Six Ways To Sunday - Sialnya Jaja 9.1
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.
Thank you :)
🌟
Masakan Ibu adalah yang paling dirindukan saat jauh. Selain pelukan dan mau tidak mau aku sedikit merindukan omelan yang memekakkan telinga. Jadi, memiliki Namboru sebagai tetangga yang sangat rajin mengirimi makanan sangat menguntungkan. Biarpun bukan masakan mamaku, tapi setidaknya ada cita rasa rumahan yang aku temukan. Karena apa pun yang dilakukan dengan cinta rasanya berbeda. Klise, tapi itu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Selain itu juga aku masih trauma menemukan anak belatung di salah satu makanan yang aku pesan. Seluruh bulu kudukku berdiri untuk alasan yang tidak aku sukai: jijik. Aku tahu itu mungkin hanya aku sedang sial, tapi sial ini yang membuatku tidak berhenti muntah bahkan tidak sanggup melihat makanan. This is maggot for the love of God. How the fuck that thing can go to our food?
Aku dan Rei seharian penuh mengadakan lomba siapa yang dapat muntah lebih banyak hingga dehidrasi. Muntah hingga tidak mengeluarkan air masuk sebagai kategori juara satu.
Lalu masukkan Namboru sebagai penyelamatku dan Rei. Aku tidak tahu apa yang membuat beliau rajin mengirimkan makanan seminggu ini, tapi Haleluya! Untuk masakan sudah pasti lebih terjamin kesegaran dan kebersihannya. Aku sering makan di sana saat dititipkan, dan bisa dikatakan aku tumbuh besar dengan masakan Namboru juga.
Aku kembali merinding sambil menahan nasi uduk buatan Namboru agar tidak naik ke kerongkongan. Untuk kali ini aku harus berterima kasih untuk mulut besar Mama, karena jika bukan karena beliau, aku tidak akan mendapatkan makanan dari Namboru. Pasti Mama yang kasih tahu. Aku memang menceritakan perihal ini ke beliau saat tubuh sudah terlalu lemas untuk bergerak, dan aku merasa malaikat maut sudah ada di depan pintu. Menunggu waktu untuk menjemputku dan Rei yang sama tidak berdayanya tergeletak di lantai dekat kamar mandi.
Ok, itu sedikit berlebihan, tapi itu benar-benar yang kami berdua rasakan.
Untuk sementara, kami berdua akan berhenti memesan makanan dari luar dan memutuskan untuk memasak saja. Atau memasang tampang yang minta dikasihani ketika Namboru datang sehingga beliau iba. At this point, I don't care that I look pathetic as an adult.
"Oja, Namboru buat ikan arsik. Dalamnya ada kacang panjang dan telurnya di pinggir kotak. Kalau kamu mau makan dipanasin sedikit-sedikit aja. Sisanya masukin kulkas. Makan malam nanti ada mau makan apa gitu nggak?" Namboru meletakkan kotak transparan dengan tutup biru di atas meja makan. "Terus ini ada teh lico—lico apa gitu Bou lupa, tapi kata Amos dulu kamu minum ini kalau mual." Beliau lalu mengeluarkan tiga pouch bermerk teh yang selalu aku minum. Sebenarnya itu ada banyak di supermarket, tapi aku dan Rei sudah seminggu ini mendekam di dalam rumah dan menolak untuk keluar dengan alasan apa pun. Sialnya, stok terakhir sudah habis dua hari yang lalu dan tidak ditemukan di marketplace mana pun.
Aku dapat merasakan tatapan Rei di belakang kepalaku, tapi aku menolak untuk menoleh dan melihatnya memainkan alis.
"Kamu mau Namboru seduhin sekalian tehnya? Rei juga?" Namboru sudah mengambil panci, mengisi dengan air lalu mulai memanaskannya di atas kompor yang menyala. Aku tahu kalau Namboru hanya berbasa-basi mengeluarkan pertanyaan, insting keibuannya terlalu kuat untuk tidak melakukannya langsung saat tidak ada dari kami berdua yang bergerak untuk mengerjakan. Rei memiliki alasan karena memegang Adara yang baru-baru ini mau berdekatan dengannya, tapi aku hanya berdiri dekat meja makan dengan satu tangan mencomot kacang panjang.
Mendengar bunyi air yang sudah matang, aku buru-buru mengeluarkan cangkir teh dengan saucer keramat milik Mama dari lemari. Itu juga salah satu dari banyak benda keramat yang tidak berani aku dan Rei gunakan jika bukan ada tamu yang datang. Karena Mama tidak mau terlihat buruk dengan memberikan gelas yang sudah gompal—yang mana aku dan Rei gunakan sehari-hari—tapi juga takut jika kecerobohanku membuatnya kehilangan cangkir antik.
Satu tea bag berada di dalam teapot yang dibawa oleh Namboru ke meja makan, tempatku meletakkan cangkir. Beliau lalu menuangkan ke tiga cangkir yang sudah aku tata di hadapan tiga bangku. Namboru duduk di kepala meja makan.
Rei datang dan duduk dengan Adara di pangkuannya. "Tante, maaf ya merepotkan bawain kita makanan setiap hari."
Namboru mengibaskan tangannya lalu menyeruput teh. Aku mengikuti dan mencecap rasa manis di lidah dan hangat yang memeluk perutku di tegukan kelima.
"Kalau ada yang bisa kita bantuin bilang ya, Tante."
Bunyi cangkir yang beradu dengan saucer yang terdengar selama beberapa detik, kemudian suara Namboru sedikit enggan saat berbicara. "Soal itu...apa boleh Namboru titip Ara dan Lio buat beberapa hari?" Mata yang diwarisi oleh Amos memandangku dan Rei bergantian, lalu tinggal di arahku.
"Bou mau ke mana?"
"Bou harus pulang sebentar. Lupa bawa beberapa dokumen buat medical checkup."
"Sama Mama?"
Namboru mengangguk. "Iya. Bou lupa kalau empat hari lagi harus berangkat sama Mamamu, jadi besok harus pulang buat ambil dokumen dan dari sana langsung berangkat ke Penang. Lebih dekat juga kan dari Medan."
Aku tahu jadwal rutin Mama dan Namboru setiap tahun setelah mereka menginjak kepala enam. Mereka mau hidup lebih lama agar dapat melihat cucu, katanya. Ini berarti aku akan mendengarkan ocehan Mama mengenai dirinya yang belum juga kunjung memiliki cucu. Oh, gawd.
Pantas saja si Amos memberikan teh, dia punya udang di balik bakwan ternyata.
Rei menendang kakiku saat aku diam dan tidak memberikan jawaban terlalu lama. "Oh, iya nggak apa-apa, Bou. Nanti aku tugas pagi sampai siang, sore sampai malam Rei yang nemenin. Biar kita berdua juga bisa selesaiin kerjaan." Pembagian tugas ini menguntungkanku karena hanya memegang Adara lantaran Liora sekolah. Yay for me.
Rei melongo di sebelahku, tapi aku sudah lebih dulu memilih tugas jadi dia tidak bisa melakukan apa pun.
"Beneran nggak apa-apa?" tanya Namboru lagi yang kami jawab dengan anggukan kepala mantap. Setelah memastikan untuk yang keseribu kalinya kalau kami berdua tidak masalah menjaga kedua cucunya bergantian, Namboru pulang bergandengan dengan Adara karena mau menjemput Liora. "Bou juga harus siapin baju untuk berangkat besok," tutupnya.
Bayangan Namboru menghilang memasuki rumah samping, Rei langsung mengeluarkan protes yang ditahan-tahannya sejak tadi. "Lo curang!"
"I make the first dip. Lagian lo juga dikasih makan sama Bou, bukan gue doang."
Rei mendengkus lalu mengeluarkan cengiran yang membuatku was-was. "Nggak apa, deh. Tapi lo sadar nggak kalau rooster lo pagi sampai siang, itu berarti lo harus ke rumah Amos di pagi-pagi buta dan siapin Lio berangkat sekolah? Itu berarti waktu lo sama Amos lebih lama karena lo sendiri yang masuk ke kandang macan."
Air dingin mengguyur kepalaku saat menyadari apa yang telah aku lakukan tanpa pikir panjang. "Rei, tukeran. Plis!"
"Nope. Enjoy your first dip!"
6/3/23
wkwkwkwk mampus si Jaja sial karena culas.
monggo yang mau baca yang udah tamat di WPku bisa ke The Honeymoon Is Over, Love Or Whatnot, Every Nook And Cranny, dan Rumpelgiest.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro