PROLOG
Selamat membaca dan jangan lupa untuk menekan vote (╯✧∇✧)╯
***
Angel Baby oleh Troye Sivan mengalun merdu memenuhi ruangan, diselingi suara deburan ombak yang mencium bibir pantai di luar. Elio masih fokus mengetikkan kata demi kata di laptop, hingga pada kalimat terakhir ia menekan titik. Rampunglah sudah novel barunya. Sambil menyesap kopi, ia berpikir untuk segera memanggil editornya.
Elio adalah penulis yang tidak terikat kontrak dengan penerbit , ia lebih suka meluncurkan karyanya dalam label pribadi-Self-publishing-pria yang jadi editor sekaligus pewajah sampul bukunya pun adalah seorang kawan lama, salah satu anggota dalam tim kecil yang ia bentuk lima tahun silam, khusus untuk menerbitkan karya-karyanya dan menjual merch eksklusif. Walau mengurus segala jenis proses penerbitan dengan cara SP seperti ini lebih ribet dan melelahkan, Elio menikmati proses melahirkan karyanya tersebut. Apalagi dengan begini, ia bisa menciptakan momen bekerja bersama sahabat-sahabatnya. Diskusi-diskusi strategi pemasaran yang tepat, menentukan merchandise hadiah PO, packing buku yang akan dikirim, atau sekadar menemani menandatangani ratusan sampe ribuan halaman terdepan novel-novelnya.
Sang penulis menyesap cappuccino dingin sambil menatap ke luar jendela raksasa yang memenuhi seluruh dinding studio, menganggumi keindahan pantai bak lukisan di luar sana. Gulungan ombak biru menyentuh pasir berwarna dewangga, sekumpulan burung camar berterbangan atau hinggap di atas batu karang kuning setinggi orang dewasa. Ketika Elio hendak memindahkan cangkirnya ke bak cuci, pintu depan studionya berbunyi, diikuti suara langkah dari sepatu berhak mini dan sesosok wanita yang belum pernah ditemuinya menampilkan wajah semringah dan senyum hangat.
"Senang bertemu dengan Anda, Penulis El," sapa wanita itu. Lantas melepaskan sepatunya dan menggantung syal di gatungan belakang pintu. "Perkenalkan, saya Stela. Reporter MeetME! Yang akan mewawancarai Anda hari ini. Saya langsung masuk karena membaca pesannya."
Seri majalah MeetME! Diterbitkan dua minggu sekali. Rating-nya sangat bagus dan secara khusus menyuguhkan sesi wawancara, serba-serbi, funfact, dan hal-hal menarik lain tentang sosok yang tengah digandrungi kalangan remaja sampai orang dewasa. Laman media sosial mereka selalu terbuka untuk para pembaca yang ingin menyarankan narasumber. Setelah hampir genap enam tahun sejak buku pertama diluncurkan, seminggu yang lalu seseorang dari MeetME! Mengirimkan surel yang Elio setujui tanpa ragu.
Elio meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja dan menghampiri wanita tersebut. "Tidak apa-apa, Nona Stela," katanya, menerima kartu nama uluran wanita tersebut. Elio memang memasang pesan di pintu depan agar siapa pun pewakilan MeetME! Langsung masuk. Karena ukuran studio tempatnya menulis cukup besar dan Elio selalu memasang musik sebagai teman membaca buku dan menulis, ia terkadang tidak mendengar bel pintu dibunyikan.
"Perjalannya pasti sulit. Jarak tempat ini cukup jauh dari kota."
"Ah, tidak." Stela menggeleng. Wanita berambut cokelat itu menatap keluar jendela studio Elio, ke arah lautan yang memantulkan cahaya matahari. "Saya justru senang karena bisa melihat laut dari sini. Jelas sekali. Anda pasti sangat betah berlama-lama."
Elio mengangguk. "Silakan lewat sini." Ia mengantar Stela menuju ruangan lain yang bersebelahan dengan ruangan utama-tempatnya menulis-tempat yang akan dijadikan lokasi wawancara ini ukurannya lebih kecil, bergabung bersama mini-kitchen elegan.
Setelah menyajikan dua cangkir teh hangat dan dua piring kue red velvet dari dalam kulkas, Elio duduk di hadapan Stela yang telah menyiapkan sebuah buku di antara kamera dan recorder. Keduanya duduk berhadapan di sebuah meja bundar kecil dengan kursi besi kurus seperti dalam kafe. Di sebelah kiri, ada jendela besar lain yang tentunya, menghadap laut.
Tanpa basa-basi, wanita dengan coat cokelat itu memulai, "Pertanyaan pertama, sejak kapan Anda mulai menulis?"
"Aku suka menulis sejak masih SD. Tulisan pertamaku ditulis tangan sebanyak lebih dari tiga puluh halaman buku. Aku masih ingat, itu cerita fantasi tentang dunia peri." Sayang, buku berisi karya perdana itu sudah hilang entah ke mana. Elio tertawa kecil mengingat karya pertamanya.
"Buku itu kuperlihatkan pada ayah dan ibu. Aku tidak tahu, apakah mereka membacanya atau tidak, yang kuingat, mereka cukup senang dan memujiku. Katanya, 'masih kecil, tapi pandai membuat cerita.' Kurasa sejak saat itulah, aku jadi semakin senang menghabiskan waktu seorang diri daripada bermain bersama teman-teman sebaya. Lama-lama, menulis dan membaca jadi seperti kebiasaan, seperti bernapas. Aku membaca tulisan apa saja, menulis di mana saja. Bahkan kalau tidak ada kertas, aku menulis pada lenganku. Setiap kali bosan, aku menyelesaikan satu cerita pendek. Lalu semua karyaku akan kutunjukkan pada ibu dan ayah."
Elio tersenyum sambil menyisir rambut hitamnya ke belakang dengan jari. "Demi mendengar pujian dari ayah dan ibuku, aku jadi makin rajin menulis."
"Begitu rupanya," Stela tersenyum, buku catatannya terisi beberapa baris tulisan, "mereka pasti bangga sekarang, karena Anda sudah menjadi penulis dengan karya-karya yang digemari banyak orang."
"Aku harap juga begitu. Kedua orangtuaku meninggal beberapa bulan sebelum aku lulus SD."
Stela mendesah kecil. "Ya ampun. Maafkan saya."
"Jangan khawatir."
"Anda mengalami kehilangan di usia yang sangat belia. Apa Anda merasa tertekan setelahnya?"
Elio menunduk. Kenangan lama menyeruak keluar dari laci-laci memori, seperti berlembar-lembar buku cerita lama yang mengemis minta dibaca kembali. "Waktu itu, aku tidak bisa merasakan apa pun. Kondisinya begitu rumit, tiba-tiba, sehingga sulit dipercaya untukku yang masih kecil." Ia menyesap tehnya sebentar.
"Setelah ayah dan ibu meninggal, aku tinggal bersama dengan paman dan bibiku. Kalau tidak ada keluarga paman, aku tidak akan pernah menjadi penulis. Seumur hidup, aku berutang padanya, Matthea, dan Lysander."
"Matthea, ya? Kudengar dia sosok yang menginspirasi novel debut Anda. Seseorang yang Anda katakan sebagai siren."
"Benar."
"Banyak orang yang meragukan hal tersebut. Karena Penulis Eli menyebutkan bahwa novel Siren's Song berasal dari kisah nyata. Orang-orang-terutama pembaca setiamu-jadi sangat penasaran. Apa Anda keberatan untuk menceritakannya?"
"Sama sekali tidak." Elio menyingkirkan piring kuenya, ia menopang tubuh depan dengan kedua tangan di atas meja. "Akan kujawab semua pertanyaanmu."
Stela berdeham gugup karena pria rupawan di depannya tiba-tiba memajukan tubuh. "Seperti apa pertemuan pertamamu dengan Matthea?"
Elio tersenyum melihat kilas balik dalam benaknya. "Saat bertemu dengan Matthea, aku benar-benar merasa berdebar, takut, terkejut, bingung, heran. Semua perasaan bercampur aduk menjadi satu. Kami bertemu dengan cara yang aneh dan aku hampir mati karenanya. Apa kamu yakin ingin tahu? Ini akan jadi kisah yang sangat panjang."
"Tentu saja. Karena Anda mengatakan demikian, saya jadi semakin penasaran."
Elio bersandar dan menumpukkan kakinya, posisi duduk wanita. "Carilah posisi senyaman mungkin. Aku akan mulai bercerita, pertemuanku dengan siren dan betapa ribetnya hidupku setelah itu. Nah, apa kamu sudah siap?"
***
Halo, halo! ヾ(・ω・。)シ
Terima kasih sudah membaca bab pertama SS. Apa pendapatnya tentang bab ini?
Semoga suka (ノ・ェ・)ノ
Sampai jumpa di bab berikutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro