Pilihan yang Terlewat
Kimmy dan drama adalah dua hal yang sulit dipisahkan.
Semua penghuni sekolah tahu, ketika gadis pembuat masalah itu muncul artinya kekacauan, kehebohan, atau hal sejenisnya akan terjadi. Dia seperti induk dari semua masalah. Bahkan ketika tidak sengaja bertemu di lorong, para siswa lebih memilih putar balik dan melewatkannya saja.
Well, hidup berisi sekumpulan pilihan untuk dilewatkan. Melewatkan Kimmy adalah pilihan yang tepat, meski sulit sekali menghindarinya ketika pandangan kalian sudah bertemu.
Rumor mengatakan, mata gadis itu sangat indah hingga bisa membuatmu jadi batu jika menatapnya terlalu lama. Versi lain menyebutkan, dia punya mata iblis yang bisa membuat siapapun tunduk pada semua kata-katanya. Namun, tak seorang pun pernah membuktikan kebenarannya.
Keberadaan gadis itu di sekolah ini saja sudah merupakan fenomena alam yang menyimpang. Dan setiap fenomena alam terjadi, saat itulah semua mata-mata ingin tahu tertuju.
Bel masuk baru berbunyi setengah menit lalu, tapi alih-alih masuk kelas, banyak siswa yang justru keluar kelas dan berkerumun di depan kelas 2-3. Sepasang guru dan tiga polisi siswa yang datang terlambat menyibak keramaian. Keberadaan Kimmy dan masalah yang menyertainya menjadi pemicu.
"Awas, minggir, minggir," kata salah satu polisi siswa, dengan sok jagonya mendorong barikade bahu-bahu yang memblokir jalan. Mereka bahkan tak repot mengucapkan permisi. Padahal bukan mereka saja yang ingin tahu kelanjutan dari kehebohan ini, bukan?
"Dasar, baru juga hari pertama masuk langsung bikin sensasi. Heran, kenapa dia belum di DO juga." celetuk salah satu siswi yang kemudian nyaris tersungkur karena bahunya terdorong.
"Minggir," tegas si cowok anggota polisi siswa, tanpa repot minta maaf.
Si gadis hanya bisa mendesis dan mundur satu langkah.
Ketika lima orang yang bukan Power Ranger itu tiba di dalam kelas, suasana hening. Guru perempuan dengan hijab, terkesiap melihat posisi meja-meja tidak sesuai barisan. Sementara guru laki-laki yang membawa penggaris kayu panjang geleng-geleng kepala.
Di tengah-tengah ruangan berdiri seorang gadis dengan emosi yang meluap, noda kecokelatan di kemeja putih yang ia kenakan menjelaskan alasannya. Di hadapan gadis itu, duduk cowok yang tampak tenang meski kepala dan bahunya basah. Tidak ada yang tahu arti di balik sikap tenangnya.
"Ada apa ini?" si guru laki-laki bicara. "Ada yang mau menjelaskan? Kimberly, Kennichi?"
Kimmy menoleh pada guru Matematikanya, kemudian berdecih.
"Ini hanya kesalahpahaman kecil, Pak." Ken menjawab tanpa menoleh.
"Kecil, kamu bilang?" Pandangan Kimmy beralih pada Ken, tapi gadis itu buru-buru buang muka ketika mata mereka bertemu. "You sit on my chair, sleep on my favorite book...,"
Ken melirik buku di meja dan Kimmy bergantian. Cowok itu mendengkus, ketika menyadari tulisan di sampul buku merupakan salah satu judul dongeng untuk anak-anak.
"Kupikir selera gadis ini semacam novel romansa atau buku yang dipenuhi foto-foto cowok ganteng dari negeri ginseng dan matahari. Sungguh, nggak sesuai penampilannya." pikir Ken.
"And look! You've just mocking me." Kimmy menambahkan, ketika melihat cowok itu mendengus. "Kamu juga ngelindungin orang yang udah numpahin kopi ke seragamku, si penjahat sebenarnya."
Kasak-kusuk terdengar dari kerumunan. Mereka menganggap Kimmy seenaknya melabeli orang sebagai penjahat, sementara dalam segala situasi justru Kimmy yang terlihat seperti penjahatnya.
Yang mereka tidak tahu, Kimmy sebenarnya bertekad datang ke sekolah tanpa menimbulkan drama atau kekacauan sejak tadi pagi. Dia bahkan memakai seragam rapi dan membawa buku-buku pelajaran dalam tasnya. Dia juga membeli segelas kopi agar tidak mengantuk, karena matematika jam pertama. Namun sekali lagi, Kimmy dan drama adalah dua hal yang sulit dipisahkan.
Ada cowok tidur di bangkunya, dan di tengah keterkejutannya seorang gadis menyebabkan kopi hangat tumpah mengenai seragamnya. Sayangnya, kendali emosi Kimmy sangat buruk. Amarahnya mudah sekali meledak seperti sambaran petir. Cepat dan sesaat. Begitu ia sadar kembali, dia sudah ada di posisi tidak menyenangkan. Dia tahu hukuman sedang menantinya.
Tiga polisi siswa tak bergeming, kedua guru saling tatap dan baru kemudian menyadari bahwa, baik Kimmy dan Ken tidak benar-benar peduli mereka ada. Bahkan bertujuan untuk melerai dan memberi mereka hukuman. Seolah-olah peraturan yang ada tidak berpengaruh sama sekali.
"Kalian berdua ikut saya, sementara yang lain kembali ke kelas masing-masing. Pelajaran akan segera dimulai." tegas pak Bam, ketika tak mendapat tanggapan beliau berkata lagi, "Sekarang Kimberly, Kennichi! Atau hukuman kalian akan lebih berat."
Kimmy menghentakkan kaki, mengikuti perintah pak Bam. Ia bersumpah akan membuat perhitungan dengan si penjahat dan menyelesaikan urusannya dengan Ken. Cowok itu membuat Kimmy berjingkat karena tiba-tiba berjalan di sampingnya. Aura tenang yang dimiliki Ken membuat Kimmy risau. Sudah tiga bulan sejak terakhir kali Kimmy melihat Ken.
Mata sayu yang selalu terlihat mengantuk dan rambut acak-acakan. Siswa lain memberinya gelar pangeran tidur tapi bagi Kimmy, Ken hanyalah cowok-gamer-pemalas. Namun, anehnya dia selalu masuk rangking lima. Otakknya mungkin bekerja dengan baik untuk pelajaran sekolah, tapi sepertinya tidak untuk menyadari situasi di sekitarnya. Dia hampir selalu terlihat santai dan tidak peduli dengan sekelilingnya.
"Sebaiknya, kalian ganti baju dulu sebelum ke ruang BK." kata Bu Okti. Pak Bam seketika menoleh, tampak tidak setuju. "Mereka bisa masuk angin Pak, kalau dibiarkan."
Pak Bam menghela napas, "Ya sudah sana," titah pak Bam. "Kamu, awasi mereka. Sisanya kembali ke kelas masing-masing." Beliau menunjuk salah satu PolSis dengan perawakan paling besar.
Kimmy sudah siap masuk ke kamar mandi putri, ketika satu lengan Ken terentang menghentikan langkahnya. Gadis itu langsung menoleh ke bagian atas pintu kamar mandi, barang kali dia nyaris salah masuk. Namun, Kimmy sama sekali tidak melakukan kesalahan.
Kimmy menghela napas, sejak pagi tadi Ken seolah mempermainkannya. Dan ketika anggota PolSis yang mengikuti mereka tidak melakukan apapun, Kimmy tahu mereka sekutu.
Sejauh yang Kimmy ingat, dia tidak punya urusan dengan Ken. Kimmy bahkan sangsi kalau sebelum ini, Ken mengenal Kimmy. Hubungan mereka selalu seperti teman sekolah yang saling kenal lewat rumor, tidak benar-benar bertemu atau bicara antarmuka sampai pagi ini.
Kimmy memutar bola mata, "Apa yang kau inginkan?"
Ken mendengus, "Tidak ada," cowok itu menurunkan lengannya, "Hanya penasaran, kenapa kau layak untuk mendapat undangan."
Kimmy mengerutkan kening, ia ingin bertanya, tapi memilih diam dan membiarkan Ken memberinya lebih banyak informasi.
"Ekspresimu mengatakan, kau belum menerima undangan apapun."
"Bicara apa sih dari tadi? Undangan apa?" Kimmy melirik si PolSis yang sudah balik badan memunggungi mereka. Di punggungnya seperti tertulis, anggap aku tidak ada.
"Belum periksa ponselmu? Karena keberadaanku di kelasmu tadi adalah memastikan kau tidak menyebarkan hal yang tidak perlu."
Kimmy memutar bola mata dan memeriksa ponselnya. Kimmy baru sadar kalau ponselnya masih mati. Ketika layar ponselnya menyala, sebuah notifikasi muncul, ia mendapat sebuah pesan baru dari nomor tak dikenal. Kimmy hendak meng-kliknya tapi tangan Ken menghalangi layar.
"One klik, dan hidupmu nggak akan sama lagi."
Mata Kimmy membulat. Gadis itu berdeham, lalu memasukan ponselnya ke saku.
"Minggir, aku mulai mual dengan bau kopi." kata gadis itu, gestur santainya seketika berubah tegang.
"Kau takut?"
"Aku tidak tertarik," Kimmy menoleh pada si PolSis lalu pada Ken. "Pada komplotan kalian."
Kimmy hendak menyelinap masuk, tapi kini Ken menghalangi jalan masuk ke kamar mandi dengan tubuhnya. Mata mereka bersitatap, dan Kimmy menahan napas.
Ken menyeringai, "Ini pertama kalinya, sepertinya kau tahu sesuatu."
Kimmy meneguk ludah gugup. Mereka terlalu dekat dan gadis itu mulai kehilangan akal sehatnya.
"Kau tidak akan membiarkanku lewat, kan? Aku tidak punya cara lain kalau begitu." Kimmy membasahi bibirnya, kemudian menatap lekat mata Ken, "Maaf, Ken...," Kimmy berkata lirih. Gadis itu kemudian menepuk punggung si PolSis. Ketika cowok itu menoleh, Kimmy mengulas senyum. "Umh... bisakah kalian pergi duluan dan tinggalkan aku sendiri? Aku perlu waktu untuk ganti baju."
Ken mengerjap, isi kepalanya seperti dipenuhi kabut dan yang bisa ia dengar hanya suara Kimmy.
"Sure, take your time." Ken bahkan melambai ketika Kimmy masuk ke kamar mandi. Ia kemudian merangkul bahu temannya dan mengajaknya pergi.
Setelah memastikan mereka jauh dan tak ada seorangpun di kamar mandi, Kimmy menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar mandi. Kakinya terasa lemas, dadanya sesak oleh kenangan menyakitkan.
Mungkin seharusnya, Kimmy tidak pernah datang lagi ke sekolah.
=============Skipper Squad: Kimberly=============
Note: DO = Drop Out, dikeluarkan dari sekolah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro