20. Manis
***
Jantung Ana berdetak tidak stabil kala netra hitamnya memandang langit biru cerah dari jendela kamarnya. Bukan salah langitnya, tetapi hari itu adalah hari yang sudah sangat lama ditunggu-tunggu. Hari pernikahannya dengan Hikaru. Ana mengalihkan pandang ke arah gaun pernikahan yang masih tergantung di lemari.
Kemudian Ara memasuki kamarnya, berdiri menatap bahagia ke arah gaun itu. "Cantik, ya?"
Ana bangun dari kursi menghampiri adik kembarnya. "Lebih cantik lagi karena di hari ini bukan hanya ada pernikahanku, tetapi juga kau. Hebat sekali, bukan?"
Ara memeluk kakaknya dengan manja. "Aku tidak pernah menyangka, hari seperti ini akan tiba. Benar-benar di luar dugaan setelah apa yang terjadi dengan kita, waktu itu."
Memori keduanya mengingat hal yang sama—serangkaian kisah pilu yang disebabkan oleh orang yang sama, Choi Dalpo. Musuh mereka selamanya. Namun, hati mereka lega setelah hukuman permanen telah ditetapkan, dan laki-laki perusuh itu tidak akan mengganggu kehidupan si kembar lagi. Kini, Ana dan Ara hanya fokus dengan hari paling bahagia mereka.
"Kejadian itu, lupakanlah! Sekarang kita sudah terbebas dari pembuat onar itu," ucap Ana sambil melepaskan pelukan Ara. "Kau, harus bisa menjaga diri, ya! Sayangi suamimu, jangan marah-marah terus padanya. Kasian dia."
"Ya! Aku mana pernah marah-marah, kau tahu sendiri aku baik hati dan tidak jahat," sahut Ara dengan tanpa ekspresi.
Ana terkekeh pelan. "Percaya diri sekali, kau! Lagipula lihat! Muka datarmu itu bisa membuat orang salah paham."
"Dari lahir aku sudah seperti ini," tanggap Ara sambil memutar bola matanya dengan malas. "Kau juga, Kak! Pegang erat-erat suamimu, hati-hati dengan Izumi. Bagaimanapun dia tetap perempuan!"
Ana melipat tangannya di depan dada. "Tidak usah melantur, kau. Izumi sudah punya pacar, dia juga akan menyusul menikah. Jadi, kau tak perlu khawatirkan dia."
"Apa? Aku mengkhawatirkan Izumi? Yang benar saja, aku mencemaskanmu, Kak, bukan dia!" dengkus Ara tidak percaya dengan tuduhan yang membuatnya bergidik.
"Dasar adikku yang menggemaskan!" seru Ana sambil mencubit dua pipi Ara. "Setelah ini, kita akan semakin jarang bertemu. Apalagi setelah ini aku akan tinggal di Jepang. Kau harus sering mengirimiku surat, chatting, telepon, video call, voice note, sosial med—"
Ara melepaskan tangan Ana. "Iya, tahu. Dasar, Kakak Bawel!"
"Ya! Itu julukanmu, kenapa kau mengataiku, Bawel?"
"Karena kita kembar!" Ara berlari meninggalkan kamar.
"Ya! Kemari, kau!" Tak peduli berapa pun usia mereka, si kembar tetap suka bergurau dan kejar-kejaran seperti itu. Bahkan di hari ketika mereka akan menikah. Ibu, Ayah, dan Yongsu hanya menutup mata, malu melihat kelakuan Ana dan Ara yang tidak sesuai dengan umurnya.
♥♥♥
Di belakang panggung gedung resepsi, tampak Hikaru dan Jungho yang saling bercakap ringan. Hal ini mereka lakukan hanya untuk mengurangi kecemasan. Pernikahan mereka akan berlangsung dalam hitungan beberapa menit lagi.
"Wah, kau memang benar-benar seorang artis, ya. Kau semakin keren dengan jas itu. Sangat cocok untukmu. Lihat! Bahkan aku masih bisa mendengar para gadis melontarkan pujian untukmu," puji Jungho yang terkesima dengan pakaian Hikaru. Sebuah jas putih dengan garis hitam dibagian tengah yang berwarna senada dengan kancing, membalut kemeja putih sang penyanyi Jepang itu. Dasi kupu-kupu juga bertengger di lehernya. Tak lupa pula bunga putih di saku turut melengkapi penampilannya hari ini.
"Kau juga tidak kalah tampan. Auramu berwibawa sekali," balas Hikaru sambil tersenyum tipis. Ia melihat Jungho berpakaian mirip dengannya, hanya saja dalam balutan jas hitam dengan dasi hitam bermotif. Sangat cocok digunakan oleh seorang jaksa.
"Ngomong-ngomong, mengapa kau lebih memilih Ana dibanding perempuan di negaramu sendiri? Bukankah lebih nyaman bila menikah dengan orang yang setanah air?" tanya Jungho mengganti topik.
"Seperti dirimu, kau juga bisa saja 'kan, menikahi wanita yang seumuran denganmu daripada yang lebih?"
Jungho hampir tersedak udara, merasa kikuk dengan pertanyaan yang dikembalikan oleh Hikaru.
Hikaru tersenyum tipis. "Sama sepertiku, cinta tidak pernah bisa memilih. Namun, tidak peduli siapa pun dia, aku pasti akan memperjuangkan cinta itu. Perbedaan status maupun bangsa tidaklah penting. Kebahagian tidak pernah bisa bernilai kan."
Jungho ikut menyunggingkan senyum. "Benar juga. Tidak peduli dia lebih muda, bicara dengan kecepatan kereta, bahkan bermuka datar. Asal bisa membahagiakanku, mengapa tidak?"
Kedua lelaki itu saling tertawa dan menikmati obrolan ringan, agar mereka tidak gugup lagi. Sampai akhirnya, acara pun dimulai. Dua wanita kembar dalam balutan gaun pengantin putih dengan bunga oranye di masing-masing genggaman, datang bersama sang ayah. Lalu disusul dengan anggota keluarga lainnya.
Semua hadirin takjub, Ara dan Ana tampak seperti duplikat, tak ada yang bisa membedakan kecuali model rambutnya saja yang berbeda. Pun calon suami mereka sendiri. Para hadirin berharap kedua saudara kembar itu tidak bermain-main karena iba dengan para calon suami jika salah pasangan.
"Kau cantik sekali, Ana!" puji Hikaru menatap calon istrinya.
"Terima kasih, Hikaru-kun," sahut Ana malu-malu. "Kau juga ... sangat tampan."
Sementara Jungho menggantungkan kalimatnya yang ditujukan untuk Ara. "Kau ...."
"Ya! Kenapa kau berhenti?" tanya Ara tidak sabaran.
Jungho terkekeh pelan. "Aku terlalu terpikat padamu, My Princess!"
Lantas, proses pernikahan itu pun dilanjutkan. Momen sakral mengikatan janji setia itu pun disusul dengan saling bertukar cincin dan kecupan di bibir. Ara dan Ana patut mendapatkan semua kebahagiaan setelah semua perjalanan panjang yang mereka lalui. Mereka melewati rasa sakit yang lama, dan tergantikan dengan rasa bahagia yang juga sama. Semua kebahagian ini tak bisa dinilai dengan apa pun. Kehidupan baru Kim bersaudara akan dimulai.
Pernikahan bukanlah sebuah akhir, melainkan awal yang baru. Ana dan Ara yakin, mereka pasti dapat melaluinya bersama pasangan masing-masing. Meski jarak memisahkan mereka, Ana dan Ara telah berjanji untuk tetap saling membantu, bagaimanapun caranya. Mereka berharap mendapatkan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
***
Seminggu setelah pernikahan, Ana dan Hikaru pamit untuk kembali ke Jepang. Ara menangis melepaskan kakaknya. Kali ini wanita bersurai panjang itu tidak akan kembali lagi ke sisinya, kecuali hanya saat berlibur saja.
Ara memahami karena ia juga sudah memiliki Jungho. Status dan kehidupannya sekarang sudah benar-benar berubah. Hal yang berat pada awalnya, tetapi ini Ara yakin, ia akan terbiasa tidak lama setelah ini.
Tidak hanya Ara, Ana pun berat harus kembali meninggalkan keluarganya. Mereka harus saling merelakan.
Ana meyakinkan keluarganya bahwa ia akan baik-baik saja. Di Tokyo, ia akan tinggal bersama Hikaru di sebuah mansion besar.
Sebelum, benar-benar kembali ke Tokyo, Nyonya Arata ini juga sudah belajar memasak untuk suaminya. Hikaru pernah berkata bahwa ia menyukai kue donat. Ana pun segera membeli bahan untuk membuatnya. Melihat anak gadisnya belajar menjadi istri yang benar, membuat Nyonya Kim merasa tidak perlu khawatir lagi. Ana pasti bisa mengurus Hikaru dengan baik.
Setibanya di Tokyo, Hikaru kembali ingin mencicip kudapan manis kesukaannya itu. Ana pun membuat donat dengan resep yang ia cari di internet. Ia mencampurkan tepung dan bahan lainnya menjadi adonan kuning yang lembut dan kenyal. Lantas, ia membentuk adonan itu berbentuk bulat cincin. Sayang, tangannya kurang terampil. Bukannya bulat malah lonjong. Hikaru menghampirinya dan terkekeh pelan. "Kau membuat donat atau pisang?"
Ana mengerling sinis. "Ya sudah, kau tak usah makan nanti."
Hikaru segera bungkam lalu memeluk Ana dari belakang dengan manja. "Jangan marah begitu, maafkan aku, ya! Kau cantik sekali, istriku, Sayang!"
Ana menahan senyumnya. Hatinya menghangta mendengarkan rayuan suaminya. Namun, ia masih pura-pura marah. "Tak usah merayuku! Aku memang tidak pandai memasak!"
"Apa pun yang kau masak, pasti akan kumakan. Maafkan aku, ya? Aku hanya bercanda," kilah Hikaru sambil meletakkan dagunya di atas bahu kanan Ana.
Ana menoleh dan membuat kepala Hikaru sedikit mundur. "Sungguh?"
"Tentu."
"Buktinya?"
Hikaru mengecup bibir merah muda di hadapannya. "Kurang?"
Ana segera menunduk malu. "A-aku sibuk masak. Biarkan aku sendiri."
"Tidak mau, aku ingin seperti ini terus bersamamu," ucap Hikaru yang masih memeluk manja istrinya. Mereka saling bercanda ringan.
Hikaru lalu membantu istrinya membuat donat. Kebetulan, hari ini ia sedang tidak ada jadwal konser, dan ia sengaja tidak latihan di studio. Hikaru hanya ingin menemani Ana dan menghabiskan waktu bersamanya.
Sementara di Korea, Jungho tampak sibuk dengan sebuah sidang. Ara duduk santai menunggu Jungho di kantor suaminya. Lantas, seorang wanita datang memasuki ruang Jungho.
"Siapa?" tanya Ara yang belum pernah melihat wanita itu.
"Saya Cha Yoojung, jaksa magang yang menjadi asisten Jaksa Seo. Mmm, kau pasti istrinya, ya?" tanya wanita asing itu.
"Benar." Ara bangun dari sofanya dan berjalan mendekat ke arah Yoojung. Ia melihat wanita bersurai panjang bergelombang dalam balutan setelan pakaian kerja yang berwarna sama dengan rambutnya, cokelat. Wanita itu rapi dan manis. Ara mengerling menyipit. "Kau, harus ingat di mana batasanmu."
Yoojung menelengkan kepala. "Batasan apa? Saya tidak pernah macam-macam kok, Ahjumma."
"Mwo? Kau bilang apa tadi?"
"A-ani. Tidak kok, Samunim."
Ara menunjuk wajah Yoojung. "Awas kau! Aku tak akan pernah membiarkanmu."
"Membiarkan apa?" celetuk Jungho yang baru datang lalu menurunkan tangan istrinya. "Kau mengancam pegawaiku?"
"A-ani." Ara gugup, lalu dahinya mengernyit. "Huh! Kau membelanya?"
Jungho terkekeh pelan. Ara kesal lalu pergi begitu saja dari ruang itu. Jungho segera mengejar dan berhasil mencekal tangan istrinya.
"Jangan pergi," pinta Jungho.
Ara melepas paksa cengkeraman suaminya. "Buat apa? Kau hanya ingin bersenang-senang dengannya, kan?"
"Siapa bilang?"
"Aku. Huh!" Ara melipat tangannya, merasa kesal.
"Kau cemburu?"
Jantung Ara serasa ditancap sebuah anak panah. "Siapa bilang?"
"Aku."
Ara tersenyum kecut mendengarnya. Tiba-tiba, Jungho memeluknya di depan umum. "Ya! Kau tidak sadar apa mereka melihat kita?"
"Sadar. Memang kenapa? Kita kan, sudah resmi. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku tidak akan tergoda dengan wanita lain. Hanya kau yang ada di hatiku."
Ara malu. "Sungguh?"
"Tentu saja. Karena hanya kau manusia berwajah datar yang bisa mengambil hatiku. Tidak ada yang lain yang bisa menggantikanmu."
Ara pun balas memeluk Jungho dan tidak memedulikan suara riuh karena apa yang mereka perbuat. Lantas, Jungho segera mengajaknya pulang, untuk melanjutkan kisah asmara mereka.
Selesai.
Note:
· Samunim = sapaan ibu yang sopan
***
7 November 2020
Revisi 1: 25 Juli 2021
Written by Yamashita_Izumi
Edited and design by Hafsah Azzahra
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro