Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua Puluh Empat - Rencana

Dua Puluh Empat - Rencana



Mendapat jatah liburan merupakan surga dunia bagi artis yang sudah berjuang keras memerankan sebuah film. Tentu saja Pasha memanfaatkannya dengan rebahan di kasur. Nikmat mana lagi yang mau didustakan? Kapan lagi lelaki itu bisa meregangkan sendi-sendi tubuhnya? Tidur tanpa ada gangguan calling dari sutradara. Yang lebih penting lagi, Pasha tak perlu bermuka dua di depan Rosa.

Akan tetapi, kenikmatan itu tak berlangsung lama. Kevin tiba-tiba masuk dan menarik selimut yang dipakai Pasha.

"Nggak baik masih muda rebahan terus."

Pasha gusar. Ia lantas merebut kembali selimut itu. "Bodo. Gue ngantuk, mau tidur. Libur juga."

"Mending ikut senam ibu-ibu di depan, deh. Rencananya gue mau ke sana. Lumayan dapet senam gratisan."

"Lo aja sana!" ketus Pasha seraya mengibas tangannya. Apa Kevin tidak mengerti jika dirinya butuh istirahat total?

Kamar tampak sepi lagi, artinya Kevin sudah menyerah. Pasha merapatkan selimutnya kemudian memejamkan mata. Namun, ia tersentak begitu  mendengar suara musik yang memekakkan telinga dari lantai dasar.

Lelaki itu lantas bangkit, beranjak menuju balkon untuk melihat situasi. Ternyata benar apa yang dikatakan Kevin, di bawah banyak segerombolan ibu yang berbaris rapi. Tak hanya ibu-ibu warga sekitar home stay, tetapi beberapa kru perempuan yang Pasha kenal juga ikut serta. Tangan serta kaki mereka bergerak ke kanan-kiri mengikuti irama lagu remix.

Tak mungkin tidur dengan suasana seperti itu, Pasha memilih turun. Laki-laki itu mengenakan kacamata hitam untuk menyembunyikan kantung mata yang besar. Pasha berdiri di antara bapak-bapak yang menyaksikan.

"Tumben ada senam, Pak?" Pasha memulai basa-basi.

"Iya, Kang. Biasa acara PKK."

Pasha tak bertanya lagi. Acara ini sedikit menghibur. Di komplek rumahnya mana ada ibu-ibu yang kompak membuat acara seperti ini? Yang ada mereka hanya pamer harta dan anak.

"Lho, Akang artis, ya?" Bapak-bapak yang ditanyai Pasha tiba-tiba berseru.

"Iya, Pak."

"Minta foto boleh? Saya, teh, kemarin beli handphone baru. Kata penjualnya kameranya jernih."

"Kalo gitu coba foto sama saya."

Sang Bapak mengeluarkan ponsel barunya dari saku celana. Saat hendak mencari kamera, Bapak itu tidak mengerti. Akhirnya Pasha turun tangan setelah mendapat izin. Ia menjepret beberapa kali sampai Bapak itu puas.

"Terima kasih, ya, Kang."

"Sama-sama, Pak."

Senam selesai pada pukul sepuluh pagi. Acara dilanjutkan dengan penampilan Kevin. Melihat Kevin berdiri di tengah kerumunan lalu mengajak ibu-ibu bernyanyi bersama, Pasha mendengkus. Dalam waktu singkat, jalanan dipadati oleh para gadis yang ingin menyaksikan Kevin.

Kevin menyumbang tiga lagu miliknya. Kalau Pasha boleh jujur, suara Kevin memang bagus, mendayu-dayu di telinga. Tak hanya menyanyi, lelaki itu juga piawai memainkan ukulele. Tidak heran kalau lagunya selalu trending di platform musik.

Ketika matahari mulai berada di atas, kerumunan itu berangsur sedikit. Pasha pun memutuskan untuk tidur lagi. Namun, matanya tak sengaja melihat Rosa berserta mamanya di seberang. Pasha memilih memperhatikan mereka. Sampai kemudian sebuah mobil sedan hitam berhenti, mamanya Rosa masuk, lalu Rosa tersenyum sembari melambaikan tangannya, lelaki itu kehilangan pasokan udara.

Untuk kedua kalinya Pasha memergoki papanya bersama perempuan itu.

Kehadiran Kejora membuat Pasha melupakan papanya sejenak. Meski ketika gadis itu pulang bersama Langit karena takut abahnya marah lagi, Pasha merasa sepi dan ingatan laknat itu kembali berputar. Bagaimana bisa papanya lebih memilih perempuan itu? Lalu Rosa, sejak kapan dia dekat dengan papanya? Hubungan macam apa sebenarnya keluarga ini?

"Gue tadi nggak sengaja liat mobil hitam terus ada laki-laki di dalamnya. Setau gue, Dela Risma, kan, janda, ya? Terus yang di dalam mobil itu siapanya?"

Itu bokap gue, Sen. Ingin rasanya Pasha mengatakan itu di depan Sena, lalu boom berita tentang perselingkuhan papanya terungkap. Akan tetapi, Pasha masih punya hati. Ia belum punya bekal apa pun untuk menjadi tameng mamanya.

"Gue cari di akun lambe, asli nggak ada berita tentang Dela. Gue bahkan baru tau kalo Rosa anaknya. Eh, lo pasti udah tau, kan? Dulu bukannya kalian satu sekolah."

"Nggak, gue nggak tau," jawab Pasha pendek.

"Serius? Gue pikir dulu lo suka sama dia gara-gara mau pansos ke ibunya."

"Ya kali!"

"Tapi Sha, asli gue penasaran siapa yang ada di dalam mobil itu."

"Paling sopirnya."

Pasha menyalakan ponselnya saat Sena pergi membuang sampah. Ia sudah menghubungi mamanya beberapa kali, tapi tidak ada satu pun yang diangkat. Padahal waktunya sudah tepat, setelah makan siang, setelah salat Ashar, dan setelah salat Isya. Nomor pembantunya juga tidak aktif. Ada apa? Mamanya tidak mungkin ceroboh meninggalkan ponsel.

Ia mencoba telepon sekali lagi. Namun, Pasha baru menyadari bukan menelepon nomor mamanya, melainkan Kejora. Pasha hendak membatalkan panggilan, tapi gadis itu sudah mengangkatnya lebih dulu.

"Ada apa, A'?"

"Maaf, aku salah pencet." Pasha memilih jujur. Otaknya sudah buntu mencari alasan.

"Kok bisa?"

Pasha menggaruk kepalanya. Haruskah ia jujur kalau nomor gadis itu diberi nama 'my star' sehingga dekat dengan nomor mamanya? "Bisa. Kan, ini nomor pribadi. Kontaknya sedikit."

Hening setelah itu. Pasha kembali memutar otaknya agar bisa mengobrol lebih lama dengan gadis itu. Sayang juga kalau teleponnya langsung dimatikan.

"Kamu besok sibuk?" Di antara banyak opsi, Pasha memilih melontarkan pertanyaan klasik.

"Besok kuliah pagi, terus ada acara organisasi, habis itu review sisa produk yang tadi belum sempat di-review. Paling selesainya sore. Kalo Aa' masih libur?"

"Masih. Tadinya mau ngajak kamu pergi, ternyata kamu sibuk."

"Mau pergi ke mana?"

Pasha berpikir sejenak. "Aku nggak tau tempat yang bagus di sini."

"Kalo ke Tebing Keraton mau nggak?"

"Tebing Keraton?" Pasha menerka nama tempat yang disebut Kejora. Sepertinya pernah dengar. "Oh, di dekat TAHURA itu, ya?"

"Yaaa, ternyata Aa' udah ke sana, ya?"

"Enggak, belum. Kemarin cuma ke jembatan gantung."

"Ya udah besok kita ke sana aja. View pas sore bagus, lho!"

"Oh, ya? Aku jadi penasaran. Kalau gitu sampai ketemu besok."

Telepon ditutup oleh Kejora. Obrolan tadi melupakan kekhawatiran akan kondisi sang mama di Jakarta. Mengingat waktunya di sini hampir habis, Pasha rasa besok adalah hari yang tepat untuk dihabiskan bersama Kejora.

Mulai besok, tim Langit boleh demo di depan rumahku. Nanti aku siapin keripik sama air putih :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro