Delapan - Ternyata Sebahagia Itu
Delapan - Ternyata Sebahagia Itu
Langit memacu motornya dengan kecepatan sedang. Sesekali ia berhenti sebab jalanan padat merayap. Berkali-kali pula tangannya memperbaiki masker hitam agar udara kotor tidak masuk ke indra penciumannya. Panas serta polusi, dua hal yang senantiasa menemani Langit setiap pulang mencari pundi-pundi uang.
Beruntung selama sebulan ini Langit kerja sampai siang. Sebelumnya Pak Dody sering menerima job acara pada malam hari. Terkadang jadwal yang padat menguras tenaga Langit. Namun, setelah melihat amplop tebal di tangan, rasa capai itu menguap tanpa bekas. Setidaknya sekarang Langit bisa membantu orang tuanya membiayai sekolah Senja.
Langit tidak melewati rute rumahnya, melainkan langsung menuju rumah Naya. Ia akan menjemput Kejora setelah tadi tak bisa mengantarkan gadis itu bertemu dengan Pasha. Selain itu, ia juga penasaran seperti apa rupa di Pasha itu, sampai-sampai Kejora begitu menyukainya.
Tentu saja karena kedatangan artis ibu kota, jalanan di sekitar rumah Naya dipadati warga sekitar. Langit tidak begitu kaget. Sebelumnya sudah pernah kru film yang syuting di sini. Memang banyak tempat-tempat yang cocok dijadikan set film.
Mesin motor telah dimatikan. Helm kemudian dilepas. Sembari menggendong ranselnya, Langit mendekatk home stay yang masih dipadati lautan manusia. Semakin dekat, Langit bisa melihat Kejora sedang bersama dengan Dara, Naya serta satu orang lelaki yang namanya sering disebut Kejora.
Jadi, itu yang namanya Pasha? Menarik.
Langit menyaksikan Kejora masih salah tingkah saat duduk di dekat Pasha. Pasti gadis itu masih tidak percaya hari ini bisa melihat sang idola di depan mata. Dari kejauhan pun Langit bisa melihat aura bahagia yang terpancar dari wajah gadis itu.
Sampai kemudian Naya menyadari keberadaannya. Perempuan yang mengenakan kemeja putih polos serta rok plisket warna pink berjalan menghampiri Langit.
"A' Langit!" Bibir gadis itu membentuk senyum simpul. "Kenapa nggak ke sana?"
"Biarin Kejora ketemu sama dia dulu."
"Baru pulang, ya?"
Langit mengiakan.
"Mendingan ke sana, yuk! Kejora pasti seneng."
Belum sempat Langit membalas, Naya sudah menarik tangannya. Kini Langit berusaha mengimbangi langkah kaki Naya agar tidak jatuh. Walau sebenarnya jarak antara tempatnya berdiri tadi dengan home stay cukup dekat.
Ketika Langit tiba di sana, Kejora menyadarinya. Gadis itu berdiri.
"Langit! Kok ke sini?"
"Ya, aku mau jemput kamu."
"Oh, ya, Kak Pasha, kenalin ini Langit, sahabat sekaligus tetangga aku." Kejora memperkenalkan Langit kepada Pasha.
Pasha berdiri kemudian mengulurkan tangannya. "Pasha."
Langit menyambut tangan itu. "Langit."
Jabat tangan itu hanya sebentar sebab Langit melepaskan tangannya.
"Eh, mumpung kamu di sini fotoin kita dong! Kamu pasti bawa kamera, kan?"
"Dia fotografer?" tanya Pasha.
"Iya. Hasil fotonya selalu bagus, lo, Kak! Hampir semua fotoku hasil jepretan dia."
"Wah, keren sekali!" puji Pasha. "Kalau gitu aku mau lihat, dong."
Seperti makanan berat, ucapan Kejora dan Pasha barusan sulit dicerna oleh Langit. Masih ingat, kan, Langit tidak mau memotret perempuan selain Kejora? Itu memang benar. Ia sudah mengatakan ke Pak Dody kalau dirinya tidak mau jika modelnya seorang perempuan. Langit juga tidak mau memfoto Kejora bersama laki-laki lain menggunakan kameranya. Terdengar egois, bukan?
Lalu sekarang, Kejora meminta seperti itu dan Langit sendiri tidak punya alasan untuk menolak.
Akhirnya Langit mengeluarkan kamera DSLR dari dalam ransel, mulai menghidupkannya, lalu mengalungkan talinya ke leher. Sementara Kejora dan Pasha berdiri saling berdekatan. Melihat itu, Langit menghela napas sejenak. Kemudian mulai menekuk kedua sikunya ke sisi tubuh, mengarahkan lensa ke objek, dan melebarkan kaki.
"Satu, dua, tiga!"
Kejora memasang senyum terbaiknya saat tombol shutter ditekan. Langit menurunkan kamera agar Kejora dan Pasha bisa melihat hasilnya.
"Gimana?"
Kejora mengangkat kedua jempolnya. "Menurut Kak Pasha gimana?"
"Bagus. Kamu nggak bohong ternyata."
"Ya, nggak, dong."
"Jangan Kejora aja, dong. Kita-kita juga mau foto bareng artis," kata Dara yang sejak tadi hanya menjadi penonton. "Tenang aja, Ngit. Ada Naya sama Kejora juga, nggak aku sendirian."
Langit memutar bola matanya. "Iya, Neng Dara. Cepet berdiri di situ!"
Dara langsung bersemangat. Ia langsung mengambil tempat Kejora dengan mendorong tubuh temannya itu. Beruntung Pasha dengan cepat menahan tangan Kejora. Apa yang dilakukan Pasha menimbulkan desiran halus di hati Langit.
"Pelan-pelan dong, Say." Kejora menarik tangannya dari genggaman Pasha.
Langit menjepret Kejora, Pasha, Dara, dan Naya dalam satu frame sebanyak tiga kali. Tentu dengan gaya yang berbeda.
"Masa dari tadi A' Langit fotoin terus," sela Naya. "Dia juga difoto dong. Mumpung masih ada Kak Pasha di sini."
"Nggak papa, Kak Pasha?" tanya Kejora.
"Nggak papa. Masih lama juga aku ke lokasi, " jawab Pasha. "Sen, fotoin!"
Langit menyerahkan kameranya ke Sena. Lalu ia mengambil tempat di sisi kiri, Pasha di sisi kanan, Kejora di tengah kedua laki-laki itu, Dara di sebelah Pasha, dan Naya di sebelah Langit. Sena mengambil foto sebanyak dua kali.
Sesi foto berakhir karena Pasha harus segera ke lokasi. Satu per satu mereka pamit pulang.
"Menurut kamu, Kak Pasha gimana orangnya?"
Kejora bertanya setelah turun dari motor dan melepas helm. Langit menarik kunci motor dari slotnya.
"Menurut aku ... lumayan menarik. Pantas kalo dia terkenal," jawab Langit pelan. Ia sendiri pun bingung mau menjawab apa. Haruskah Langit memuji Pasha secara terang-terangan di depan Kejora?
"Tadi pas megang tangannya halus pisan."
"Ya, wajar kalo halus. Dia artis, harus jaga penampilan."
"Tau nggak aku grogi parah! Kupikir dia, tuh, sombong, ternyata ramah banget."
"Kamu seneng ketemu sama dia?"
"Oh, ya, jelas seneng, dong. Bukan seneng lagi, tapi ba-ha-gia."
Mau tak mau Langit menyunggingkan bibirnya. Melihat Kejora sebahagia itu, tentu saja ia turut senang.
Langit pasti jedag-jedug jantungnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro