Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10b

#Skandal_Cinta_sang_Konglomerat
#Bab_10b

**

Terdengar seruan baik dari Dave maupun dari Wildan yang duduk di depan. Merengut kesal, Nadine bergerak maju dan menepuk pundak Wildan.

“Kakak, kamu tahu juga kalau Tuan Dave itu gay?”
Wildan menoleh heran. “Kamu tahu dari mana, Nadine?”

“Aku banyak mata-mata, aku banyak dengar, pokoknya tahu aja!”

Dave memperhatikan sikap wanita setengah mabuk yang terlihat menggemaskan. Nadine kini menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menggeliat. Tarikan napas wanita itu membuat bagian atas gaunya terbuka dan menunjukkan belahan dadanya yang indah. Dave mengendurkan dasi, mendadak merasa panas.

“Kenapa, sih, Tuan harus gay. Aku yang tadinya naksir jadi ilfil.”

Dave menoleh cepat. “Kamu naksir aku?”

“Iyalah, siapa sih wanita di dunia ini yang nggak naksir Tuan. Udah tampan, menawan, banyak uangnya.” Tak lama, Nadine menutup mulut. “Maaf, aku terlalu jujur.”

“Tidak masalah. Tapi, dari mana kamu tahu aku gay?”

Nadine kembali menggeser tubuhnya. Kini bahkan dadanya menempel pada lengan Dave. “Dari pamanmu. Katanya, Dave yang kaya raya tidak pernah mencari pasangan. Tanya kenapa? Karena gay!”

“Dan, kamu percaya?”

Tanpa ragu Nadine mengangguk. “Jelas, karena ada buktinya.”

Menghela napas panjang, Dave merasa gemas luar biasa dengan wanita di sampingnya. Yang benar-benar mempercayai kalau dia gay. Padahal, semua orang tahu kalau dia laki-laki tulen penyuka wanita. Namun, dipikir lebih jauh memang bukan salah Nadine kalau menyangka begitu. Karena selama mereka kenal dan tinggal bersama, tak satu pun wanita pernah datang ke rumahnya. Dan, ia pun tidak pernah berkencan dengan wanita mana pun.

“Apa buktinya?” Dave coba-coba bertanya, untuk menguji Nadine.

Tanpa diduga, Nadine mencolek dagunya. Rupanya, pengaruh arak membuat kepercayaan diri wanita itu meningkat drastis dan sikapnya menjadi berani.

“Ih, Tuan sok polos.”

Terdengar dengkus dari arah depan. Rupanya, Wildan pun tidak dapat menahan tawa melihat kelakuan Nadine. Menyamarkan tawa dengan batuk kecil, sang asisten berusaha untuk tetap bersikap netral.

“Aku benar tidak tahu.”

Nadine terkikik lalu membasahi bibir bawah, ia berbisik. “Waktu kita ciuman itu, harusnya kalau orang normal kita sudah bercinta, Tuan. Tapi, Anda menahan diri.” Ucapan Nadine membuat para laki-laki yang berada di dalam mobil menahan napas. “Saya tahu kenapa Anda begitu, karena kurang minat, ya?”

Lagi-lagi Nadine mencolek dagunya. Dave menahan diri untuk tidak memeluk Nadine dan merebahkan wanita itu dalam pelukannya. Ada semacam hasrat aneh yang ia rasakan tiap kali Nadine menyentuhnya. Bersikap tenang, ia membiarkan Nadine terus menerus menyentuh tubuhnya dan sang asisten yang pura-pura tidak melihat apa yang terjadi.

Mobil meluncur memasuki halaman. Tiba di teras, Dave membimbing Nadine menuju rumah. Wildan berpamitan pulang dan Dave mengiyakan tanpa banyak tanya.

“Ah, kita sudah tiba di istanamu, Tuan,” cercau Nadine saat memasuki ruang tamu.

“Hati-hati, langkahmu goyah,” ucap Dave.

“Aduh, ada Anda yang membimbing, saya takut apaa?”

Lagi-lagi Nadine terkikik. Dengan sabar Dave membimbing wanita itu menuju lantai dua. Sesekali Nadine bersenandung. Di ujung tangga bahkan berani mencium pipinya.

“Apa kalau saya yang mencium, Anda tidak merasakan apa-apa, Tuan? Sayang sekali,” bisik Nadine saat mereka menyusuri lorong lantai dua. “Padahal, saya jago ciuman.”

Dada Dave berdesir. “Benarkah?”

“Iyaa, bagaimana kalau kita ulangi sekali lagi seperti saat di bawah?”

“Kamu mau?” tanya Dave untuk menguji dirinya sendiri.

Nadine mendesah, bersandar pada pintu kamarnya. Ia merangkul pundak Dave dan mengecup bibir laki-laki itu.

“Tuan, saya mau.”

Tidak berpikir lama, Dave mencium bibir Nadine. Tidak hanya itu, ia menghisap dan melumat bibir merekah milik wanita yang sekarang berada dalam pelukannya. Keduanya terengah, saat lidah bertemu lidah dan rasa hangat menyebar dari mulut lalu turun ke dada.

Dave menangkup wajah Nandine, mulutnya kini beralih dari bibir lalu turun ke leher Nadine yang terbuka.

“Tuaan.”

Desahan Nadine terdengar feminin, gairahnya tergugah. Tangannya menyusuri tubuh wanita dalam pelukannya. Meraba lekuk pinggang, pinggul, dan merasakan tubuhnya sendiri terbakar hasrat. Ia menjauhkan tubuh mereka, menatap wajah Nadine yang memerah dengan bibir merekah. Dengan suara serak, ia bertanya pelan.

“Apa kamu mau bercinta denganku?”

Nadine mengerjap, berusaha menjernihkan otak. Namun, saat ini yang ada di pikirannya hanya Dave. Ia ingin merasakan bagaimana bergumul dalam keadaan telanjang dengan laki-laki tampan di hadapannya. Dengan berani, ia merangkul Dave dan menggesekkan tubuhnya ke tubuh laki-laki itu.

“Apa ini masih perlu dipertanyakan, Tuan?”

Dave merasa tubuhnya menegang.

“Jangan sampai kamu menyesali ini besok pagi, Nadine.”

“Tidak, Tuan. Saya tidak akan menyesal.”

Dave membimbing Nadine masuk. Begitu pintu menutup di belakang mereka, ia kembali menyergap Nadine dengan ciuman yang panas. Napas memburu, detak jantung berdetak lebih cepat saat Dave dengan tidak sabaran membuka gaun Nadine. Baru kali ini ia merasa jika sebuah gaun ternyata begitu merepotkan.

Saat gaun teronggok di lantai, ia membimbing Nadine menuju tempat tidur. Merebahkan wanita itu di sana dan dengan mulut masih saling melumat.
Nadine merintih, saat ciuman Dave turun ke leher dan belahan dadanya. Ia terkesiap oleh hawa dingin yang mendadak menyergap tatkala penutup dadanya terlepas. Merasa malu, ia menyilangkan tangan depan dada tapi Dave mengangkat lengannya.

“Jangan ditutup, kamu indah,” bisik Dave dan mengunci kedua lengan Nadine di atas kepala. Ia meremas lembut dada wanita di bawahanya. Tidak cukup hanya itu, ia menurunkan mulut dan mengulum puncak dada yang menegang.
Nadine menggelinjang. Dave melepaskan pegangannya dan kini, mulutnya berpusat di atas dada Nadine sementara jemari wanita itu bermain di rambutnya.

Ciumannya turun ke area perut, pinggang, dan garis atas celana dalam Nadine. Wanita di bawahnya bangkit dan mereka kembali berciuman. Dengan satu tangan menyangga tubuh, tangan yang lain masuk ke celah celana dalam Nadine.

“Aah.” Nadine mengerang, merasakan belaian lembut di area intimnya. Ia bereaksi pada sentuhan lembut yang bergerak dari atas ke bawah, dan secara perlahan menyentuh klitorisnya. Seketika, Nadine marasakan dirinya bagai dihajar ombak besar dan membuat tubuhnya menjadi serpihan karena gairah.

Dave menarik napas panjang, bangkit dari ranjang dan melepas semua pakaian yang melekat padanya. Ia melihat mata Nadine yang terbelalak saat menyadari bukti gairahnya yang menegang.

“Tuan ….”

“Kamu ingin menyentuhnya?” tanya Dave dengan parau.

Nadine mengangguk, mengulurkan tangan dan menyentuh perlahan kelelakian Dave. Ia membelai lembut dari pangkal ke ujung, menggunakan ibu jarinya untuk bermain-main dengan area paling sensitive dan mendengar Dave mengerang.

Tidak tahan lagi, Dave melepaskan tangan Nadine dari area intimnya dan membungkuk untuk melepas celana dalam Nadine. Ia menindih dengan posesif dan kembali berciuman dengan panas. Tangannya membelai kewanitaan Nadine dan merasa jika wanita itu sudah siap.

“Kamu basah,” bisiknya sambil mengigit telinga Nadine.

“Kamu tegang,” ucap Nadine merasakan  desakan di perutnya.

“Buka pahamu.”

Nadine tidak hanya membuka paha tapi juga membuka diri saat Dave memosisikan tepat di tengah area intimnya. Ia mendesah, menunggu dengan was-was, hingga merasakan laki-laki itu memasukinya. Untuk sesaat ia mengejang, berusaha menahan perih.

“Nadine? Kamu?” Dave menghentikan gerakannya dan menatap kaget.

Nadine meraih wajah Dave dan mencium bibir laki-laki itu.

“Ayo, Tuan. Kenapa berhenti?”

Dave menghela napas. “Sakitkah?”

“Sedikit, tapi sekarang tidak lagi. Ayo, Tuan.”

Pada akhirnya Dave lupa kendali saat ia memasuki kembali tubuh Nadine dan mereka menyatu sempurna. Dalam satu gerakan yang seirama, Nadine melenguh di bawah Dave. Peluh bercucuran, desah napas tak beraturan berbaur dengan erangan kenikmatan.

Dave merasa tidak bisa berhenti bergerak, karena tubuh Nadine yang menurutnya amat nikmat. Gerakan yang awalnya lembut  mencoba, kini menjadi cepat dan penuh hasrat. Pada satu titik, ia mendesah penuh gairah saat Nadine menjepitnya.
Keduanya terkulai dengan tubuh bersimbah peluh, dan puas akan cinta. Dave mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Nadine dan mengecup bibir wanita itu.

“Terima kasih,” bisiknya lembut.

Nadine tidak merespon, ia hanya menggeliat kecil dan jatuh tertidur. Dave tersenyum, menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka, merengkuh Nadine dalam pelukan dan ia memejamkan mata. Sama seperti Nadine, akhirnya Dave pun menyerah pada kelelahan. Mereka berdua tertidur dengan berpelukan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro