Six Ways To Sunday - 14.2 Duo Keriwil
Question of the day: museum date or library date?
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
"Ini ulang tahun dewasa apa anak-anak?"
"Kenapa ada disco ball?"
"Ini temanya eighties?"
Setiap aku memasuki rumah Amos pertanyaan melontar keluar dari mulutku. Aku sampai harus keluar rumah untuk memastikan kalau ini bukan rumah tetangga lain yang juga sedang pesta yang aku masuki. Semua keraguanku luntur ketika bocah yang berulang tahun keluar kamar.
Namun, rahangku terjatuh saat melihat apa yang dipakainya. Sunglasses berbentuk hati berwarna merah, syal bulu berwarna senada. Kaos berwarna biru terang, lalu legging peach yang dibalut rok tutu berwarna pink.
Kakaknya yang berdiri di sebelahnya terlihat sedikit lebih normal. Kaos tanpa lengan dengan fish net magenta yang menjadi outter. Tutu dan leggingnya senada dengan milik Adara.
"Gue teleportasi ke jaman dulu?" Rei lebih dulu sadar dari keterkejutannya di bandingkan aku. Kami pasti sama-sama melongo sekarang.
"Bapaknya beneran butuh Tuhan, bukan psikolog," tandasku.
"Ante Jaja, Ante Lei!" Adara yang masih cadel berteriak dan menerjang kami. Paha kami berdua masuk ke dalam pelukannya.
"Hi, birthday girl," Rei menggendong Adara dengan satu tangan. Tangan yang lain menunjukkan kantung berwarna pink. "Kado buat kamu."
Adara lalu menoleh kepadaku, menuntut sesuatu dari matanya. Aku mengusap rambut ikalnya dua kali. "Selamat ulang tahun." Lalu menyerahkan kado berbentuk persegi yang dibungkus dengan rapi. Aku membelikannya lego karena aku ingat dia memainkan lego milikku dengan khusyuk.
Bocah itu mengambil keduanya lalu berlari keluar rumah, tempat pesta yang sesungguhnya diadakan. Aku dapat mendengar teriakan bocah di luar sana, meski tidak banyak. Ini perumahan tua, sehingga anak-anak yang seusia Adara dan Liora bisa dihitung dengan jari.
Badut berpakaian kuning dari salah satu fast food terkenal tengah memainkan trik yang membuat anak-anak bersorak-sorai. Para orang tua yang hadir duduk di bangku, lebih banyak ibu-ibu yang sudah bergosip mengenai hal yang tidak dapat aku dengar. Di sisi lain ada antrean anak-anak yang menunggu seorang yang menggambar di wajah anak-anak. Pantas saja aku melihat beberapa anak dengan gambar bintang, atau tutul macan di wajah mereka.
Kue dua tingkat dengan karakter Frozen di setiap sisi berada di tengah-tengah. Aku tidak tahu kaitannya tema pesta ini dengan Frozen apa. Itu sangat bizarre.
Amos yang sedang berbincang dengan sekumpulan bapak-bapak melihat kami dan melambai. Rei membalas lambaian itu sedangkan aku melengos.
Aku dan Rei menempel seperti amplop dan prangko. Menjauhi gerombolan ibu-ibu muda yang, sesuai dugaan kami, tengah bergosip mengenai anak yang tidak datang dan mengenai ibunya yang menurut mereka tidak pernah datang jika diundang.
Telingaku gatal saat mendengar mereka membandingkan diri mereka dengan ibu yang tidak datang ini. "Gue juga sibuk kerja, ngurus rumah, tapi gue selalu sempet datang kalau diundang." Atau "Ini kenapa makanan cepat saji, sih? Nggak sehat untuk badan anak-anak. Gue nggak pernah kasih makanan olahan kayak gini ke anak gue." Atau "Ada yang tahu nggak ibunya anak yang ulang tahun ke mana? Gue denger dati temen gue, dia kabur sama cowok lain. Kasihan, ya." Dan yang paling banyak aku dengar soal, "Kenapa ada bola disko di pesta anak-anak?"
Memangnya mereka tahu apa yang si ibu ini jalani? Atau mengenai Liora dan Adara? Aku dan Rei hanya saling tatap dan mengambil langkah seribu dari sana. Kembali memasuki rumah dan berdiri dekat meja yang berisikan camilan: popcorn, M&M's, cupcake dengan banyak icing dan mutiara tiruan yang bisa dimakan, lalu semangkuk besar minuman gula berwarna merah yang aku yakin penuh dengan gula untuk menjaga anak-anak di luar sana berputar tanpa henti hingga malam dan mereka tinggal tidur saja saat sampai rumah.
"Ngelihat ini aja gue overdosis gula." Aku menatap ngeri pada meja itu. "Manis banget, ya?" Aku melihat Rei yang memasukkan cupcake ke dalam mulutnya. Dia mengangguk lalu menenggak segelas air mineral. Jariku menunjuk dari ujung meja ke ujung lainnya. "Ini semua selera Amos. Dasar pecandu gula. Gue makan yang itu aja." Aku mengambil kotak berwarna kuning yang isinya burger, kentang, dan ayam yang berada di meja lain.
Meja itu menarik perhatianku karena di tempat yang sama ada figura hasil fotokopi tangan Liora dan Adara minggu lalu, berdampingan dengan fotokopi lain yang menunjukkan satu tangan yang jauh lebih besar di atas tangan keduanya. Dugaanku, itu tangan Amos.
Kami tinggal di sana hingga semua orang pulang dengan tujuan untuk mengambil sisa makanan cepat saji yang ternyata tidak tersisa banyak karena ibu-ibu yang sok sehat itu membungkusnya pulang juga. "Dasar munafik," desisku saat yang terakhir keluar pintu rumah Amos.
"Kenapa lo marah-marah sambil ngantongin makanan?" Amos meletakkan dua bingkisan yang isinya berbagai macam camilan. "Buat lo sama Rei."
"Gue kira ibu-ibu tadi nggak bakalan ambil ini makanan, karena tadi mereka komentar soal lo yang kasih ini ke anak-anak mereka. Gue ngarepin ini bisa buat dua hari atau camilan." Aku meletakkan kotak makanan cepat saji ke dalam totebag. "Lo taruh disco ball di ulang tahun anak umur empat tahun? Perencanaan pesta lo buruk banget."
Amos menyenderkan bahu ke tembok, lalu melipat tangannya di dada. "Lo nggak baca temanya? Eighties. Disco ball masuk ke temanya."
Bola yang memantulkan sinar itu sudah menyala sejak satu jam yang lalu. Totalitas Amos sungguh tampak saat ada lampu tembak berwarna-warni yang tertuju ke arah bola yang berputar itu.
"You are crazy. Ibu-Ibu itu bakalan jadiin lo bahan obrolan buat setahun. Good luck in getting an invitation to other birthday parties."
Amos mengangkat bahunya sekali. "Gue lihatnya ini pesta yang berhasil. Lagian anak-anak gue juga lebih suka main sama lo dan Rei ketimbang anak-anak lain. Ara bilang Lio dikucilin waktu main di taman sama mereka. Ara juga susah temenan, sih. Gue mau masukin Ara ke sekolah biar belajar sosialisasi."
"Yeah, lo juga mulai harus belajar cara ngadain pesta. Because this," aku membentuk lingkaran dengan jariku yang menunjuk bola di atas sana, "is a nightmare for parents. Kalau emang nggak bisa, lo mending hireorang buat adain."
Aku memasukkan semua yang tertinggal di meja makan ke dalam totebag. Sementara sahabatku yang laknat itu tengah sibuk bermain dengan dua bocah yang menggelayutinya seperti jungle gym.
"Bakat perompak lo nggak hilang juga, Ja. Lo bisa masukin banyak makanan di dalam kantong."
"Ini kayak main lego. Tempatin semua sisi yang pas, biar muat."
"Oh, omong-omong soal Lego," Amos melongok ke arah dua anak gadisnya, "girls, kalian bukannya mau kasih sesuatu ke Tante Jaja dan Tante Rei?"
Kedua bocah itu melepaskan diri mereka secepat kilat dari Rei lalu memasuki kamar dan keluar dengan dua kotak yang berukuran sama. Adara memberikan satu kepada Rei dan Liora memberikan kotak yang dipegangnya kepadaku.
"Terima kasih udah jagain aku," kata mereka berbarengan. Scripted.
Rei memeluk Adara dan menggoyangkan tubuh kecilnya sambil berucap "Terima kasih." terus-terusan.
Aku membuka bungkusannya setelah menggumamkan terima kasih kepada Liora yang masih berdiri di depanku dengan cengiran lebar.
"Lego bunga," ucapku. Mataku mau tak mau beralih ke Amos yang menunjukkan cengiran yang dapat dikategorikan copy-paste ke Liora.
"Ara bilang di rumah lo masih banyak Lego. Gue juga lihat beberapa dipajang di kamar lo," kata Amos bangga.
4/9/23
Wkwkw disco ball. Ada yang inget soal Lego di bab awal?
Update lagi Oktober atau saat bintang 700 dan komen 200. Aku masih riweh di RL :)
Update ini karena anak itik udah bisa tidur siang tiga hari terakhir *lempar pompom* jadi aku bisa nyuri2 nulis.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro