih menjawab, Pasha justru mengeluarkan ponselnya, mengetik chat ke Dara. Tadi sebelum pulang, ia sempat meminta nomor salah satu teman Kejora. Dua menit setelah terkirim, gadis itu membalas.
[Kejora masih nangis, Kak. Kayaknya bakal begadang sampai pagi.]
Helaan napas terdengar setelah itu. Pasha tak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Kejora kala terakhir kali bersama Langit.
Dua part lagi :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro