Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua Puluh Tujuh - Kusut Mesut

Dua Puluh Tujuh - Kusut Mesut





Kehangatan keluarga yang hilang dapat Pasha rasakan kembali ketika berada di rumah Kejora. Keramahan Abah dan Ambu mengingatkannya pada kenangan masa kecil yang perlahan memudar akibat kelakuan papanya. Sudah lama ia tidak merasakan duduk bersama, menikmati masakan Mama, lalu bercengkerama hingga lupa waktu.

Tongkol balado, tempe goreng, serta buah jeruk tertata rapi di meja makan. Pasha sudah berulang kali mengatakan akan pulang setelah numpang salat, tetapi Abah tak bisa dibantah. Lelaki itu menyeret Pasha ke ruang makan.

"Dulu Neng merengek mau jadi artis gara-gara sering liat kamu di TV. Abah larang dia. Kuliah belum beres, kok, mau bertingkah."

"Abaaah." Suara Kejora terdengar manja. Pasha jadi menyukai bagaimana interaksi Kejora dengan ayahnya.

"Berarti kalau Kejora udah lulus boleh jadi artis?" Pasha melayangkan pertanyaan yang sama saat live pada minggu lalu.

"Kalo Neng mau, Abah, sih, boleh-boleh aja. Asal Neng suka, ada bakat di sana, dan udah tahu risikonya."

"Kejora bisa ikut kelas akting. Terus ambil job yang ringan-ringan dulu. Kalau boleh saran, jangan ambil sinetron." Saat mengatakan itu, mata Pasha tak lepas dari wajah bulat gadis itu.

"Emang kenapa kalo ambil sinetron?" tanya Ambu.

Pandangan Pasha beralih ke Ambu. "Waktunya panjang, Tante. Satu judul bisa sampai ribuan episode kalau ratingnya bagus. Belum lagi harus kejar tayang setiap hari. Kasian Kejora stuck di satu judul aja. Kalau ambil film atau series yang episodenya sedikit, Kejora jadi punya pengalaman banyak. Skill-nya bertambah."

Kejora meletakkan sendok di piring kosong. "Jadi, itu alasan Aa' nggak pernah main sinetron?"

"Salah satunya iya. Alasan lain, aku nggak suka kalo ceritanya jadi ke mana-mana cuma demi rating."

"Padahal Ambu, teh, suka nonton sinetron," kata Ambu.

"TV jaman sekarang isinya iklan semua, Ambu," sahut Abah. "Neng ikut saran dia aja."

"Jadi Neng boleh jadi artis, nih?" Kejora mengerlingkan mata di depan Abah.

"Asal Neng dapet IPK 3,5, ya."

Mendengar itu, Kejora berseru heboh. Seakan lupa jika masih ada Pasha di sampingnya. "Bener, lho, Abah. Neng catet, nih!"

Pasha sempat terkejut melihat reaksi gadis itu. Namun, perlahan senyumnya terbit. "Di Jakarta nanti, Kejora bisa tinggal di paviliun samping rumah saya."

Abah mengangkat tangannya. "Jangan. Biarkan Neng usaha sendiri. Kalau dapet fasilitas dengan mudah, nanti dia keenakan."

"Ambu setuju. Ini bukan mau nolak bantuan, ya, tapi biar Neng mandiri," timpal Ambu.

"Lagian Neng belum tentu bisa dapet IPK segitu," seloroh Abah. Kejora mengerucutkan bibirnya.

Ketika makanannya sudah habis, Pasha langsung pamit pulang. Ia takut ada orang lain yang mengetahui keberadaannya. Pun ia merasa badannya butuh kasur.

"Tentang di tebing tadi kamu jangan bilang sama siapa-siapa dulu, ya. Aku nggak mau kamu tiba-tiba didatangi sama wartawan," kata Pasha sebelum menyalakan mesin motornya.

"Baru ingat sekarang punya pacar artis."

Pasha terkekeh. "Nanti aku yang buka biar netizen nggak jodoh-jodohin aku sama Rosa lagi."

"Padahal Rosa cantik, lho."

"Masih cantikan kamu."

Laki-laki itu menaiki motor, lalu melaju perlahan meninggalkan Kejora yang masih terpaku setelah mendengar pujiannya.

Tiba di home stay, Pasha memarkir motor dengan benar di teras. Urusan selanjutnya biar Sena yang mengerjakan. Kebetulan Sena sedang duduk di sofa lantai bawah. Pasha melempar kunci motor dan Sena menangkapnya dengan sigap.

"Sha, HP lo dibuang apa gimana, sih? ART rumah lo nelpon gue tadi, katanya lo susah banget dihubungi kayak cewek lagi ngambek."

Mendengar ocehan Sena, Pasha baru ingat benda keramat di dalam saku jaketnya tidak berbunyi sejak tadi siang.  Setelah dikeluarkan, ia baru sadar ternyata dalam kondisi senyap. Di layar terlihat jelas ada panggilan dari Mbok Sani sebanyak lebih dari sepuluh kali. Pantas kalau beliau sampai berani menghubungi Sena. Pasha memang sudah mengatakan kalau dirinya susah dihubungi, boleh menelepon managernya.

Usai menutup pintu kamarnya, Pasha menempelkan ponselnya ke telinga. Kakinya mondar-mandir seperti setrika.

"Mas? Alhamdulillah akhirnya bisa dihubungi!" Wanita di seberang berseru. "Saya dari tadi nelponin Mas. Terus kata Mas Sena, lagi pergi."

"Ada apa?" Pasha menelan ludahnya. "Mama baik-baik aja, kan?"

Ketika pertanyaan itu keluar, dalam hatinya berharap jawaban yang membuatnya tenang. Namun, jika pembantunya sampai menghubunginya berkali-kali, Pasha merasa sangsi. Apalagi papanya sedang bersama perempuan itu.

"Anu Mas ... saya lagi bingung. Sebenarnya saya nggak mau bilang, tapi saya takut Mas kaget kalo udah sampai Jakarta."

"Bilang aja, Mbok. Mama beneran baik-baik aja, kan?"

"Tiga hari yang lalu Bapak sama Ibu berantem. Terus Bapak pergi bawa koper. Setelah itu Ibu nggak mau keluar kamar, terus ...."

"Terus apa?" Pasha tidak sabar.

"Pas saya mau ngepel, sabun lantainya, kok, nggak ada. Ternyata ... diambil sama Ibu. Diminum sama Ibu. Alhamdulillah, untungnya masih bisa selamat setelah saya bawa ke rumah sakit. Sekarang masih dirawat."

Selanjutnya, Pasha bisa merasakan udara di dalam kamar mulai menipis, membuat dadanya sesak dan kepalanya kosong. Jadi, ini jawaban kenapa mamanya susah dihubungi? Sedikit beruntung bisa tertolong, tetapi mamanya sudah melakukan percobaan bunuh diri. Sang papa penyebabnya.

Begitu telepon terputus, Pasha menuruni tangga untuk menghampiri Sena. Napasnya memburu. Nyaris saja oleng karena terburu-buru.

"Sen, setelah ini gue ada jadwal apa?"

"Habis dari sini, lo ada undangan jadi bintang tamu di channel YouTube Panca, terus ada dua show di TV, terus ada--"

"Lo bisa re-schedule semua nggak?"

Sena melotot. "Gila, lo. Yang Panca itu lo udah re-schedule dua kali, lho."

"Gue nggak mau tau, Sen. Ulang atau batalin sekalian!"

"Lo kenapa, sih? Pulang-pulang malah ngamuk."

Sena berdiri. Kemudian menggiring Pasha menuju meja berisi botol minuman. Sena menuangkan satu gelas, menyodorkannya ke Pasha. "Mendingan lo minum dulu, deh. Kali aja tenang."

Pasha menerima gelas itu. Namun, saat hendak menempelkan ujungnya ke mulut, seseorang merebutnya.

"Jangan! Itu alkohol. Bukannya lo nggak mau minum?"

Mendengar ucapan Kevin, Pasha baru menyadari merek yang tertera pada botol. Nyaris saja minuman itu masuk ke perutnya.

"Lo juga, Sen, udah tau artis lo nggak suka minum, masih aja disodorin. Harusnya lo bersyukur otaknya lurus. Jangan malah dibengkokin."

"Ya, habis, dia seenaknya minta re-schedule. Dikira gampang apa!" ketus Sena.

"Lo, kan, bisa tanya kenapa. Nggak gini caranya."

Kepalanya makin pusing, Pasha memilih meninggalkan Kevin dan Sena yang masih berdebat. Satu-satunya cara terbaik melupakan masalah ini sejenak adalah tidur.


Jujur jadi pusing pas nulis part ini, apa karena belum sarapan? 🤣

Jadi itu ya alasan kenapa Kejora nggak bilang ke Langit kalo udah jadian sama Pasha. Sama artis, cuy. OTW privasi diulik sama media 🤣

Tapi kasian Pasha, mamanya mau bunuh diri 🤧

This my birthday. Kirain mau nulis yang seneng-seneng 😄 Kevin juga lagi mode serius, gaberani minta dinyanyiin happy birthday 😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro