Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Fitnah

Written by: Yamashita_Izumi
Edited by: HafsahAzzahra09

Kemeja putih dilapisi jas hitam melekat di tubuh atletis pria berkacama. Sebuah kartu tanda pengenal menggantung di lehernya. Jaksa Seo Jungho, sebuah identitas yang tertulis di tanda pengenal itu.

Tatanan rambut belah tengahnya begitu rapi setelah dibalur pomade. Jungho senang memamerkan dahi jika dalam masa tugas seperti sekarang. Tatapan tegas terpancar dari kedua netra madunya. Kaki-kanyanya yang panjang membawanya ke kantor polisi. Ia baru saja kembali dari sebuah kafe yang tidak jauh dari situ.

Setibanya di salah satu ruangan, Jungho meletakkan tas di kursi. Bibir tebalnya membuka obrolan dengan petugas polisi. Tak lama kemudian, seorang gadis datang dengan dibawa paksa oleh dua petugas polisi lainnya. Jungho menghentikan obrolannya dan spontan menoleh menoleh. Ia tertegun melihat siapa yang baru saja memasuki ruangan.

Dia kan, gadis berisik dengan tingkah aneh di kafe tadi.

Jungho pun mendekati Ara, memandanginya dari atas sampai bawah. Lelaki tinggi ini sama sekali tak mengerti alasan gadis, yang tadi mengoceh sendiri sebelum temannya datang, itu dibawa ke ruangan ini. Ruang pemeriksaan. Terlebih dengan borgol yang ada di tangan Ara, semakin membuat Jungho bingung. Ara memang berisik tetapi, tidak mungkin 'kan dia pelaku kriminal?

"Seo Komsa-nim, apakah Anda mengenal pengguna narkoba ini?" celetuk polisi yang berdiri di samping Ara.

"Dia? Pengguna narkoba?" Jungho melongo tidak percaya. Pasalnya, seorang gadis berwajah datar nan berperilaku aneh seperti Ara, tidak mungkin menjadi pengguna narkoba. Jika dia gila, itu terdengar lebih masuk akal.

"Ne," sahut polisi itu singkat.

"Mwo? Pak, sudah kubilang berapa kali, aku bukan pengguna narkoba. Aku dijebak!" sanggah Ara yang masih bersikeras membela diri.

"Diam! Bukti sudah ditangan dan sekarang Anda harus melakukan pemeriksaan!" tegas polisi itu lantas membawanya ke salah satu meja yang kosong.

"Tunggu!" cegah Jungho menghentikan langkah polisi berikut sang tersangka. "Izinkan aku ikut menyelidiki kasus ini. Aku yakin gadis ini tidak bersalah."

Pupil mata Ara membola. Ia tidak percaya lelaki asing itu mau menolong di saat semua polisi ini justru menyudutkannya. Namun di sisi lain, mereka benar. Serbuk putih itu ada di dalam tasnya. Mengikuti serangkaian pemeriksaan, untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, adalah satu-satunya cara yang bisa Ara lakukan.

Namun, tunggu! Tunggu sebentar! Ara merasa mengenal lelaki berjas ini!

"Permisi, apakah Anda lelaki yang tadi bertemu saya di kafe?" tanya Ara setelah mencoba menggali ingatan.

"Hmm. Dan aku yakin kamu tidak bersalah. Tetapi kamu harus tetap mengikuti serangkaian prosedur yang sudah ditetapkan. Namun, aku pastikan, semuanya akan baik-baik saja.

Ara kembali menjatuhkan rahang. Lelaki baik ini benar-benar berpihak padanya. Sekarang, Ara benar-benar menunpukan harap pada lelaki berahang lancip itu. Ia ingin segera bebasdari fitnah yang tak pernah ia lakukan.

Tanpa Ara ketahui, Jungho memang menyimpan barang bukti berupa rekaman video yang ia ambil saat di kafe tadi.

"Baiklah. Tapi kita harus tetap menjalankan prosedur yang ada," ucap polisi mengulang kalimat Jungho tadi.

Ia mengingatkan bahwa mereka tidak bisa dengan mudah melepas tersangka. Sekalipun pelaku pelanggar hukung tersebut memiliki kenalan, baik seorang jaksa atau petugas kepolisian, maupun orang-orang yang berpengaruh di pemerintahan. Prosedur harus tetap dijalankan.

"Tenang saja! Walau aku tidak mengenalmu, tapi aku akan menolongmu. Karena aku tau, gadis aneh sepertimu tidak mungkin melakukannya," kata Jungho sambil melirik Ara. Netra cokelat Ara membeliak, ia ingin membalas perkataan Jungho, tetapi dua polisi itu segera menariknya menjauh.

♥♥♥

Setelah mendengar berita penangkapan Ara, keluarga Kim segera berlari ke kantor polisi. Mereka sangat cemas dan kaget dengan peristiwa yang menimpa salah satu anggota keluarga mereka. Setibanya di kantor polisi, orang tua Ara langsung bertanya keberadaan putri bungsunya pada resepsionis. Salah satu petugas pun mengantar mereka ke sel Ara.

Gadis berwajah datar itu terduduk lesu di pojokan selnya. Keluarga Kim pun segera mendekat dan memanggilnya. "Ara-ya!"

"Eomma, Appa, Eonni, Yongsu! Tolong aku," rengek Ara sambil berdiri. Ia mendekat dan memegang erat pilar sel tanpa mengeluarkan air mata. Ara memang tidak bisa menangis walau perasaannya sedih dan tidak nyaman. Ralat. Ara memang sangat jarang dan sulit untuk menangis.

"Ya! Babo! Kenapa kau bisa berada di ruangan sempit ini? Apa yang terjadi?" omel Ana sambil menjitak kepala Ara dari celah jeruji besi. Ia baru saja kembali ke Seoul. Masalahnya dengan Hikaru belum selesai tetapi sekarang Ana justru disuguhi masalah baru.

Ara hanya mendesis sambil memegang kepalanya. Namun, ia juga merasa bersalah. Di kepulangan kakaknya, Ia seharusnya menjemput Ana, bukan malah berakhir di balik jeruji.

"Ara, apa yang kau lakukan?" tanya sang ibu yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada putrinya.

Ara menurunkan tangannya. "Aku juga tidak tahu siapa yang melakukannya, tapi mereka menemukan narkoba di tasku."

"Mwo? Sejak kapan kau terlibat hal seperti ini?" tanya Ana menginterupsi.

"Ya! Aku tidak melakukannya. Aku hanya dijebak. Tidak mungkin aku menggunakan obat! Eonni pasti tahu, aku hanya perlu karaoke di Stimulan ketika stress dan bukan memakan obat-obatan!"

"Benar, benar. Adikmu tidak mungkin melakukannya," ucap sang ayah yang juga merasa syok dengan kejadian ini. Pria paruh baya itu masih memercayai putrinya.

"Kalian ... keluarganya?"

Sebuah suara berat menyela percakapan keluarga tersangka. Mereka menoleh pada lelaki dalam balutan jas hitam yang baru saja datang. Aura wibawa jelas terpancar dari penampilan dan tatapannya.

"Nugu?"

"Annyeong haseyo, saya Jaksa Seo Jungho yang akan menangani kasus Kim-ssi," ucap Jungho memperkenalkan dirinya. Lantas, kala mata lelaki itu beradu dengan Ana, sontak ia terlonjak ke belakang.

"Kim Ara-ssi?"

Ana yang memahami kebingungan Jungho karena wajahnya yang mirip Ara, segera menggeleng pelan. "Aniyo, aku Kim Ana. Saudara kembar Kim Ara."

Jungho menoleh ke arah Ana dan Ara secara bergantian lalu menyengguk. "Arasseo."

"Hyung, kumohon bebaskan Ara Noona. Dia orang baik. Ara Noona mungkin jarang mencuci rambut, tetapi dia tidak mungkin mengkonsumsi obat-obatan. Kumohon Hyung, bantu kakakku," pinta Yongsu sambil memegangi jas jaksa tampan di hadapannya.

"Ya! Jangan bicara sembarangan kau!" tegur Ara sambil mengulurkan tangannya berusaha menjangkau si bungsu. Sedangkan Yongsu hanya menjulurkan lidah.

Jungho menatap Ara dan Yongsu bergantian. Ara memang aneh. Setelah berbicara sendiri, ternyata gadis itu juga jarang mencuci rambut.

"Aku tahu, dia bukan pengguna. Aku akan membantu Kim Ara. Bisa aku meminta keterangan kalian, untuk membantu proses penyelidikan?"

"Tentu!"

♥♥♥

Setelah polisi mengecek dan memastikan, bahwa bubuk putih dalam tas Ara itu memang narkoba, Hari ini Jungho memanggil Dalpo ke kantor polisi.

"Choi Dalpo-ssi, ini benar Anda, kan?" introgasi Jungho pada Dalpo dengan menunjukkan rekaman di ponselnya.

Bulir bening menetes dari pelipis Dalpo saat melihat rekaman yang disodorkan Jungho. Mulut Dalpo bungkan, membuat Jungho semakin gemas.

"Choi Dalpo-ssi! Jika Anda tidak menjawab, besar kemungkinan memang Andalah pelakunya. Kau yang memasukkan narkoba ke dalam tas Kim Ara. Benar, kan?" tegas Jungho.

Dalpo menunduk. Ia memaksa otaknya berpikir, menyusun kalimat untuk menyerang balik Jungho. Setelah beberaa menit, Dalpo pun mendongak. Lengkungan bulan sabit terbit di bibirnya. "Orang yang ada di dalam video itu memang aku. Tetapi, rekaman ini belum tentu valid. Aku harus memastikan kalau ini bukanlah rekayasa. Di zaman ini, semua orang bisa mengedit foto dan video dengan mudah," cibir Dalpo.

"Mwo?" Jungho melebarkan pupilnya. Ia tidak menyangka kalau lelaki di hadapannya mudahnya berkilah. "Kau jangan sembarangan ya! Aku menjadi saksi dan merekam langsung video ini kemarin!"

"Aku dengar, pejabat atau bahkan para penegak hukum, sering memalsuan barang bukti agar tersangka bebas dari tuntutan hukum. Lalu, bagaimana aku bisa memercayai barang bukti ini? Lebih baik, bawakan aku bukti atau saksi lain yang lebih kuat! Dan lagi, kau merekamku diam-diam, apa benar seperti ini perilaku seorang jaksa?"

Dalpo berdiri setelah menyelesaikan kalimatnya. "Ah, sebelum aku pulang, aku ingin mengatakan bahwa kau bisa bicara dengan pengacaraku. Aku terlalu sibuk untuk melayani hal-hal kecil seperti ini. Dan satu lagi, jangan mudah menuduh orang lain dengan barang bukti yang belum jelas!"

Dalpo tersenyum mengejek lalu pergi meninggalkan ruang pemeriksaan. Jungho menggebrak meja lalu berdiri. Ia pun berteriak pada Dalpo. Namun, yang dipanggil tidak peduli dan terus berjalan. Jungho semakin geram dengan tindakan lelaki yang lebih muda darinya itu.

"Ya! Sepertinya kau harus berhati-hati dengannya. Kudengar ayahnya adalah seorang pengusaha tekstil. Mereka sulit untuk dilawan," ucap seorang polisi berkumis tipis sambil menepuk pundak Jungho.

"Mau siapapun dia, aku tidak peduli! Aku pasti akan membawa banyak barang bukti dan saksi," geram Jungho. Tangannya terkepal kuat. Ia lalu menoleh pada polisi itu. "Hyung, tolong carikan CCTV Kafe J-Ha," pinta Jungho sambil menautkan alisnya.

"Kau!" Polisi itu sedikit menahan kekesalan. "Baiklah, baiklah. Tapi, kau harus memenangkan kasus ini."

"Tentu saja, aku pasti memenjarakan lelaki sombong itu!"

♥♥♥

Jungho mencoba mencari CCTV dan saksi lain dengan dibantu rekan-rekannya. Ia juga menyelidiki terkait apa saja yang dilakukan Dalpo. Setelahnya, Jungho juga berusaha mendapatkan surat perintah penangkapan Dalpo. Namun, surat itu ternyata sulit didapat karena atasan Jungho menuntut bukti yang lebih kuat. Sang jaksa pun tak bisa berbuat lebih dari ini. Ia berharap bisa menemukan petunjuk lain secepatnya.

Sejauh ini, Jungho merasa aneh karena belum menemukan hal khusus yang mencurigakan. CCTV Kafe J-Ha yang dalam masa perbaikan terasa janggal. Sedangkan, untuk menemukan bukti atau saksi lain dari pelanggan kafe cukup susah.

Lantas, Jungho meminta Arad an Dalpo melakukan tes urin untuk mengonfirmasi status keduanya. Jelas saja Dalpo menolak perintah Jungho ini. Sang jaksa sedang mencari cara dan waktu yang tepat untuk menyeret Dalpo agar lelaki itu mau melakukan tes urin. Jungho juga merasa harus memeriksa komunitas amal Dalpo dan Ara. Mungkin saja di anatara mereka juga merupakan pengguna. Jungho juga berharap bisa menemukan petunjuk yang lain dari komunitas itu.

Ara pun melakukan tes urin. Setelah dua jam, hasil uji laboratorium pun keluar. Sesuai dugaan Jungho, Ara bukanlah pengguna narkoba. Hasilnya dinyatakan negatif, dan dengan ini Ara terbebas dari segala tuduhan. Pihak cyber kepolisian juga telah membuktikan bahwa video hasil rekaman jaksa muda itu adalah asli. Dalpo memang sengaja memasukkan obat terlarang itu dalam tas gadis itu. Dan Dalpolah pengguna narkoba yang sebenarnya.

Setelah melalui beberapa proses, Ara pun dinyatakan bebas.

"Kamsahamnida. Sungguh, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Ara di depan kantor polisi.

"Santai saja, aku memang sudah mempunyai feeling bahwa kau tidak mungkin melakukannya."

"Tapi, siapa yang sudah menjebakku?" tanya Ara penasaran.

"Maaf, aku belum bisa memberitahumu. Kami sedikit kesulitan menemukan barang bukti karena CCTV kafe J-Ha masih dalam perbaikan. Yang jelas, ada seseorang yang sengaja memasukkan obat itu ke tasmu. Hanya itu yang bisa kukatakan."

"Kafe J-Ha?" Ara mencoba mengingat apa yang terjadinya di tempat itu. Hanya satu hal yang ada dalam pikiran Ara saat ini. Dalpo.

Mungkinkah ... dia pelakunya?

"Kau lupa? Apa kau menderita pikun?"

"Hah? Kau mengejekku?"

Jungho tertawa geli. "Maaf, maaf. Lalu, apa kau akan melaporkan masalah ini?"

Ara terdiam sejenak, lalu menatap tajam ke arah Jungho. "Tentu saja! Aku tak terima diperlakukan seperti ini. Jika tidak ada kau, mana mungkin aku bisa bebas? Bahkan kudengar dari Ana Eonnie, teman-teman sekelasku membicarakan hal buruk tentangku. Aku tidak akan melepaskan penfitnah itu!"

"Kau barusan bilang apa? Cepat sekali perkataanmu."

Ara menutup mulutnya. Ia tidak sadar kalau berbicara secepat itu pada Jungho. Entah mengapa, jaksa tampan itu telah membuat rasa nyaman menyusup dalam dirinya.

"Intinya, kumohon tangkap pelaku yang telah memfitnahku!"

"Baik. Aku akan melakukannya. Akan kupastikan, dia membusuk di penjara."

♥♥♥

Line Arata Hikaru

Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Bagaimana dengan adikmu?

Ana membuka ponsel dan segera menyeka air mata yang tumpah membasahi wajahnya. Sebagai saudara kembar, ia juga merasakan rasa sakit yang dialami oleh Ara. Dijebak oleh orang tak berperasaan dan harus mendekam di tahanan selama beberapa hari. Fitnah ini sungguh keterlaluan! Namun, matanya kembali berbinar saat sang pujaan hati memberi perhatian padanya.

Ana segera mengetik balasan dengan cepat.

Line Kim Ana

Aku tidak apa-apa, kau tak usah khawatir. Di sini, ada Jaksa Seo yang akan membantu adikku. Semoga penyidikan berjalan lancar.

Ana meletakkan ponsel. Setidaknya ia sedikit lega setelah bercerita pada Hikaru. Walaupun lelaki itu irit bicara, setidaknya sekarang beban di pundaknya berkurang. Rasa nyaman pun menyusup di hati Ana kala menerima perhatian lelaki Jepang itu.

Line Arata Hikaru

Syukurlah kalau begitu. Nanti malam, aku akan menghubungimu lagi. Baik-baik di sana. Aku bersamamu.

Ana segera memeluk bantal dan membenamkan wajah. Ia benar-benar bahagia setelah membaca pesan singkat di ponselnya. Namun, kegembiraannya belum sempurna selama Ara masih berada di kantor polisi.

Semoga kau cepat keluar, Ara!

TBC

Note:

~Komsa-nim=jaksa

~Ne = iya

~Mwo = apa

~Ya = hei

~Babo = bodoh

~Nugu=siapa

~Annyeong haseyo = halo

~Aniyo=bukan (sopan)

~Hyung=kakak laki-laki yang dipanggil dari lelaki yang lebih muda

~Kamsahamnida=terima kasih

***

17 Agustus 2020

Revisi 1: 28 April 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro