16. Di sisimu (b)
"Oppa!" Gadis malang tersebut terbangun dari tidur panjangnya. Jungho, tersentak kaget saat Ara memanggilnya. Gadis kecilnya akhirnya sadar. Ara telah bangun. Mata ceria itu kini menatapnya lagi, meski masih sangat lemah.
Jungho yang sedang menata oleh-oleh dari keluarga Ara saat kunjungan sebelumnya, segera mendekati brankar. "Kau sudah sadar, Ara?"
Ara tidak menyahut, membuat jantung Jungho berdegup kencang. "Ara-ya? Kau dengar aku?"
Ara menoleh ke sumber suara. Matanya berkedip-kedip lalu mengedarkan pandangan ke sekitar. Otaknya masih berusaha mencerna apa yang telah terjadi pada dirinya. Jungho terdiam, setia menunggu bagaimana respons selanjutnya yang dilakukan Ara.
Beberapa detik selanjutnya, Ara menatap Jungho. "Aku ... di mana?"
Jungho tersenyum, sedikit lega gadis di hadapannya bisa merespons normal meski suaranya terdengar lirih. "Di rumah sakit. Syukurlah, kalau kau tidak apa-apa."
"Rumah sakit? Mobil," gumam Ara yang mulai mengingat kecelakaannya. Gadis berwajah pucat itu memejamkan matanya ketakutan.
"Ara, jangan dipaksa. Kau aman sekarang," ucap Jungho terburu-buru, takut jika memori itu semakin mengganggu kondisinya.
Ara membuka matanya. "Ana Eonni ...."
"Dia dan keluargamu pulang ke rumah. Mereka istirahat sebentar dan menyiapkan keperluanmu. Kau tenang saja, ada aku di sini bersamamu. Jangan banyak bergerak, aku akan memanggil perawat." Jungho pun memanggil tim medis melalui intercom yang ada di ruangan Ara. Seorang perawat dan dokter pun datang tak lama setelahnya. Ana dan Yongsu mengikuti setelahnya.
Namun, keduanya segera diperintah ke luar ketika Ara tengah diperiksa, begitu juga dengan Jungho. Mereka pun menunggu dengan debar harap-harap cemas.
Dokter yang menangani Ara pun menghampiri mereka setelah menyelesaikan tugasnya.
"Akhirnya setelah tujuh hari, kondisi Ara semakin baik. Dia sudah sadar dan semua alat vitalnya dalam keadaan baik. Dia hanya perlu beberapa hari sebelum diperbolehkan pulang," jelas sang dokter.
Ana memeluk Yongsu karena merasa lega. Adiknya baik-baik saja. Ia memang gadis yang kuat seperti dugaan Ana. Mereka pun kembali dipersilakan masuk.
Ara melihat pintu ruangannya terbuka. Yongsu, Ana, dan Jungho, satu persatu masuk. Melihat Ana dan Jungho, hati Ara mendadak tidak nyaman. Wajahnya kembali datar. Ara pun mengalihkan pandang dan memilih melihat langit-langit. Gadis itu cemburu.
"Wa-waeyo?" tanya Jungho ketika ia sudah berdiri di sisi Ara. Lelaki itu bingung dengan ekspresi Ara yang mendadak datar. Susah ditebak. Ia mencoba mengingat kalimat yang barusan diucapkannya. Apakah ada yang salah atau tidak. Apakah Ara merasa tidak nyaman dengan kondisinya pasca kecelakaan. Jungho benar-benar khawatir.
"Kau butuh sesuatu?" tanya Ana.
"Ani," sahut Ara sambil memalingkan wajah.
Bola mata Jungho bergerak-gerak, tanda ia sedang mencerna keadaan. Tiba-tiba Jungho teringat kesalahpahaman yang memicu kejadian menyedihkan ini, "Ara-ya! Aku tidak ingin kau salah paham. Soal aku dan kakakmu ...."
"Aku tidak mau membahasnya, biarkan aku tidur."
"Jebal! Dengarkan aku dulu."
Ara menoleh, ia mendengar nada keseriusan dari bibir jaksa tampan. Karena kondisinya yang lemah, dirinya juga tidak bisa menghindar.
"Aku dan Kim Ana-ssi, tidak dalam hubungan spesial seperti yang kau bayangkan," ujar Jungho berusaha menjelaskan.
"A-aku tidak berkata apa-apa," sahut Ara yang masih dalam wajah datarnya.
Jungho berdeham, salah tingkah. Ia tidak tahu apa yang dipikirkannya tidak sama dengan apa yang dipikirkan Ara.
"A-aa... maksud Seo Komsa-nim, begini. Aku hanya memintanya menjemputku karena ada sesuatu yang mau kubicarakan. Hanya sebatas professional. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang berbau spesial," timpal Ana. Yongsu pun memandang kakak kembarnya bergantian. ia tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
"Apa maksudmu? Aku tak mengerti mengapa kau terus berbicara kata 'spesial'?"
Jungho tertawa geli. "Ani, lupakan saja. Yang terpenting, aku hanya memikirkanmu saat ini."
Pipi Ara menghangat mendengar ucapan Jungho. Ia kembali memalingkan wajah. Kali ini ia berharap bisa menyembunyikan rona pipinya yang sudah seperti buah persik. Ana berdeham, dan Yongsu pura-pura tidak mendengar. Bocah itu pun memilih untuk duduk di sofa dan mulai bermain gim. Hatinya sudah sangat lega, kakaknya sekarang baik-baik saja.
Tak lama kemudian, Ara kembali menatap Jungho. "Sebentar, apa yang mau kalian bicarakan? Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Ini tentang ...," sahut Jungho sedikit ragu. Ia menatap Ana meminta persetujuan. Namun, Ara yang terus melototinya, menuntut penjelasan, membuat Jungho merasa tak perlu menyembunyikan apa pun lagi. Apalagi bersangkutan dengan saudara kembar gadis di hadapannya. "Kasus aktor terkenal di Jepang. Skandal Arata Hikaru."
"Mwo? Aaaah!"
Ara memegangi kepalanya sambil mengerang kesakitan. Jungho segera berdiri. "Ara-ya? Kau kenapa?"
Keadaan Ara semakin memburuk, Ana bergegas memencet tombol untuk memanggil perawat. Dua orang petugas kesehatan segera memasuki bangsal Ara dan memeriksa pasien. Salah satunya memberi sebuah suntikan. Setelah selesai, mereka mengajak Jungho, Ana, dan Yongsu keluar kamar.
"Mohon maaf, Pak. Kalau bisa pasien jangan diajak bicara hal-hal yang berat terlebih dulu. Stres yang tinggi hanya akan memperlambat pemulihannya. Mohon kerjasamanya."
Jungho mengiyakan. Setelah dua perawat itu pergi, dirinya berdiri di ambang pintu, melihat Ara yang kembali tertidur. Dahinya berkerut. "Memangnya, ada apa dengan Arata Hikaru?"
♥♥♥
Tiga puluh menit kemudian, Ayah dan ibu pun tiba di rumah sakit. Karena orang tuanya sudah datang, Ana pun menuruti permintaan Jungho yang mengajaknya bicara.
"Maaf, aku penasaran dengan kasus yang kau ajukan. Siapa Arata Hikaru?" Jungho merasa nama itu cukup familier di telinganya. Namun, karena ia tidak mengikuti berita para artis, terlebih mereka yang berada di luar negeri, Jungho sedikit lupa mengenai sosok itu.
Ana menelengkan kepalanya. "Eh? Aku sudah memberikan berkasnya, kan?"
Ana mengingat tatkala seminggu yang lalu ia hendak memberikan berkas kasus itu pada Jungho. Namun, lelaki itu malah menyarankannya untuk pulang menyiapkan keperluan adiknya. Setelah itu, Ana lupa dengan niatannya. Ia hanya berpokus pada kesehatan Ara. Jungho berdeham sebentar.
"Maaf, maksudku apa ada hubungannya dengan Ara? Karena dia menjadi drop saat aku membicarakan hal ini."
Ana tertegun lantas mengangguk mengerti. "Hikaru adalah temanku sekolah dulu, dan sekarang ia berhasil menjadi artis pendatang baru yang sukses di Tokyo. Dan, iya, Ara memang membencinya. Kau ingat 'kan, kasus Dalpo? Dia trauma dengan orang terkenal seperti Dalpo. Karena itulah dia membenci Hikaru. Ara tidak suka jika aku berhubungan dengan orang terkenal."
Ana menerawang sebentar, lalu melanjutkan. "Hikaru adalah laki-laki yang sudah mengisi hatiku, dia baik. Aku percaya bahwa ini semua pasti salah paham. Aku rasa posisi Hikaru mirip dengan Ara, mereka sama-sama difitnah. Jadi aku mohon, tolong bantu aku menyelidiki kasus ini. Bantu Hikaru memulihkan namanya."
Jungho menyengguk. "Tentu, aku pasti akan melakukan yang terbaik."
"Kumohon, ini juga demi Ara. Agar traumanya menghilang, dan aku bisa memperbaiki hubungan dengannya."
Jungho mengerti. Dirinya juga pernah mendengar dari Ara bahwa perempuan itu bertengkar dengan kakaknya. Hanya saja ia tidak tahu permasalahan apa yang mereka hadapi.
"Kau ingin aku restui, kan?" tanya Ana tiba-tiba mengejutkan lelaki di hadapannya.
"Ne?"
"Sudahlah, Komsa-nim! Kau tidak usah berbohong padaku. Aku tahu, kau menyukai adikku, kan," sahut Ana. Jungho pun meneguk salivanya. Ana mencondongkan tubuhnya dan berbisik. "Jika kau ingin mendapat restuku, kau harus menyelesaikan kasus ini."
"Ahaha," tawa Jungho dengan kikuk, "ba-baiklah. Aku pasti menyelesaikannya dengan baik."
♥♥♥
29 Juni 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro