Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9 - Obat Hati

"Tanamkan dalam hati bahwa segala sesuatu yang sengaja Allah jauhkan darimu akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik."

~Sinyal Hijrah dari Mantan~

***

Yumna turun dari taksi dengan seulas senyum cerah yang menghiasi wajah. Selain karena akhirnya bisa terbebas dari jalanan macet, dia juga senang karena setelah beberapa kali bertemu akhirnya dia bisa mengunjungi rumah Ustazah Firda.

Tak disangka, Ustazah Firda dan sang suami telah menunggunya di ambang pintu.

"Assalamualaikum, Ustazah, Ustaz. Maaf ya lama. Soalnya jalan macet banget," sapa Yumna sambil mencium tangan ustazah Firda dan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada pada Ustaz Azhar.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Iya, nggak apa-apa. Ayo, masuk," jawab Ustazah Firda seraya menggiring Yumna untuk masuk ke rumahnya.

Yumna terpana pada isi rumah Ustazah Firda. Rumah yang sederhana, tetapi menyimpan rasa nyaman saat pertama kali menginjakkan kaki di pintu. Hiasan dinding dengan nuansa islami menggantung indah di setiap sisi.

"Ustazah, kaligrafi yang ada di atas Uztazah itu belinya di mana? Yumna suka banget lihatnya. Jadi pengin beli," seru Yumna dengan mata berbinar.

Ustazah Firda terkikik geli. "Itu buatannya Mas Azhar. Semasa mondok, Mas Azhar memang gemar membuat kaligrafi. Bahkan, sering mewakili pondok pesantren dalam lomba seni kaligrafi. Baik antar daerah, provinsi bahkan nasional."

"Masyaallah. Yumna nggak nyangka Ustaz Azhar multi talenta," respons Yumna. Dia begitu kagum pada suami istri yang satu ini.

"Omong-omong, ada apa, nih? Kok tumben sampai pengin ke rumah?" tanya Ustazah Firdha.

Yumna menggeleng. "Nggak apa-apa, Ustazah. Yumna jenuh aja seharian cuma di rumah."

Yumna memang baru sebulan kenal dengan Uastazah Firdha. Kecocokan saat mengobrol, pembawaannya yang keibuan dan ramah membuat Yumna tidak ragu untuk curhat padanya. Dan yang paling Yumna suka adalah Ustazah Firda selalu memberi solusi yang mampu membuat hatinya tenteram.

"Oh iya, kamu bilang Naresh kecelakaan. Gimana keadaanya sekarang?"

Yumna menggeleng lemah, lalu menyahut, "Kurang tau, Ustazah. Terakhir pas Yumna ke rumah sakit, Naresh belum siuman."

Ustazah Firda bisa membaca dengan jelas kegelisahan yang dialami oleh Yumna. Cukup wajar memang kalau Yumna sulit melupakan Naresh. Bagaimanapun, dua tahun bukanlah waktu yang singkat bagi keduanya. Tentu ada banyak kenangan yang terlewati.

"Kamu tau, Yumna? Dalam hidup itu, manusia seringkali ditimpa berbagai ujian, didera oleh perasaan gelisah, berpikir secara berlebihan. Hal ini bisa disebabkan oleh hal-hal yang telah berlalu, atau berkenaan dengan hal yang dikhawatirkan akan terjadi nanti. Kadang, seseorang sedih saat mengingat masa lalu yang pahit. Atau boleh jadi, mereka dirundung kekhawatiran ketika membayangkan derita yang diperkirakan akan menimpa. Juga terkadang dia diliputi kegundahan dan duka mendalam ketika musibah tengah mendera. Ini semua adalah proses pendewasaan diri sekaligus ujian untuk memperkuat iman kita."

"Lalu, gimana cara mengurangi kegundahan itu, Ustazah? Yumna sering banget ngerasain hal itu."

Ustazah Firda tersenyum menanggapi pertanyaan Yumna. Ternyata tebakannya tepat sekali. Dia sudah sering menemui kasus yang sama pada orang-orang yang mempercayainya sebagai tempat bercerita.

"Sholat dan perbanyak berzikir, Sayang. Kedua hal itu merupakan kunci keteduhan hati, kesejukan jiwa dan penghilang kesedihan. Seperti pada firman Allah Swt.: '(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka tenang dengan mengingat Allâh, ketahuilah dengan mengingat Allâh hati menjadi tenang' [Q.S. Ar-Ra’d/ 13: 28]."

Yumna terdiam. Ada banyak hal yang dipikirkannya. "Tapi, Ustazah ... Yumna pernah lagi dalam masalah, Yumna ngerasa sedih dan hilang arah. Hati Yumna diliputi perasaan takut dan gelisah. Yumna udah coba segala cara termasuk sholat dan perbanyak zikir. Dan hal itu enggak mengurangi rasa gelisah dalam hati Yumna. Itu gimana ya, Ustazah? Apa doa Yumna nggak diterima sama Allah?"

"Begini, umumnya kita sering membaca doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah, baik dalam bacaan sholat, Al-Qur'an atau doa sehari-hari. Tapi, enggak banyak dari kita yang memahami maknanya, sehingga hasilnya pun jadi kurang maksimal. Coba deh lebih khusyuk berdoanya, maknai setiap kata yang keluar dari bibir Yumna. Insyaallah, Yumna akan merasakan khasiat dari doa tersebut."

Yumna tertampar oleh jawaban yang diberikan Ustazah Firda. Yang dikatakan memang benar adanya. Yumna masih sering terburu-buru dalam berdoa. Bahkan tak jarang saat salat pun Yumna masih memikirkan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Ya Tuhan, maafkan hamba-Mu yang masih jauh dari kata baik.



***

Saat itu, keluarga Yumna baru selesai makan malam. Ibra yang masih harus mengerjakan banyak tugas pun langsung pamit ke kamarnya. Kini, tersisa Yusuf, Aisyah, dan Yumna.

"Usia Yumna sekarang udah berapa?" tanya Yusuf membuka obrolan.

"24 tahun, Pa," sahut Yumna seraya mengelap ujung bibirnya dengan tisu.

Yusuf kembali bertanya, "Kalau Yasa berapa?"

"25 tahun, Pa. Ngapain nanyain umur sih, Pa?"

Yusuf berdeham sebentar untuk menetralkan perasaannya yang sedikit ragu untuk melanjutkan pembicaraannya atau tidak. "Papa sama Om Darma ada rencana mau menjodohkan kalian."

Sederet kalimat yang meluncur dari mulut Yusuf berhasil membuat Yumna yang sedang meminum segelas susu tersedak sampai mengeluarkan air mata. Aisyah yang duduk di sebelahnya buru-buru mengusap punggungnya.

"Pelan-pelan, Sayang," tegur Aisyah.

Yumna tidak menghiraukan ucapan Aisyah. Kini, dia menatap penuh sang papa dengan pandangan tidak percaya. "Bercandanya nggak lucu, Pa."

"Memang siapa yang bilang ini bercanda?"

Yumna diam seribu bahasa. Lidahnya kelu tak mampu berkata-kata. Namun, ekspresi kesal sangat tampak pada wajahnya yang memerah.  Sesekali matanya terpejam guna meredam emosi. Kalimat istighfar terus meluncur dari bibirnya yang mungil.

"Pa, Yumna nggak mau. Biarkan Yumna memilih pasangan Yumna sendiri. Lagipula, Yasa juga belum tentu nerima perjodohan ini. Kalau Yasa udah ada tambatan hati gimana? Yumna juga belum lama putus dari Naresh—"

"Dengar, Yumna. Kalian itu terlalu dekat untuk dikatakan sahabat dan itu menyalahi aturan yang ada. Kalau kalian ingin terus-terusan dekat sampai menimbulkan banyak fitnah, ya silakan. Tapi, ingat, Yumna. Bukan hanya kalian aja yang berdosa. Tapi Papa dan Mama juga ikut menanggungnya."

"Dan untuk Naresh, Papa nggak akan biarkan laki-laki pecundang itu mendekati kamu lagi. Papa terlanjur kecewa sama dia."

Yumna ingin marah, tetapi tak kuasa. Dia langsung berdiri hingga kursi yang didudukinya berderit akibat bergesekan dengan lantai. "Ya udah, terserah Papa. Maaf, Yumna duluan. Assalamualaikum."

Sepeninggal Yumna, Aisyah berujar, "Mas, kamu yakin mau meneruskan perjodohan ini? Coba lihat, Yumna sampai tertekan begitu. Kasihan dia."

"Aku hanya ingin Yumna mengerti mana yang baik dan buruk. Justru karena Yumna dan Yasa sudah bersahabat sejak kecil, jadi aku yakin mereka sudah saling memahami karakter mereka satu sama lain."

Aisyah menghela napas pasrah. Tangannya terangkat, memijit keningnya yang terasa pening. "Aku setuju-setuju aja Mas jodohkan mereka. Tapi ingat, kalau keduanya sama-sama menolak, jangan dilanjutkan. Aku nggak mau Yumna sedih terus-menerus."

Di sisi lain, Yumna berjalan gontai menuju kamar. Begitu masuk, Yumna langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Hening. Yang terdengar hanya detik jarum panjang pada jam dinding yang menggantung di atas pintu. Namun, gerakannya kalah cepat dengan detak jantung Yumna saat ini.

Dering ponsel membuat Yumna terkejut lantas mengangkatnya tanpa melihat siapa si penelpon. "Halo, assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Belum tidur, Na?" ujar orang tersebut.

Perempuan itu terpekur. Dia hafal suara itu. Yumna segera memastikannya, dan benar saja dia adalah Yasa.

Yumna menjawab dengan singkat, "Belum."

Terdengar helaan napas di seberang sana. "Om Yusuf udah bilang?"

Lagi, Yumna menjawab dengan singkat, "Udah."

Yasa bingung harus memulainya dari mana. Respons yang diberikan oleh Yumna sangat singkat. Tergambar jelas bahwa perempuan itu sedang kesal.

"Yumna, kita nggak pernah tau siapa jodoh kita yang sebenarnya. Kita bersahabat sejak kecil. Aku nggak mau hubungan kita rusak hanya karena masalah perjodohan ini. Sekarang gini aja, keputusannya ada di tangan kamu. Kita jalani dulu perjodohan ini untuk saling introspeksi diri dan meminta petunjuk dari Allah, atau ... aku yang menjauh supaya enggak timbul fitnah seperti yang dikatakan Abi dan mungkin Papa kamu juga bilang begitu."

Hening. Senyap. Hingga lama kelamaan terdengar isak tangis dari Yumna. Yasa tentu saja kalang kabut. Dia tidak ingin Yumna sedih karena hal ini.

"Yumna? Hei, dengar aku. Kita masih berteman. Kalau kamu butuh sesuatu, aku tetap ada untuk membantu. Jangan mikir macam-macam."

"Aku ... aku nggak suka kayak gini, Yasa," ucap Yumna dengan napas tersendat. Dia bangkit dari kasur untuk mengambil tisu. Tangisnya masih belum reda.

Yasa berdeham singkat untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "Apa pun keputusan kamu nanti, aku ngikut aja. Jangan ragu untuk minta petunjuk dari Allah. Tolong jangan sedih lagi, ya? Aku tau hal ini bakal ganggu pikiran kamu ke depannya nanti. Sekarang kamu tidur gih, udah malam. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." Yumna melempar ponselnya asal-asalan. Pelukan pada bantal gulingnya kian erat. Yumna tidak yakin akan mimpi indah malam ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro