Dua Puluh Delapan - Ide Gila Pasha
Dua Puluh Delapan - Ide Gila Pasha
Kejora masih tidak ingin ketemu dengan Langit. Gadis itu terus mengingat ucapan sahabatnya yang menyakitkan. Bagaimana bisa Langit cemburu? Terlalu kekanakan untuk seusia laki-laki itu sekarang. Lagi pula, bukannya nanti ia dan Langit akan memiliki keluarga dan kehidupan masing-masing? Tidak mungkin rasanya Kejora menempel terus pada Langit walau sejak dulu sudah terbiasa.
"Ambu, nanti tolong kasih ke Langit."
Kejora meletakkan sebotol smoothie buah naga di meja makan. Entah kenapa walau masih kesal, ia masih melakukan kebiasaan itu.
Ambu menautkan alisnya. "Biasanya Neng kasih sendiri."
"Neng buru-buru, Ambu. Pokoknya jangan lupa kasih ke Langit, ya."
Usai mencium tangan Ambu dan mengucapkan salam, Kejora beranjak keluar. Namun ketika hendak membuka pagar, tangannya tiba-tiba dicekal seseorang dari belakang. Otomatis Kejora memutar tubuhnya.
"Lepas!" Kejora menepis kasar tangan Langit. Wajahnya yang semula cerah kini berubah menjadi suram. Mood-nya anjlok ketika Langit muncul.
"Aku minta maaf. Jangan ngambek lagi, dong."
"Bodo. Kamu, tuh, nyebelin tau nggak."
"Iya, makanya itu aku minta maaf, Jora. Maaf kalo aku udah kasar ke kamu kemarin."
Kejora bisa melihat raut penyesalan di muka sahabatnya. Akan tetapi, ia masih ingin menguji laki-laki itu.
"Aku mau mogok ngomong sama kamu. Titik."
Beruntung ojek pesanan gadis itu datang, Kejora bisa kabur meninggalkan Langit.
Bosan membajak dapur rumah Dara, rumah Naya yang menjadi sasaran Kejora. Selain bosan, lokasi syuting Pasha memang berdekatan dengan rumah Naya. Kali ini Kejora membuat seblak ceker.
Kejora dapat melihat jelas Pasha sedang beradu akting dengan Kevin dan Rosa. Pasha dan Kevin saling pukul, lalu Rosa yang menjadi penengah. Kejora tahu itu hanya adegan, tetapi jantungnya benar-benar tidak aman. Apalagi Pasha terlihat nyata menonjok wajah lawan mainnya.
Ketika sang sutradara mengatakan 'cut' dan para kru serta pemain bubar, Kejora baru berani mendekati Pasha. Laki-laki itu tampak terkejut melihatnya.
"Kamu kapan datangnya?"
"Baru aja." Kejora menyodorkan handuk kecil ke arah Pasha. "Dielap dulu, tuh, keringet."
Pasha menerima handuk itu, lalu mengacak rambut gadis itu. Mata Kejora tidak sengaja menangkap sosok Rosa dari kejauhan. Sorot mata Rosa begitu tajam, seolah akan menusuk siapa pun yang berani menatapnya.
"Kamu bawa apa, Neng?"
"Hah?" Sebentar, barusan ada seseorang yang memanggilnya 'Neng' dan Kejora kenal dengan suaranya. Tidak salah dengar, 'kan?
"Kamu bawa apa?"
"Nggak, yang terakhir Aa' bilang apa?"
"Neng. Salah, ya?"
Kejora buru-buru menggelengkan kepalanya. "Cuma kaget."
"Jadi, boleh?"
Sekarang jantung gadis itu menghantarkan panas ke pipi dan mungkin sekarang sudah merah. Bagaimana nasib jantungnya kalau setiap hari mendengar panggilan itu dari orang yang ia suka? Apakah sekarang Kejora harus memikirkan asuransi jiwa?
"Ini mau ketiga kalinya aku nanya, kamu bawa apa?"
"Oh, iya!" Kejora salah tingkah, tetapi tangannya bergerak membuka kantung kresek yang membungkus tupperware berisi seblak. "Temani aku makan seblak mau nggak?"
"Level berapa, nih?"
Kejora menunjukkan kelima jarinya sebagai jawaban.
Pasha terbelalak. "Serius kamu berani makan sebanyak itu?"
"Berani, dong. Emang Aa' nggak berani?"
"Berani lah. Aku suka pedes, kok."
Jadilah sekarang mereka berdua duduk saling berhadapan. Masing-masing di tangannya memegang sendok. Pasha yang lebih dulu mengambil potongan ceker, memasukkannya ke mulut. Setelah itu gantian Kejora. Seperti mimpi rasanya bisa makan satu tempat bersama artis.
"Kamu nggak ada niatan bikin konten masak atau makan gitu?" tanya Pasha setelah menelan kunyahannya.
"Ada. Cuma aku, tuh, males makan di depan kamera."
Pasha nyaris tersedak kuah seblak setelah mendengar jawaban Kejora. "Kok males? Kan, kameranya kamu bisa taruh di depan terus kamu makan. Kayak kamu lagi mekapan gitu."
"Bukan itu."
"Terus apa?"
"Aku kalo makan lama banget, bisa-bisa durasinya panjang cuma untuk satu konten. Terus aku ngerasa aneh kalo makan sambil direkam gitu. Beda kalo dandan, kan, sama aja kayak lagi ngaca, sedangkan kalo makan, kan, masa iya sambil ngaca."
"Aku baru kali ini denger orang makan di depan kamera disamain sama ngaca."
Kejora mengangkat sebelah alisnya. "Aneh, ya?"
"Nggak. Aku bisa nangkap yang kamu maksud. Intinya kamu nggak suka makan di depan kamera, 'kan?"
"Iya, walau aku suka makan. Mendingan begini, satu dunia nggak ada yang tahu mulutku belepotan kalo lagi makan."
Obrolan mereka terputus sebab ponsel Kejora berdering. Namun, bukannya diangkat, Kejora malah membalikkan layarnya, membiarkannya berbunyi sampai habis.
"Kok nggak diangkat, Neng?" Pasha meraih tumbler berisi air putih, meneguknya sampai sisa setengah botol.
Kejora mendengkus. Tangannya kembali mengaduk kuah seblak. "Lagi males ngomong sama Langit."
"Kalian berantem?"
Kejora mengangguk.
"Pasti gara-gara aku, ya?"
"Langit bilang ada orang yang nggak suka ngeliat kedekatan kita, terus dia ngelarang aku buat ketemu sama Aa' lagi, dia juga bilang cemburu. Ya, aku marah, lah. Aku, kan, nggak mungkin nempel terus sama dia."
"Kamu udah tanya siapa orangnya?"
"Langit nggak tau, tapi dia dengar kalo orang itu nyebut nama aku. Nggak masuk akal, 'kan? Bisa jadi Langit salah denger."
"Tapi kalo ternyata Langit nggak salah gimana?"
Kejora tertegun. Ia pikir Pasha akan satu suara dengannya. Namun, ternyata sebaliknya. Pasha melempar pertanyaan yang sama persis seperti Langit.
"Aku ini artis, udah pasti ada yang nggak suka. Terus kamu deket sama aku, udah pasti ada juga yang nggak suka sama kamu. Langit begitu biar kamu waspada, Neng. Nggak masalah kalau kita jaga jarak. Aku juga akan ngelakuin hal yang sama kalo jadi Langit."
Semua ucapan tadi berusaha Kejora cerna. Walau rasanya sulit. Sebentar lagi syuting selesai, artinya ia tak bisa bertemu dengan Pasha secara langsung. Tidak salah, kan, kalau Kejora ingin menciptakan momen sebelum LDR?
"Kalian udah sahabatan dari kapan?"
"Udah lama, sih. Sekitar dua puluh tahunan."
"Nah, apa lagi udah selama itu, masa kamu nggak percaya sama dia?"
Kejora bergeming.
"Tapi, kok, aku jadi penasaran sama orang yang dimaksud Langit. Aku rasa nggak jauh dari sini. Gimana kalo kita pancing? Aku ada ide."
Mata gadis itu menyipit. "Ide apa?"
"Besok malam kamu live, kan? Aku bakal bilang kalau kita udah pacaran."
"Aa' serius?"
"Kalo orang itu ada di antara pemain atau kru, dia pasti akan muncul."
Wah, apakah pancingan Pasha berhasil?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro