Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sembilan - Tak Bisa Mengubah Masa Lalu

Sembilan - Tak Bisa Mengubah Masa Lalu



"CUT!"

Mata Pasha tertutup rapat saat Ario meneriaki kata itu untuk kesekian kalinya. Ia sampai tidak berani menatap wajah sang sutradara.

"Pasha, gimana sih? Fokus dong! Waktu kita habis cuma gara-gara kamu salah terus!" Bola mata Ario nyaris keluar saat memarahi Pasha. Baru hari pertama, tapi Pasha sudah harus menebal muka serta gendang telinganya berdengung.

Bagaimana bisa ia melakukan adegan dengan Rosa ketika otaknya memutar memori laknat itu? Dialog yang sudah dihafal mendadak buyar kala rentetan kalimat hinaan Rosa menyeruak bagai ribuan jarum menusuk secara bersamaan.

"Kita coba sekali lagi!" perintah Ario.

Seorang MUA dan penata rambut datang mendekati Pasha, memperbaiki mekap serta rambut laki-laki itu. Setelah itu Pasha mengambil napas lalu diembuskan. Berharap di take kali ini ia berhasil.

Kemudian seorang clapper datang dan berdiri di depan kamera, membuka clapper board setelah mendengar perintah 'slate in' dari sutradara. Kemudian Ario mengatakan 'sound', tak lama dibalas oleh bagian perekam suara yang mengatakan sudah siap.

"Slate 41, take 10!"

"Camera!" perintah Ario.

"Roll!" balas operator kamera.

Sang clapper menutup dan menutup clapper board. Kamera pun merekam papan tersebut kurang lebih selama satu detik.

"Action!" seru Ario.

Pasha melangkah mendekati Rosa yang duduk di kursi. Tangannya mengulurkan sebuah buku diari tepat di wajah gadis itu.

"Ini punya kamu, kan?" Pasha mulai mengucapkan dialog.

Mata Rosa membulat. "Kok bisa ada di kamu?"

"Itu ... tadi  ...." Lagi-lagi Pasha lupa bagian dialog yang ini. Otaknya mulai berpikir keras. Ia harus bisa mengingat sepenggal dialog yang tertinggal sebelum Ario murka.

"CUT!"

Telak. Pasha memutar tubuhnya membelakangi Rosa.

"Kita break dulu!" Ario bangkit dari kursi, dan pergi dengan wajah datar. Kru yang lain pun membubarkan diri. Saat itulah kesempatan Rosa mendekati Pasha.

"Sha ...."

Pasha menepis tangan Rosa. "Jangan sentuh gue!"

Rosa tidak terkejut dengan respons itu. Malahan ia tersenyum. "Apa lo mau nama lo tercoreng gara-gara lupa dialog?"

Rahang lelaki itu mengeras.

"Tentang tujuh tahun itu, gue udah minta maaf sama lo. Apa itu nggak cukup?"

Baru Pasha berbalik menatap Rosa dengan tajam. "Menurut lo dengan maaf bisa hapus semua hinaan lo di depan semua orang? Dan lagian, kenapa baru minta maaf sekarang? Setelah gue udah terkenal dan punya nama, kenapa lo baru datang? Sengaja, kan, lo mau jebak gue?"

"Gue—"

"Lo bisa bergaya sesuka hati di depan kamera, asal jangan ngajak gue!"

Pasha melangkah pergi. Sepeninggal Pasha, Rosa menyelipkan anak rambutnya ke telinga. Wajahnya menyeringai. Sekarang Pasha boleh menolaknya, tapi Rosa bisa pastikan Pasha akan bertekuk lutut di hadapannya.

Saat Pasha dekat dengan kursinya, Sena berdiri, melempar kertas ke dada laki-laki itu.

"Hafalin yang bener. Gue malu astaga liat lo diomelin sama Pak Ario."

"Bodo amat." Pasha justru meletakkan kertas itu di kursi, kemudian menggulung lengan kemejanya hingga atas siku. Tadi ia sudah mendengar azan dari pengeras suara, tapi mau langsung beranjak masih terhalang rekam adegan.

"Lo mau ke mana?"

"Menurut lo kalo habis dengar azan gue bakal ngapain?"

"Salat."

"Nah, pinter."

Perlahan Pasha bergerak meninggalkan set. Ia akan bertanya kepada warga sekitar di mana letak masjid yang dekat dengan lokasi.

Ada warga baik hati yang memberi tahu Pasha di mana letak masjid. Sebenarnya bisa beribadah di lokasi, tetapi Pasha merasa tidak khusyuk di sana. Salah satu syarat kru film jika ingin Pasha menjadi artisnya, yaitu membiarkan Pasha menunaikan salat ketika azan sudah berkumandang. Karena bagaimanapun, Pasha tidak mau meninggalkan ajaran dari mamanya.

Sebelum menjadi artis, Pasha sudah diajarkan nilai-nilai agama oleh sang Mama. Saat namanya sudah menanjak, mamanya hanya berpesan untuk jangan meninggalkan Tuhan. Pasha memegang itu, bahkan sampai detik ini ia tidak mengenal yang nama alkohol meski Sena sering menawarkan.

Baginya kebahagiaan mamanya adalah nomor satu. Apa pun yang dikatakan beliau, Pasha mencoba untuk menurutinya, terlebih setelah tahu papanya berselingkuh. Pasha hanya tak mau dirinya menjadi pelaku kehancuran mamanya juga.

Selesai berdoa, Pasha membaringkan tubuhnya di lantai masjid. Jemarinya mulai menggeser layar, mencari nomor mamanya. Begitu ketemu, Pasha menekan tombol panggil.

"Pasha? Kok telepon Mama?"

"Lagi break, Ma."

"Oh, sudah makan?"

"Belum."

"Jangan lupa makan. Mama nggak mau kamu sakit."

"Mama juga. Sekarang aku jauh, lho."

"Cuma di Bandung, bukan di Jupiter."

Ucapan sang Mama mengundang kekehan di mulut Pasha.

"Ma, Papa nggak pulang, kan?"

"Nggak. Mungkin lagi sama dia."

Dada Pasha bergemuruh setelah itu. "Mama kenapa nggak cerai aja? Aku udah bisa, kok, hidupin Mama."

Ada jeda setelah Pasha mengucapkan kalimat itu. Pasha tahu mamanya tak suka membahas ini di telepon, tapi ia juga tidak bisa diam jika mamanya terus diinjak-injak.

"Mama nggak mau nama kamu ikut terseret, Sayang. Sekarang, kan, udah banyak yang kenal kamu."

Pasha menggigit bibirnya. Matanya mulai memanas. Di situasi rumit seperti ini, kenapa mamanya masih memikirkan perasaannya? "Aku udah gede, Ma. Nggak usah mikirin aku. Kalau Papa lebih milih perempuan itu, kita bisa apa?"

"Kamu juga nggak usah mikirin Mama. Cukup fokus aja sama karier kamu. Mama tahu yang Mama lakukan sekarang adalah yang terbaik. Nama kamu nggak terseret, kamu nggak kebawa kasus papa kamu."

Pasha memejamkan kedua matanya. Bagaimanapun caranya ia harus bisa membongkar kebusukan papanya dengan penyanyi itu agar hidupnya damai.


Kasian sama Pasha, gara-gara lawan mainnya seseorang yang udah hancurin hatinya, jadi sering lupa dialog 😔

Di part 12 aku bakal kasih tau gimana perasaan Pasha setelah ketemu Kejora.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro