Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Terungkap (b)

Ponsel lipat kecil yang ditemukan Myunghae merekam sebuah pembicaraan. Suara Dalpo pun mengudara saat Jihan menekan tombol play. Obrolan sang ketua dengan pria asing, suaranya tidak familier di telinga mereka.

Percakapan itu menjelaskan transaksi narkoba jenis opium yang dilakukan Dalpo dengan sang bandar. Meski di menit-menit awal ia merasa yakin, tetapi di menit terakhir, Dalpo justru terdengar sebaliknya. Dari kalimat yang diucapkannya sepertinya ia tidak akan membeli lagi narkoba milik si pengedar karena mahalnya barang yang ditawarkan sang bandar. Transaksi ini menelan biaya hampir tiga puluh ribu won. Namun, karena ia sangat membutuhkan barang haram itu, Dalpo pun akhirnya berjanji akan segera mentrasfer uangnya. Namun, sepertinya niatnya itu hanya akan sebatas niat, karena sekarang kebusukan lelaki itu sudah mulai terkuak.

Meski awalnya mereka malas untuk kembali ke kantor polisi, tetapi kali ini Myunghae, Heechul dan Jihan, mau tidak mau harus segera pergi ke sana untuk melapor sekaligus menyerahkan barang temuan mereka di villa Hongdae.

Ara sudah mengetahui semuanya karena senior-seniornya melakukan video call dalam perjalanan menuju kantor polisi sambil memutar rekaman suara Dalpo. Ara pun juga bertolak menuju kantor polisi untuk menemui Jungho, para seniornya, dan Dalpo.

Myunghae pun menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi pada Jungho dan Minggyu. Jungho lega melihat tambahan barang bukti yang dibawa Myunghae dan teman-temannya. Dalpo tentu akan akan dikenakan pasal berlapis saat di pengadilan nanti.

Semua prosedur pun dilakukan dengan segera. Setelah urusannya telah selesai, Ara meminta izin untuk menemui Dalpo. Ia benar-benar geram. Emosinya telah memuncak. Mereka pun bertemu di ruang interogasi.

"Dasar manusia rendahan! Kau begitu tega padaku dan teman-teman lainnya! Sekarang kau akan menerima balasannya!" umpat Ara. Sedangkan Dalpo hanya tertawa.

Mendengar suara tawa cemooh yang dilontarkan Dalpo, Ara segera mengambil dan mengangkatnya kursi yang di dekatnya. Ia tidak segan-segan untuk membuat perhitungan dengan lelaki itu. Beruntung, Jungho segera menghentikan aksi Ara dengan cepat.

"Bersabarlah sedikit! Jika terjadi sesuatu yang buruk padanya, justru kau-lah yang akan berakhir di balik jeruji!" tegas Jungho agar Ara dapat lebih mengontrol emosinya. Ara pun memejamkan mata dan mengatur napas. Bahunya masih naik turun akibat luapan emosi. Namun, ia menuruti semua perkataan sang jaksa. Ia benar-benar kapok bermalam beberapa hari di balik sel. Ara tidak sanggup jika harus mengulang lagi kejadian buruk itu akibat emosinya.

Ara memicingkan mata menatap Dalpo. "Aku ingin bertanya padamu, kenapa kau melakukan ini?"

Dalpo melirik ke sana kemari sambil memainkan lidah dalam bibirnya yang tertutup. Enggan bicara.

"Jawab!" bentak Ara sambil menggebrak meja.

Jungho sedikit terkejut melihat tingkah gadis yang jauh lebih muda darinya itu. Ara tampak begitu galak seperti hewan buas. Namun, ia paham. Ada kalanya si pelaku harus digertak seperti ini agar ia mau buka suara. Ara masih terdiam dalam posisinya sambil menatap tajam ke arah Dalpo.

Dalpo terlihat santai dan sama sekali tidak terintimidasi. Ia masih bersandar di kursinya sambil tersenyum mengejek. "Karena kalian pantas mendapatkannya. Terutama kau, gadis menyebalkan!"

"Mwo?"

"Apa kau tahu? Meski aku cukup populer di kampus, tapi tidak dengan di Taeyang, aku selalu dianggap seperti kabut. Jika kita berkumpul untuk rapat, selalu saja kau yang menjadi pusat perhatian. Harusnya aku yang mendapatkan banyak perhatian! Kenapa malah kau? Di mana letak keadilan jika selalu saja ada kau dimana-mana? Karena itulah, aku mulai malas menghadiri rapat. Dan ... aku ingin sedikit bermain denganmu."

"Kau pasti gila! Hanya karena itu?"

"Hanya karena itu?" Dalpo mengulangi ucapan Ara lantas berdiri dan mencondongkan tubuhnya. "Kau pikir mudah untuk menjadi diriku? Aku diabaikan oleh keluarga sendiri, dan aku tidak mau itu terjadi lagi di antara aku dan teman-temanku. Tapi, kau mengacaukan segalanya. Harusnya, kau saja yang enyah dari hadapanku!"

Ara menjadi tegang dan pucat. Melihat kondisi psikis Ara yang shock, Jungho pun meraih bahu gadis itu dan membantunya duduk. Begitupun Dalpo, Jungho menjauhkannya dari Ara.

"Ingat! Aku tidak akan melupakan hal ini!" seru Dalpo setelah dipaksa duduk oleh Jungho.

Peluh Ara mulai berjatuhan. Napasnya tidak teratur. Melihat keanehan pada tubuh Ara, Jungho pun segera menarik gadis itu keluar dari ruangan.

"Sepertinya hari ini sudah cukup. Biar aku mengantarmu pulang. Kau butuh istirahat."

Ketika Jungho hendak berbalik, pergelangan tangannya dicekal Ara. "Aku mohon, pastikan dia membusuk dalam penjara!"

"Tenang saja, aku pasti akan memenjarakannya."

♥♥♥

Jungho menghadiri sebuah persidangan dengan jubah merah-hitam kebesarannya. Tampan dan gagah adalah image yang terpancar dari penampilan sang jaksa.

Ara dan keluarganya turut serta. Ana menggenggam tangan kiri Ara. Ia tentu bisa merasakan dengan jelas kecemasan adik kembarnya. Sementara tangan kiri Ana mencengkram roknya dengan kuat. Jiwa mereka benar-benar terikat kuat. Ara sudah tau kalau Jungho mengantongi semua barang bukti yang bisa menyudutkan Dalpo. Namun, hatinya belum tenang sebelum keputusan jaksa dibacakan. Lintah memiliki kemampuan melarikan diri dengan baik, kan?

Tidak hanya si kembar, adik dan orang tua mereka juga tidak bisa menyembunyikan ketegangan. Bahkan Yongsu sudah tidak peduli dengan ponsel pintar dan gim daring kesukaannya. Ia ingin segera melihat orang jahat yang mengganggu kakak perempuannya dijatuhi hukuman yang setimpal.

"Gwenchana, dia pasti dihukum sesuai dengan apa yang diperbuatnya!" ucap Ana menenangkan adiknya.

Persidangan pun dimulai. Satu-persatu bukti dan saksi terkait, membuat Dalpo semakin tersudut. Seringai dan senyum mengejek luntur dari wajah tampannya. Ia benar-benar tidak bisa berkutik. Hasil tes darah, buku keungangan Taeyang, dan ponsel lipat itu telah melumpuhkannya. Kuasa hukum yang sudah ia bayar dengan harga tinggi juga mulai kesulitan. Posisi Dalpo sangat sulit.

Tuntutan atas penggelapan uang, pengguna narkoba, dan pencemaran nama baik dengan memfitnah Ara, adalah tiga tuntutan yang membuat pengacara Dalpo semakin tak berkutik. Semua pernyataannya berhasil dibantah Jungho dengan sekali ucap. Kemenangan telak tentu saja berpihak pada Jungho. Dalpo pun akhirnya mendapat sanksi dengan pasal berlapis akibat semua perbuatannya.

Sementara Dalpo mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih. Meski ia sudah jelas bersalah, ia sama sekali tidak merasa menyesal. Lelaki itu justru mengutuk Ara dan Jungho. Ia berjanji, ini bukanlah akhir dari seorang Choi Dalpo. Ia akan segera bebas dan menuntut balas. Matanya yang memicing ke bangku hadirin memancarkan kebencian yang berlebihan. Ia tidak akan melupakan keluarga Kim untuk selamanya!

"Syukurlah, akhirnya dia membusuk juga di penjara!" ucap Ana sambil meremas pundak saudara kembarnya.

"Pasti! Harus! Wajib! Aku tidak akan membiarkannya bebas berkeliaran!" sungut Ara.

Ara yang tak biasanya menangis karena muka datarnya, hari itu akhirnya menangis. Emosinya terlalu meluap hingga air mata yang dibendungnya—selama Dalpo memasuki ruangan, pun tumpah. Ana segera memeluknya dengan hangat, begitu pula dengan ayah, ibu dan Yongsu.

Jungho berdiri dan menyaksikan keluarga Kim dari kejauhan. Dia tak ingin mengganggu momen keluarga Ara. Seulas senyum terbit di wajahnya. Ia merasa lega karena kasus ini telah usai. Tak ada lagi yang mengganggu gadis random itu. Bahkan ia merasa senang, melihat Ara bisa menangis seperti itu. Bagaimanapun juga Ara harus mengeluarkan emosi yang dirasakannya.

♥♥♥

Malamnya, Ana melakukan video call bersama Hikaru.

"Jadi, kasusnya menang?" tanya Hikaru dengan wajah terkejut bercampur sumringah.

Ana mengangguk cepat. "Aku yakin, Seo Komsa-nim adalah orang yang hebat. Dia benar-benar memenjarakan lelaki licik itu dengan mudah!"

"Sepertinya jaksa itu tampan, ya?" tanya Hikaru setelah mendengar Ana dari tadi terus memuji sang jaksa. Ia pun merubah raut mukanya menjadi datar. Persis seperti Ara. Namun, Ana masih belum menyadari perubahan perasaan pemuda itu.

"Emm, yah, kalau dibilang tampan sih, iya tampan. Kenapa?" tanya Ana polos. Ia belum menangkap gelagat tak suka dari Hikaru.

"Tidak apa-apa. Baguslah kalau memang berhasil. Selamat, ya!"

Meski Hikaru tidak bisa melihatnya, Ana tetap mengangguk dan senyum sebagai jawaban.

"Baiklah, aku harus tidur. Besok pagi aku harus joging. Selamat malam."

"Selamat mal—"

Telepon terputus bahkan sebelum Ana menyelesaikan kalimatnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa lelaki itu mendadak seperti ini? Memang, Hikaru kerap bersikap dingin. Wajar jika ia dijuluki gunung es semasa SMP dulu. Hanya saja, Ana merasakan hal yang berbeda dari biasanya.

"Sudahlah, lebih baik aku tidur. Dan memimpikanmu, Hikaru-kun!"

***

Note:

· -ssi = panggilan orang korea dengan sopan

· Ani = tidak

· Gwenchana = tidak apa-apa

· -ah = panggilan akrab

· Urieui = kedekatan/milik

***

28 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro